"Mau makan apa?"
"Terserah Om."
"Kamu bakal terus-terusan panggil saya Om ya?"
"Kan emang udah om-om toh?"
"Saya bukan om kamu."
"Terus om mau saya panggil apa? Bapak?"
"SAYA BUKAN BAPAK KAMU!!"
"Om nge-gas terus, ati-ati darah tingginya kambuh."
"Saya nggak punya darah tinggi."
"Coba abis ini cek, siapa tau sebenarnya punya." Ryza tertawa. "Serius, Om. Kita mau makan apa?"
"Yang laper kamu, kan?"
"Emang Om Wirya nggak?"
"Dikit doang."
"Sama aja, laper juga."
"Ini kalau kita debat kayak gini—"
"—kayak orang pacaran yah? Biasanya kan orang pacaran yang suka debat nggak jelas kayak gini. Hehe."
"—bukan! Kalau kita debat kayak gini, kita nggak akan makan!" Wirya sewot, tapi terus matanya menyipit. "Anak jaman sekarang bahaya banget."
"Bahaya banget gimana?"
"Kamu kepikiran pacaran sama om-om?"
"Lah, bukannya tadi om nggak terima disebut om-om?!"
Wirya geleng-geleng kepala.
"Jadi mau makan apa?"
"Yang menurut Om Wirya enak tuh apa?"
"Seafood? Saya tau restoran seafood enak yang nggak jauh dari sini."
"Mau sih—"
"Kok pake 'sih'?"
"Saya alergi udang sama kerang, Om."
"Oke, nggak bisa seafood berarti." Wirya menghela napas, terlihat sekali sedang berpikir, terus dia ganti memberikan alternatif lain. "Kalau makanan India gitu, mau?"
"Terlalu berempah, Om. Saya gampang mual kalau makan makanan yang rasanya terlalu tajam gitu."
"Berarti kamu nggak doyan masakan Padang?"
Ryza menggeleng sambil meringis. "Nggak, Om."
"Kata saya, kamu aneh."
"Ngejar cowok virtual saya jauh-jauh sampai kesini aja udah aneh, Om. Soal nggak doyan masakan Padang mah sepele."
Waduh, benar juga.
"Berarti kamu sadar kelakuan kamu ngejar cowok kamu sampai ke negara orang sini tuh aneh ya?"
"Iya, Om."
Wirya mengembuskan napas lega.
"KENAPA MUKANYA KELIHATAN LEGA?!"
"Berarti kamu orang kurang waras yang sadar kalau dirinya kurang waras. Puji Tuhan banget."
"Daripada nggak waras tapi ngotot waras." Ryza menukas. "Saya mah simple banget orangnya. Saya sayang, ya saya bilang sayang. Kayak gimana saya ke cowok saya, walaupun hubungan kita tuh cuma sebatas percintaan virtual—"
Wirya sampai batuk-batuk gara-gara pemilihan kata yang dipakai sama Ryza.
Ryza mengabaikan respon Wirya. "Cuma ya itu, saya pengen dapet kepastian aja, Om. Saya yakin dia belum meninggal. Kalaupun dia meninggal, saya cukup dikirimin kuburan bertanda nisan yang ada tulisan namanya, atau guci abunya, kalau dia dikremasi. Tapi kan sodaranya itu nggak sanggup ngasih. Jadi saya yakin dia masih hidup, terus—"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Bunch of Daddy ✅
General FictionA Bunch of Daddy - Completed "Mama tau nggak, kenapa motor Mio itu nggak manis?" "Pa, jangan mulai deh..." "Jawab aja, Ma, tau apa nggak?" "Nggak..." "Karena kalau manis... namanya motor Milo. Hehehe."