Special Chapter: Tentang Jihoon

1.2K 233 75
                                    

Dengan kedua tangan penuh paper bag belanjaan, Jihoon berjalan dibelakang dua orang yang bergandengan tangan.

Itu adik dan ibunya. Hari ini, Jihoon sedang menemani keduanya berbelanja.

Setidaknya, setelah ini Jihoon harus kembali menghemat karena gajinya yang baru keluar lima hari yang lalu langsung menipis karena adiknya butuh alat peraga dan stetoskop yang total harganya hampir dua puluh juta.

Tidak masalah, karena bagi Jihoon, yang penting adalah harta, tahta, dan adik kesayangannya.

"Udah? Nggak ada yang mau dibeli lagi?" Tanya Jihoon pada adiknya.

Gelengan yakin diberikan adik Jihoon, "Maaf ya, Kak. Mana bulan depan mulai koass," Bisik Adiknya merasa sungkan.

Jihoon tersenyum, "Kamu tinggal sekolah aja yang bener, Jinhee. Nggak usah mikir yang lain-lain," Katanya.

Ibu Jihoon menyenggol lengannya pelan, "Hoon, Kamu masih ada uang, nggak? Mami mau hp baru," Bisiknya pelan.

Jihoon memejamkan matanya rapat. "Mami, bulan lalu kan Jihoon udah kirim hp?" Tanyanya dengan suara tercekat.

"Ya udah nggak usah. Emang cuma kamu yang kalau ngasi orangtua diungkit-ungkit terus, padahal kan suksesnya kamu juga karena do'a nya Mami," Cecar Ibu Jihoon.

Ah! Lagi-lagi kalimat itu!

Persetan dengan do'a Ibu. Jihoon sudah lelah mendengar pembenaran itu.

Ibunya selalu begitu. Apalagi sejak Jihoon mulai bekerja lima tahun lalu.

Ayah Jihoon meninggal tujuh tahun lalu, saat Jihoon masih berada di bangku kuliah. Setelah itu, Ibunya seperti seorang kesetanan pergi ke pontianak untuk pergi berpacaran dengan puluhan laki-laki dengan harta melimpah.

Entah lebih pas disebut bencana atau berkah. Yang jelas, dari uang pacaran itu, Jihoon mampu menyelesaikan kuliahnya dengan tentram.

Namun setelah pergi ke jakarta untuk bekerja, disanalah Ibunya mulai menjadi seseorang yang Jihoon tidak kenali.

Tiap bulan, Jihoon harus membayar tagihan hutang ibunya yang entah digunakan untuk apa. Pasalnya, adiknya tidak dirawat dengan baik meskipun alasan ibunya memiliki banyak hutang adalah "untuk memenuhi kebutuhan primer Jinhee yang sekolah kedokteran"

Adik Jihoon terus mengalami penurunan berat badan drastis tiap keduanya bertemu. Kata salah satu sepupu Jihoon yang kebetulan rumahnya disebelah rumah Ibu Jihoon, adik Jihoon memiliki pekerjaan sampingan sejak semester dua, sampai sekarang di semester tujuh.

Sering sekali Jihoon mengirimi adiknya uang secara sembunyi-sembunyi, namun ujung-ujungnya, adiknya tetap memakai pakaian yang lusuh, serta badan ringkihnya makin terlihat seperti seorang busung lapar.

"Kalau nggak mau beliin hp, Mami minta baju aja deh, Hoon. Mumpung lagi di depannya zara," Ucap Ibunya membuyarkan lamunan Jihoon.

Melihat wanita paruh baya itu memakai one piece diatas lutut dilapisi jaket jeans, juga sebuah tas selempang kecil keluaran prada dan high heels desainer Giuseppe Zanotti membuat Jihoon makin tak habis pikir.

Apa benar seseorang disampingnya ini adalah Ibunya dan Jinhee?

Bahkan, kini Jinhee memakai setelan usang yang Jihoon yakin jika dijumlahkan total harganya tidak sampai separuh harga sepatu ibunya.

"Uang Jihoon habis, Mi. Belum besok bayar cicilan mobil sama hutang." Jawab Jihoon sekenanya.

"Ck! Kamu sih beli stetoskop aja milihnya yang belasan juta!" Tuding Ibunya pada Jinhee.

Sebagian Celah (Jaesahi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang