O.

355 56 5
                                    

               "Nggak ada yang namanya sia-sia, selama masih ada perjuangan."
                   -Unknown-

     ***

    Hari pertama Renata memasuki lingkungan kerja baru ada rasa gugup yang menyerangnya. Terlebih Renata ditempatkan di SMA terbaik kota mereka.

   Yang Renata tau banyak temannya yang jadi alumni disini. Bahkan Praha lulusan dari sini. Renata berkenalan dengan seluruh staf pengajar maupun tata usaha sekolah.

  Kesan pertamanya baik. Renata berharap dia bisa beradaptasi dan betah mengajar disini.

"Ini meja Ibu." beritahu Kalissa selaku guru bahasa inggris.

"Makasih,Bu." sopannya.

   Renata meletakkan buku-buku yang dibawanya. Menata mejanya hingga terlihat manis. Ada rak pensil dan jam berwarna pink. Renata tak meletakkan poto apapun disana seperti meja yang lainnya.

Kamu pindah nggak ngasih tau -Wira

   Renata tersenyum membaca pesan yang masuk ke ponselnya. Bisa dibilang tak banyak yang tau soal kepindahannya. Semua serba mendadak. Bersyukur pihak sekolah mengabulkan surat resign yang mendadak di kirimkannya.

  Bahkan di hari perpisahanya banyak guru yang merasa berat melepasnya. Muridnya bahkan banyak yang menangis dan memintanya tetap tinggal.

   Setelah dibujuk dan dikasih pengertian barulah mereka bisa melepasnya. Mengingat bocah-bocah menggemaskan itu hati Renata selalu menghangat.

Buru-buru soalnya. Next time kita ketemu ya pak Wira. -Renata

    Renata memasukkan ponselnya dan bergabung dengan guru yang lainnya untuk melaksanakan apel pagi.

  
    ***

"Baiklah anak-anak, kalian pasti sudah tau nama Ibu. Tapi Ibu perkenalkan sekali lagi. Nama Ibu Renata Syahbana. Bisa dipanggil Ibu Rena atau Renata."

"Nomor telpon,Ibu?!" terdengar sorakan heboh begitu seorang anak lelaki yang duduk di pojok mengacungkan tangan seraya bertanya.

    Renata menuliskan beberapa digit angka di papan tulis. "Boleh di simpan. Kalau perlu mengenai tugas atau keperluan sekolah boleh hubungin Ibu."

    Rata-rata semua siswa menuliskan nomornya di buku mereka. Peraturan sekolah memang tidak mengizinkan muridnya membawa ponsel.

   Setelah melalui sesi perkenalan yang tidak bisa disebut singkat, Renata memulai proses belajar pertamanya.

   Kalau mengajar anak kecil dibutuhkan kesabaran, maka disini juga sama saja. Renata harus bisa menjadi guru sekaligus teman untuk mereka.

   Remaja seperti mereka bukan lagi waktunya di didik dengan keras. Justru dirangkul supaya mereka merasa nyaman.

"Ibu minta kalian buat sebuah artikel yang membahas apa aja minimal 1000 kata. Ditulis tangan dan dikumpul di pertemuan berikutnya." tutup Renata begitu bel tanda berakhirnya kelas berbunyi.

"Gimana hari pertamanya?" tanya Kalissa ramah begitu Renata duduk di mejanya.

"Masih tahap penyesuaian. Tapi sejauh ini baik kok." Renata tersenyum mengingat ada beberapa muridnya yang bertanya-tanya tapi masih cukup sopan menurutnya.

"Well, mereka memang nggak bandel tapi kadang acuh sama sekitarnya termasuk para guru kalau ada yang tidak menarik minat mereka." Renata mengangguk. Dari analisis singkatnya dia memang melihat itu.

Apa Kabar Hati?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang