Sierra lagi berendam dalam bathtub penuh busa sabun sambil menonton siaran ulang episode Friends favorit lewat televisi yang melekat di dinding kamar mandinya ketika dia mendengar suara denting khas dari pintu depan yang terbuka, disusul bunyi langkah yang berat. Samar, tapi masih bisa dia dengar. Sontak, perempuan itu mengangkat alis.
"Alfa?" Sierra memanggil, tapi nggak ada jawaban.
Perempuan itu berdecak, baru berniat beranjak dari bathtub buat mengambil bathrobe dan ponselnya di meja marmer samping wastafel ketika pintu kamar mandinya dibuka.
Alfa berdiri di sana, terlihat lelah, juga agak marah.
Sierra batal bangun, lanjut duduk seraya meluruskan kakinya di bawah garis permukaan air. "Udah pulang?"
"Jelas, kan aku udah di rumah."
Sierra tertawa, meraih gelas berisi wine yang diletakkannya pada tempat di pojok kanan bathtub. Alfa mendekat, lantas duduk begitu saja di samping bathtub tempat Sierra berendam. Sierra membiarkannya. Mereka telah menyandang status sebagai suami-istri selama hampir lima tahun, jadi melihat satu sama lain telanjang bukan sesuatu yang baru.
Lagipula, Sierra nggak bisa dibilang sepenuhnya telanjang dong, kan ada busa-busa sabun yang secara tak langsung, menyensor bagian-bagian pribadi tubuhnya biar tak terlalu kelihatan.
"Kalau marah sama pacar kamu, jangan dilampiasin ke aku."
Alfa mengembuskan napas panjang, kemudian meraih gelas wine dari tangan Sierra. Dia menyesap isinya. "Ini yang kubeliin waktu itu?"
"Yang mana lagi?"
"Suka nggak?"
"Sejak kapan apa yang aku suka atau nggak suka jadi penting buat kamu?" Sierra memiringkan wajah. "Kenapa sih? Aku kira kamu nggak akan pulang sampai besok pagi."
"Gitu."
"Gitu gimana?"
"Berantem."
"Tumben. I thought you waited for days to go out with her?"
"Emang. Dia yang tiba-tiba mulai ngajak berantem."
"Dia bukan orang gila, Alfa. I doubt dia ngajak kamu berantem mendadak. Apa-apa tuh pasti ada sebabnya."
"Tadinya, dia mau makan udon."
"Terus?"
"Tempat makan udonnya rame. Terus ini kan malam Minggu. Aku takut aja ketemu temanku di sana, soalnya banyak dari teman-temanku yang kalo kuperhatiin, suka nongkrong makan udon di sana. Jadinya kita ke restoran katsu."
"Restoran katsu yang favoritku itu?"
Alfa mengangguk.
"Dia tau nggak, kalau kamu tau makanan di sana enak dari aku?"
"Nggak."
"Tapi mungkin instingnya ngerasa. Soalnya dia bete." Sierra terkekeh. "Lalu?"
"Nggak tau deh, bisa jadi, mood dia emang udah buruk. Terus ketambahan buruk karena nggak makan udon. Atau aku juga salah meresponnya." Alfa mengedikkan bahu. "Dia bilang dia capek hidup begini. Dia membandingkan dirinya sama kamu. She asked me, apakah aku peduli atau nggak sama perasaan dia. Coba kamu pikir ya, kalau aku nggak peduli sama dia, aku nggak akan stay bertahun-tahun sama dia?"
"Kalau aku jadi dia, sudah dari lama aku buang kamu."
"Sierra—"
"Wait. Jari-jariku udah pada keriput." Sierra memotong seraya bangun dari bathtub. Sisa-sisa busa sabun melekati tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Bunch of Daddy ✅
Ficción GeneralA Bunch of Daddy - Completed "Mama tau nggak, kenapa motor Mio itu nggak manis?" "Pa, jangan mulai deh..." "Jawab aja, Ma, tau apa nggak?" "Nggak..." "Karena kalau manis... namanya motor Milo. Hehehe."