D.

474 62 13
                                    

"Sebab hatiku bukan kayu,
Melainkan langit yang maha luas. Namun kamu harus tau,langit pun pernah menangis"
- Panji Ramdana -



         Malam harinya Renata keluar dari kamar kostnya menuju gazebo. Terlihat teman-teman satu kost juga sibuk dengan pekerjaan masing-masing di gazebo.

      Renata menghidupkan laptop dan langsung fokus ke layar segiempat itu. Akhir-akhir ini entah kenapa Renata ingin kembali meneruskan hobby menulisnya. Ada satu cerita yang belum rampung dan berniat menyelesaikannya tahun ini.

      Kost mereka memang khusus perempuan, laki-laki hanya boleh masuk sampai gazebo yang tidak jauh dari pos satpam. Sejak kost disini 6 tahun lalu Renata langsung nyaman. Dan tidak pernah berniat pindah.

    Selain mereka yang tinggal disini baik dan ramah, lingkungannya juga aman dan kondusif. Pemiliknya membangun tembok yang lumayan tinggi mengelilingi kost dan rumahnya.

Ibu Laras, pemilik bangunan tempatnya tinggal samping kosan. Seorang janda anak satu yang masih duduk di bangku kuliah. Dan selama bertahun-tahun disini kost mereka tergolong aman. Ditambah dijaga satpam yang  stand by 24 jam.

Renata: udah kakak transfer buat bayar uang sekolah Adam.

Rania: Iya udah sampai. Makasih Kak

       Renata memang masih punya tanggungan dua adik yang masih sekolah. Ibunya yang hanya petani tentu tidak mampu menyekolahkan adiknya sampai universitas.

     Mereka berotak encer tidak susah mendapatkan beasiswa walaupun tidak penuh. Setidaknya berhasil meringankan.

        Awal mula Renata mengajar juga karna terdesak biaya sekolah adiknya. Saat masa akhir kuliahnya hampir selesai dosennya menawarkan pekerjaan untuknya sebagai tenaga pengajar.

      Mendengar gajinya yang lumayan besar Renata langsung menerima. Padahal sekolah itu baru buka sekitar dua tahunan. Tapi melihat profilnya Renata percaya sekolah itu akan maju seiring waktu.

     Dan terbukti sekarang yayasan Insan Cendikia sudah masuk dalam jajaran sekolah swasta yang patut diperhitungkan. Tiap tahun muridnya semakin bertambah. Bahkan tahun ini ada ratusan murid yang mereka tolak lantaran kuota telah penuh.

"Ibu Renata, makanan Lona tumpah." anak kecil berpita pink itu mengadu. Murid sekolah ini memang diharuskan membawa bekal untuk mengurangi jajan sembarangan.

"Nggak pa-pa, Lona udah pintar nggak kena bukunya. Besok hati-hati ya nak." Lona yang hampir menangis perlahan menatap Renata dengan mengangguk dan tersenyum setelahnya.

"Lona bantu Ibu beresin ya." Anak itu menganggukkan kepalanya. Renata tersenyum. "Makasih ya Lona udah bantuin Ibu." senyum Lona semakin lebar.

"Sama-sama Ibu."

      Renata memutuskan menyerahkan bekalnya pada Lona. Beruntung makanannya bisa dimakan anak seusia Lona. Renata sendiri memilih makan di kantin.

      Menjadi guru apalagi untuk anak SD tidak pernah ada dalam daftar keinginan Renata. Impiannya dulu jadi teller sebuah bank. Tapi sayang belum kesampaian.

    Meski begitu Renata tidak berkecil hati, sebab mungkin disinilah rezekinya. Lagipula mengajar itu pekerjaan mulia, itu kata ibunya.

     Fadly sering menyuruhnya resign dan cari pekerjaan lain. Tapi Renata hanya tersenyum tipis mendengarnya. Nyari pekerjaan tidak semudah itu. Apalagi setelah diterima harus kembali penyesuaian dengan lingkungan baru.

     Disini Renata sudah nyaman dan rekan kerjanya juga baik. Hal yang mungkin tidak didapatkannya kalau memutuskan keluar. Bekerja itu bukan hanya soal gaji saja ada banyak faktor pendukung lainnya.

           ***

"Kayaknya minggu lalu baju kamu ini juga deh," Renata terdiam dan meneliti bajunya yang dikomen Fadly. Saat mereka makan siang bersama.

"Kenapa?" herannya meski sudah sering dikomentarin tetap saja Renata tidak terbiasa.

"Nggak enak aja liatnya. Masa tiap kita jalan sebulan ini udah beberapa kali kamu pake baju ini." Renata terdiam menahan nyeri yang tiba-tiba hadir.

"Kamu tau aku nggak bisa boros untuk hal yang tidak terlalu prioritas," bela Renata. "Selama masih bisa dipakai dan aku nyaman apa salahnya."

"Sayang penampilan itu penting. Apa kata orang kalau pacarnya Fadly Rajasa bajunya itu-itu aja." suara Fadly terdengar santai tapi entah kenapa menusuk Renata. Mengenyahkan rasa tidak enak di hatinya Renata kembali memakan makanannya. Berusaha terlihat tidak peduli agar Fadly mengerti.

"Jangan malu-maluin dong sayang."

"Gajiku nggak cukup untuk hidup hedon." tak tahan Renata akhirnya menjawab dengan suara yang terkesan dingin. Sayang Fadly tidak menyadari.

"Makanya turutin aku. Kerja di tempat lain yang gajinya lebih gede. Heran deh apa sih yang kamu pertahankan disitu." Renata memejamkan mata menahan bulir air mata yang hampir menetes. Rasanya semakin menyakitkan saja.

"Kita kesini mau makan." putus Renata. "Bukan mau ngomentarin penampilanku."

Fadly dengan santai mengedikkan bahunya. "Kamu dibilangin suka ngeyel." Untuk yang kesekian kalinya Renata kembali tidak berselera menyantap makanannya.

     Saat Renata hampir berdiri untuk membayar pesanan mereka Fadly menahan tangannya. "Aku aja yang bayar. Masih mampu kok." terdengar pelan tapi entah kenapa terasa kembali menusuknya.

      Berawal dari minggu lalu, Fadly protes katanya sejak jadian dia terus yang bayarin makanan mereka. Padahal sering Renata berinisiatif membayar duluan dan Fadly marah. Katanya tidak menghargainya. Kadang dia tidak habis fikir dengan pria itu.

    Renata yang tidak mau memperpanjang masalah memilih membungkam mulutnya. Rasanya capek menghadapi Fadly yang berubah-ubah mood. Sepanjang jalan Renata memilih diam.

     Takut kalau dia kembali membuka mulut Fadly akan kembali menyakiti hatinya. Terkadang Renata ingin mengakhiri hubungan mereka. Tapi saat niatnya sudah kuat kembali lagi Fadly bersikap baik dan lembut. Selalu seperti itu. Siklus yang sudah membuat Renata muak.

     

            ***

"Penampilanku malu-maluin ya Del?!" mendengar itu Delina mengerutkan kening tidak mengerti. Meneliti sahabatnya yang terlihat berwajah muram.

"Kata siapa? kamu pinter memadukan busana apapun." pasalnya memang benar walau sederhana tapi selera berbusana Renata itu patut diacungi jempol. "Style-nya mencerminkan kamu banget."

      Renata selalu bisa memadukan busana dan terlihat cocok dipakai. Delina sendiri kadang heran baju berharga standar aja kelihatan mewah kalau sudah dipakai Renata.

"Pasti Fadly lagi. Kenapa sih masih bertahan sama dia?" jengah Delina dengan kekesalan yang tidak ditutupi.

"Aku sayang sama dia ." raut wajah Renata sendu. Delina mencibir tak terima.

"Kamu hanya belum memahami apa hakikat cinta yang sebenarnya."

"Maksud kamu?"

"Cinta itu menghadirkan kenyaman buat jadi diri sendiri. Tidak peduli seburuk apapun kamu dihadapannya kamu tetap nyaman. Tapi kalau yang kamu rasakan sekarang itu bukan cinta tapi rasa takut."

"Aku takut kehilangan dia karna aku cinta dia Del." jawab Renata terdengar tidak yakin.

"Bukan, tapi kamu takut tidak menemukan lelaki yang lebih baik dari dia. Padahal yang aku tau dia bukan lelaki baik. Di luar sana masih banyak lelaki baik. Lepaskan lelaki yang membuatmu merasa tertekan." tegas Delina. "Hidupmu berharga. Jangan jadi bucin tolol."

*Minggu, 28 juli 2019/ Rabu, 12 Agustus 2020/Jum'at, 08 Oktober 2021.

Apa Kabar Hati?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang