23 : Perdebatan

1.1K 374 55
                                    

Balik lagiii^^

.
.
.
.
.

Selamat membaca~

.
.
.
.
.

👻[ New Version] 👻

.
.
.
.
.

[][][][][][][][][][][][][][][][][][]

Sudah cukup sekali saja bagi Ali untuk absen sekolah dan menghabiskan waktunya dengan tidak berguna.

Kemarin saat semua pelajar menjejakkan kaki di sekolah, Ali justru berada di rumah dan itu hanya menambah beban pikirannya saja. Yang dilakukannya hanya bermain game, menonton televisi, diganggui gerombolan hantu gabut dan selebihnya menghabiskan waktu dengan mengobrol bersama ayam kesayangannya.

Ayam Bengek namanya.

Alasan Ali memberikan nama ayamnya adalah karena ayam tersebut merupakan ayam ketawa—hewan yang memiliki suara persis seperti orang tertawa. Namun, karena Ali pikir nama Ayam Ketawa ini sudah banyak dipakai orang, alhasil ia mempersembahkan nama Bengek untuk ayamnya.

Ali sangat menyayangi ayamnya. Ditambah akhir-akhir ini Ali sedang dibuat bangga karena ayamnya berhasil memenangkan juara 'Nasional Kontes Ayam Ketawa' dalam kategori dangdut beberapa minggu yang lalu.

Si Bengek ini hampir sabar hari mampu membuat Ali bahagia. Hewan itu ngakak, Ali pun ikut ngakak. Ali bahkan pernah menyama-nyamakan suara tawa si Bengek dengan kuntilanak. Sampai akhirnya momen tersebut berhasil memicu keributan dan menjadi ajang stand up komedi ala Bengek vs Kunti.

Suara gebrakan meja terdengar keras. Ali yang sedang melamun jadi dibuat kaget karenanya.

"Lo ngapain pindah duduk?" tanya Pita pada Ali.

Ya, Ali menyadari di mana saat ini ia berada. Yang semula duduk si bangku paling belakang bersama Pita, sekarang justru duduk di bangku paling depan bersama Siti Aminah—gadis pintar yang selalu menduduki peringkat pertama.

"Ya terserah gue lah, Pit. Lagian juga nih bokong, bokongnya gue," jawab Ali seraya menepuk-nepuk bokongnya. "Nah, kalo itu, baru bokong lo. Jadi terserah lo," lanjutnya seraya menunjuk bokong Pita.

Sontak saja sebuah buku langsung menggeplak kepala Ali dengan keras. Hingga siempunya berhasil dibuat meringis dan merasa kesal.

"Galak lo! Mentang-mentang udah jadi mantan," cibir Ali.

Pita membelalakkan matanya dan terlihat bersiap menyewoti Ali. Namun sebelum itu, sebuah tangan lebih dulu meraih tangannya dan menariknya menjauh dari Ali.

"Kalo Ali nggak mau, biarin gue aja yang sebangku sama lo," kata Izroil—sang pelaku.

Belum sampai Izroil mengantar Pita menuju bangkunya, tiba-tiba sebuah tangan lain langsung mencekal pergelangan tangan Izroil dan menyentaknya dengan kasar hingga tangan Pita terlepas dari genggaman lelaki itu.

Izroil lantas berhenti dan menatap Ali yang wajahnya tampak memerah menahan amarah.

"Lo mending jauhin Pita!" kata Ali menegaskan.

Izroil mengangkat sebelah alisnya, seolah bingung. "Emang lo siapanya? Bapaknya? Emaknya? Atau ... pacarnya? Bukan, kan?" balas Izroil terlampau sarkas. "Gue deketin dia juga nggak ada hubungannya sama lo."

Ali mengepalkan tangannya sejenak, lalu menyunggingkan senyuman miring, meremehkan perkataan Izroil yang semakin pedas terasa.

"Lo makin hari makin coba buat deketin Pita. Siapa tahu lo punya motif tersembunyi, kan?" Tatapan Ali kembali datar. Pita ingin melerai, tetapi telapak tangan Ali lebih dulu terangkat guna mengintruksinya untuk diam di tempat.

Ali mendekat selangkah lebih maju dan membisikkan sesuatu pada Izroil. "Inget, ya!  Gue masih curigain elo sejauh ini."

Izroil mendorong Ali dengan kasar, hingga lelaki itu terdorong mundur beberapa langkah.

"Lo masih curiga kalau gue pelaku yang nyakitin Pita?" tanya Izroil, tersenyum sinis, "Otak lo cetek apa gimana? Apa di dunia yang luas ini isinya cuma gue, Evan, Pita sama lo doang? Kenapa cuma gue sama Evan yang lo suuzonin? Kaya nggak ada yang lain aja." Izroil menatap Ali dengan sengit.

"Jadi lo pikir gue lagi bahas soal pelaku yang nyakitin Pita?" Ali menatap tanpa ekspresi. Izroil hanya diam, menunggu penuturan Ali selanjutnya. "Bukan coy. Gue justru lagi bahas soal kematian Delima."

Kedua bola mata Izroil membulat sekilas, lelaki itu membeku di tempat dengan rasa terkejut yang kentara di wajahnya.

"Sejak kapan lo tahu soal dia?" tanya Izroil tak menyangka.

"Baru-baru ini. Kebetulan kematian Delima juga masih jadi misteri. Gue nggak bisa diem aja buat mecahin kasus ini karena lo sama Evan ada kaitannya sama kematian Delima. Lo berdua kenal dia, lo berdua pernah punya masalah sama dia. Lo berdua juga mencurigakan. Karena Evan udah gue selidikin, sekarang giliran elo sisanya."

"Ali!" Pita menarik Ali mundur, tetapi Ali yang bebalnya sudah mencapai ubun-ubun justru menepis tangan Pita. Menurutnya, Ali sudah kelewatan. Lelaki itu tidak seharusnya membicarakan kasus ini di kelas.

"Lo siapanya Delima?" Bukan tanpa alasan mengapa Izroil banyak bertanya. Ia hanya takut jika Ali mengenal Delima sekadar dari mulut saja, bukan dari kenyataannya.

"Gue temennya. Sekarang arwah Delima lagi gabut dan nggak tenang, makanya gentayangan," jawab Ali terlampau blak-blakan.

"Jangan ngaco! Nggak mungkin lo indigo."

"Kalau gue beneran indigo gimana?"

"Ali!" Pita kembali memberi peringatan.

"Udah lah, Pit! Lo mending diem aja! Tinggal nonton doang apa susahnya?" cerocos Ali, menatap Pita dengan jengkel sebelum beralih menatap Izroil kembali. "Pita juga indigo. Dia temen Delima dan berusaha mecahin kasus ini bareng gue."

Izroil menggerakkan matanya, menatap Pita yang hanya bisa merutuki Ali dalam diam.

Apa kalian ingat saat Izroil pernah mengirimi Pita sebuah pesan yang berisi permintaan tolong?

Jauh sebelum Izroil sekelas dengan Pita dan Ali, ia memang sudah mengamati Pita dan sering memergoki gadis itu berbicara sendiri. Ia pikir Pita adalah seorang indigo, jadi saat mereka sudah saling mengenal, Izroil ingin meminta tolong pada Pita untuk dipertemukan dengan Delima dan membantunya berbicara dengan hantu itu. Namun saat itu Izroil masih merasa ragu dan berpikir bahwa itu tidaklah mungkin. Alhasil ia mengurungkan diri untuk meminta tolong pada Pita.

"Jangan lo pikir karena gue bersikap mencurigakan sejauh ini, makanya lo nuduh gue," jawab Izroil setelah diam cukup lama. "Kalau gue pelakunya, buat apa gue ikut-ikutan nyari pelakunya sampe sekarang?"

"Lo nyari pelakunya?" beo Ali. "Kan itu kata lo, bukan kenyataannya. Buktinya lo dari dulu cuma diem-diem bae kok setau gue."

"Ya lo pikir gue harus pamer dulu gitu biar lo tau?!" Izroil semakin gregetan. Ditariknya napas panjang, lelaki itu kemudian berbisik pada Ali. "Gue deketin Pita karena gue punya alasan ..."

"... alasannya karena gue suka sama dia," lanjut Izroil seraya menepuk pundak Ali beberapa kali.

Izroil keluar meninggalkan kelas setelah melempar senyum kepada Pita beberapa saat.

Sepeninggalan Izroil, tangan Ali langsung mengepal. Dan hantu perempuan yang sudah lama menyimak pembicaraan ketiga remaja itu pun tersenyum. Tersenyum kecewa lebih tepatnya.

[][][][][][][][][][][][][][][][]

.
.
.
.
.

Maap nih pendek dulu part-nya:(

.
.
.
.

Sampai jumpa diupdate-an selanjutnya❤

𝗜𝗻𝗱𝗶𝗴𝗼 𝗞𝗲𝗿𝗲𝗻 : 𝗜𝗜 [𝗡𝗲𝘄 𝗩𝗲𝗿𝘀𝗶𝗼𝗻] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang