warning: adegan dewasa hehe, talk about sexual stuffs
***
Meski nggak pernah curhat di grup Pejantan Tangguh maupun curhat kesana-kemari, sesungguhnya sebelum Wuje lahir, Jenar juga sempat galau memikirkan nama apa kiranya yang akan dia berikan pada anaknya.
Sekalipun kata Shakespeare, apalah arti sebuah nama, tetapi buat Jenar, nama itu doa. Harapan yang dia sematkan pada anaknya. Sesuatu yang baik, yang Jenar harap bisa melekat pada si anak sejak awal dia tiba di dunia sampai nanti, hingga akhir hayatnya tiba.
Tadinya, Jenar berpikir dia masih punya banyak waktu. Soalnya, sembilan bulan itu kayaknya waktu yang lama. Tapi setelah dijalani, ternyata waktu bisa berlalu tanpa terasa. Dia baru tersadar ketika suatu malam, dua bulan sebelum Wuje lahir, Rei tau-tau bertanya.
"Je, kita nggak akan namain Wuje beneran dengan 'Wuje' kan?"
Sejak memasuki awal trimester kedua kehamilan, Jenar punya posisi cuddling favorit baru. Jika biasanya dia membiarkan Rei membenamkan wajah ke dadanya sementara satu lengan Jenar berada di punggung perempuan itu untuk memastikannya tetap dekat, pada trimester kedua hingga ketiga kehamilan, mereka lebih sering cuddling dalam posisi spooning.
Siapa yang jadi big spoon? Jelas Jenar.
"Kalau lo yang jadi big spoon, rasanya gue bukan kayak dipeluk, tapi kayak lagi pake carrier buat naik gunung." Jenar bergurau, yang bikin Rei merengut.
Dalam posisi spooning, orang yang berperan sebagai big spoon akan memeluk pasangannya dari belakang, sementara mereka berbaring menyamping di atas kasur.
Kata-kata Jenar soal carrier buat naik gunung nggak bisa dibilang salah juga, karena mereka berdua tuh punya selisih tinggi yang lumayan—Jenar lebih tinggi setidaknya dua puluh senti daripada istrinya dan sudah pasti, punya bahu yang lebih lebar kalau dibandingkan sama Rei.
"Jeje, lo dengar gue nggak sih?"
Jenar tersadar ketika Rei kembali bertanya. Dia menghela napas, menurunkan tangannya yang ada di pinggang Rei ke perut yang membuncit. Ini sudah malam. Kayaknya, si bayi sudah tidur, soalnya gerakannya nggak aktif banget kayak waktu siang.
"Kayaknya dia bakal ngata-ngatain kita di medsos kalau udah gede nanti seandainya beneran kita kasih dia nama Wuje di akte."
Rei tertawa. Suaranya manis, bikin Jenar kepingin meminta perempuan itu berbalik agar dia bisa melihat ekspresi wajah Rei yang lagi tertawa. Tapi Jenar nggak melakukannya, justru merunduk dan bernapas di antara rambut Rei.
"Terus dikasih nama apa?"
"Kok tanya gue?"
"Kan lo bapaknya."
"Kan lo ibunya."
Rei menghela napas. "Kasih nama Lucas aja yuk."
Alis Jenar terangkat, kaget karena dia justru connectnya ke salah satu Injil Sinoptik. "Lo kerasukan apa, tiba-tiba jadi alim begini?"
"Ih, bukan Lukas yang itu! Lucas, pake C!"
"Iya, kenapa tiba-tiba Lucas?"
"Soalnya akhir-akhir ini gue lagi rajin nonton Netflix, terus nemu aktor namanya Lucas Bravo. Cakep banget, Je. Kali aja, si bayi keluar-keluar mirip Lucas Bravo. Hehe."
"Mana ada?!" Jenar sewot. "Dia anak gue, bukan anak Lucas Bravo!"
"Iya sih. Huf, sayang banget ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Bunch of Daddy ✅
General FictionA Bunch of Daddy - Completed "Mama tau nggak, kenapa motor Mio itu nggak manis?" "Pa, jangan mulai deh..." "Jawab aja, Ma, tau apa nggak?" "Nggak..." "Karena kalau manis... namanya motor Milo. Hehehe."