Bagian 36

3 1 0
                                    

Saat sedang mengobrol dengan Midoriya, tiba-tiba, "OI MIDORIYA!!!" Teriak Denki dan Mineta bersamaan, "Apa yang sudah kau lakukan?! Padahal waktu itu kami sedang berjuang mati-matian!" Omel Mineta, "Bahkan dalam ujian, kamu berani menyalakan api masa muda, ya?!" Tambah Denki. Aku memukul mereka berdua dengan palu godam lalu kuhilangkan, "Berisik! Kalian kenapa si?!" Tanyaku, "Midoriya sudah melakukan sesuatu dengan wanita itu!" Kata Mineta menunjuk ke arah salah satu murid Shiketsu, kami berempat melihat ke arahnya, dia menatap kami lalu melambaikan tangan ke arah Midoriya dengan senyuman, "Haaa! Hal seperti itu hanya bisa dilakukan setelah proses pendekatan yang cukup lama dan lancar!" Kata Mineta kesal, "Aku salah menilaimu cecunguk rambut keriting!" Omel Denki, aku biarkan sementara.

"Kalian salah paham, bukan seperti itu yang terjadi! Ini berkaitan dengan quirknya," jelas Midoriya, "Kalian ini, jangan sembarangan menilai orang, apa salahnya kalau Midoriya ingin berhubungan dengan orang lain?" Kataku, "BERHUBUNGAN!!" Teriak Denki dan Mineta makin kesal, "Aku salah biacara ya?" Tanyaku, "Kau.... tidak membantu Hikari-kun," kata Midoriya, aku hanya tertawa canggung. Perempuan itu masih melambaikan tangannya ke Midoriya, "Kalian sudah sejauh mana melakukannya?!" Tanya Mineta mengguncang tubuh Midoriya dibantu Denki.

Tiba-tiba murid-murid dari Shiketsu menghampiri kami, lebih tepatnya Bakugo. "Bakugo? Apa laki-laki bernama Shishikura mendatangimu?" Tanya orang dengan rambut di sekujur tubuhnya, "Ya, aku menumbangkannya," jawab Bakugo, "Sudah kuduga, aku sudah menduga dia akan bertindak kurang ajar, pasti dia tidak sopankan?" Tanyanya lagi, "dia itu sering memaksakan pandangannya pada orang lain, mungkin dia lepas kendali saat melihatmu yang jadi terkenal," lanjutnya, "aku ingin menjalin hubungan baik dengan UA, mohon maaf ya," katanya mengakhiri kalimatnya. Astaga.... rambutnya pasti halus.... aku mau mengusapnya.... batinku, aku sampai melamun memikirkan bagaimana rasanya rambut itu, "Hi..  ka.... ri.... kun..." panggil Midoriya yang sedang digoyang-goyang Denki, "Baiklah," aku memukul mereka lagi dengan palu godam agar mereka diam.

"Hm? Uraraka?" Kataku menyadarkan Uraraka dari lamunannya, "Tenang saja, Midoriya tidak akan direbut," kataku, "Eh! bu-bu-bu-bukan be-be-begitu!" katanya salah tingkah, aku tertawa, "Kau itu punya daya tarik sendiri ya, Midoriya," kataku, dia juga jadi salah tingkah.

Tiba-tiba alarm berbunyi. "Penjahat sudah memulai serangan teroris berskala besar, semuanya terjadi di kota X, karena robohnya gedung-gedung banyak warga yang terluka," narasi ujian, "He... ada narasi segala," kataku. Seperti tadi, atap dan tembok ruangan terbuka. "Karena jalanan rusak berat, kelompok penyelamat pertama mengalami keterlambatan, sebelum mereka tiba, pahlawan yang berada di lokasi akan melakukan penyelamatan," lanjut narasi, bel berbunyi, tanda ujian dimulai.

Kami langsung menyebar mencari korban, aku mengikuti Midoriya.  "Untuk sekarang, kita pergi ke tempat pemungkiman, sebisa mungkin kita bergerak dalam tim," usul Iida. "Meski simulasi, ini terlalu nyata kan?" Kataku.

Midoriya berhenti, "Ada apa Midoriya?" Tanya Iida, aku mengendus, "Bau darah dan suara tangisan, ada korban di sana," kataku menunjuk ke arah pandangan Midoriya, kami berlari kesana. Benar saja, ada anak kecil menangis dan kepalanya berdarah, "Tolong.... kakekku terhimpit," kata anak itu, "Bahaya, di mana?" Tanya Midoriya, "Apa-apaan itu? Pengurangan poin!" Kata anak itu, sontak saja kami kaget mendengarnya, "Pertama-tama pastikan bisa atau tidaknya aku berjalan! Pernafasanku juga tidak teraturkan?! Selain itu kepalaku juga mengalami pendarahan hebat," omelnya, Ada ya, penyelamat diomeli korban.... pikirku.

"Jangan hanya melakukan penyelamatan dan pertolongan, menjelang pemadam kebakaran dan polisi tiba, kalian harus menggantikan tugas mereka agar saat mereka tiba, pengalihan tugasnya bisa lebih lancar," jelasnya. Midoriya tiba-tiba menampar wajahnya sendiri, "Tenang saja!" Kata Midoriya, anak itu langsung menangis lagi, "Jangan khawatir, kami akan menyelamatkannya," kata Midoriya, "aku akan membawa anak ini ke pos pertolongan pertama, kalian pergilah duluan," lanjutnya, kami berlari kembali meninggalkan Midoriya.

Kami melihat, anak-anak sekolah lain sudah mulai bertindak menolong korban. "Semuanya, kita juga harus bergerak cepat, dia masih sadar, seorang kakek tua," kata Yaoyorozu, "Aku akan menyingkirkan reruntuhannya," kata Uraraka, "Tunggu Uraraka," cegahku, "jangan langsung menerbangkannya," kataku, "Hikari-san benar," kata Yaoyorozu, "lihat sekelilingmu, sebuah bangunan runtuh di samping bongkahan dinding ini bisa saja sewaktu-waktu jadi tak seimbang, keseimbangan itu akan hilang kalau kita memindahkannya tanpa perhitungan," jelas Yaoyorozu, "Begitu ya," kata Uraraka mengerti.

"Kita gunakan alat bantu untuk menyeimbangkan dindingnya," kata Yaoyorozu sambil menciptakan batangan besi besar, "Hikari-san, buat ilusi untuk menghibur kakek itu agar dia tenang!" Perintah Yaoyorozu, "Aku mengerti," aku mengambil fluteku dan mulai memainkan fluteku. Berhubung dia seorang kakek, aku membuat ilusi yang membangkitkan memori bahagianya, entah apa yang dia lihat, tapi dia terlihat tenang. "Baiklah Hikari-san, kau boleh berhenti," kata Yoyorozu setelah berhasil mengeluarkan kakek itu. "Hikari-san bawa kakek ini ke pos pertolongan pertama," perintah Yaoyorozu, "oh, sepertinya kau tetap di sana saja, quirk mu cocok untuk membuat mereka agak tenang," lanjutnya, "Ok," aku menggendong kakek itu, "pegangan ya kek," aku mulai berlari perlahan agar kakek itu tidak terlalu terguncang.

Aku sampai di pos pertolongan, aku juga melihat Midoriya. "Hikari-kun!" Panggil Midoriya, aku menghampiri Midoriya setelah meyerahkan kakek itu ke salah satu regu penolong. Aku mengeluarkan fluteku fan mulai memainkannya lagi. Aku membuat siapapun mendengarnya akan melihat kebahagiaan versi mereka, sepertinya berhasil wajah mereka sudah tidak tegang, terutama anak-anak. "He... kau memang cocok seperti dalam hal ini ya, Hikari-kun," puji Midoriya.

Tiba-tiba muncul ledakan di sisi arena, aku berhenti bermain untuk melihatnya. Ternyata bukan hanya di satu tempat, tapi dimana-mana, "Tunggu, ini serangan teroris kan?" Tanyaku, "Hah! Itu artinya..." kata Midoriya mengerti maksudku. "Kita harus menggeser pos nya!" kataku pada salah satu murid, "Hey lihat!" Teriak salah satu orang. Aku terkejut melihatnya, "Gang Orca?!" Kataku dan Midoriya terkejut, "Ini tidak bagus," lanjutku, "Hikari-kun, jangan bikin para korban tambah panik," kata Midoriya, aku mengangguk.

Para antek Gang Orca mulai bergerak. "Midoriya," Midoriya menoleh ke arahku, "Tendang ini," aku mengambil bom-bom asapku, dia mengangguk. Aku melemparkan satu persatu bom asapku dan Midoriya menendangnya ke arah para penjahat. Bom asap ini lain dari biasanya, asapnya lebih pekat dan lebih luas radiusnya, "Cepat pindahkan posnya, asapnya tidak akan bertahan lama!" kataku, murid-murid lain mulai memindahkan orang-orang dari pos itu menuju lokasi pos yang baru. Saat bom asapku habis, aku dan Midoriya membantu memindahkan pos pertolongan pertama. "Aku akan membantu," kata anak bernama Shindo yang tadi bertemu, "Shindo-san?" Kataku. Shindo mendekati asapku lalu menggunakan quirknya, mereka makin terhambat karena tanahnya yang bergetar.

Hikari (Boku No Hero Academia OC Story) (Slow Up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang