H.

405 53 4
                                    

            "Sesibuk apapun setidaknya ngasih kabar, kalau kamu penting sih."
                   -Unknown-

      

        Penerimaan hasil belajar semester ganjil telah selesai. Renata akhirnya bisa bernafas lega sesaat. Setidaknya untuk beberapa hari ke depan dia bisa santai dan menghabiskan waktu melanjutkan novelnya.

        Renata mematikan kompor setelah menjerang air dan menyeduh tehnya. Sekalipun ada dispenser dia lebih menyukai menjerang air sendiri. Rasanya beda aja.

     Gadis berkaos merah itu sibuk dengan laptop di depannya sambil sesekali menyeruput teh. Rasanya menyenangkan saat tulisannya hampir mencapai ending.

"Assalamu alaikum." sapa sebuah suara begitu mengangkat telpon.

"Waalaikum salam. Iya,Na? "Sapa Renata saat Aina teman satu pengajarannya menelpon.

"Temanin aku dong."

"Kemana?"

"Ke toko buku. Ada buku yang perlu buat semester depan." setelah mengiyakan ajakan Aina, Renata bergegas ke kamar mandi.

     Setengah jam berlalu, Renata sudah siap dengan kaos pink dilapisi cardigan senada.  Jeans biru dan kakinya dilapisi sneakers senada putih. Renata memilih mengkuncir rambutnya.

"Wah, serasa anak SMA aja." celetuk Aina saat Renata duduk diboncengan. Yang dibalas kekehan Renata.

"Udah tua kali, bukan anak SMA lagi."

        Berpenampilan seperti ini memang banyak yang mengira kalau Renata masih SMA. Bukan apa-apa dia lebih nyaman begini daripada pakai rok atau dress. Lebih leluasa.

       Renata mengamati deretan buku dan menyusuri rak demi rak. Dan terpaku pada sebuah novel bersampul abstrak. Diambilnya novel tersebut dan membaca blurb-nya.

"Mau beli juga?" tanya Aina yang datang dengan 3 buku di tangannya.

"Kayaknya, iya." entah kenapa Renata tertarik dengan desain sampulnya. Setelah membaca bagian sinopsisnya semakin tertarik saja.

     Keduanya beriringan menuju kasir dan keluar dari toko saat belanjaan mereka selesai dihitung.

"Lagi suntuk gue, Na." jujur Renata.

"Kenapa?" Aina salah satu teman sepengajaran yang asyik. Care dan peduli sama orang disekitarnya.

"Banyak pikiran aja."

      Setelah menimbang sesaat, akhirnya keduanya berhenti disebuah cafe yang baru buka.

"Ada masalah?" tanya Aina sesaat setelah keduanya menyamankan diri.

    Renata menerawang sesaat dan menghembuskan nafas dengan berat. "Aku hanya merasa hubunganku dengan Fadly semakin jauh." Renata akhirnya memilih menceritakan kegundahannya selama beberapa hari ini.

     Dia perlu pendapat orang yang fair dan tidak memihak siapapun. Bukan Delina tidak fair, hanya saja sebagai sahabat tentu saja Delina memihaknya.

"Sebabnya?"

"Complicated. Orang tuanya yang dari awal tidak setuju. Sikapnya yang membingungkan dan ada beberapa hal yang tidak bisa ditoleri oleh nalarku namun berusaha kubenarkan."

"Yang aku tau cinta tidak seperti itu. Saling menghargai dan tidak memaksakan terhadap apapun." obrolan mereka terjeda saat pesanan mereka datang.

"Mau aku kasih tau satu hal?" tanya Aina dengan raut wajah serius.

Apa Kabar Hati?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang