note: bagian special dianggap sebagai bagian 'terpisah' dan tidak dipengaruhi oleh plot cerita ABoD yang saat ini sedang berjalan. ini adalah bagian terakhir dari bagian special 17-an. setelah ini, cerita akan kembali ke plot. thankyou.
***
Sempat hening sejenak, soalnya jujur banget, para bapak-bapak tuh nggak expect kalau mereka bakal disuruh main futsal pakai daster. Apalagi Jenar. Duh, seumur-umur, lihat istrinya pakai daster di rumah aja paling cuma sekali-dua kali, itu juga pas lagi hamil si bayi.
Nah ini macam mana pula dia disuruh pakai daster, terus nantinya bakal mesti ngejar-ngejar bola?!
Kesunyian itu baru pecah oleh suara tawa keras Rei.
Tawa perempuan itu puas banget, betulan ngakak yang literally ngakak, sampai-sampai semua yang ada di halaman belakangnya pada menengok ke arahnya.
Gimana ya, dari jaman kuliah, Rei ini memang tipikal orang yang terkesan stoic. Kalau belum kenal, dinginnya kayak gunung es Kutub Utara. Kadang, ditambah sentuhan awkward. Kalau sudah kenal, baru kelihatan begonya dikit.
Tapi nggak pernah sekalipun teman-temannya lihat dia tertawa sekeras itu, sampai-sampai megangin perut segala. Selama ini, Rei kalau ketawa ya ketawa aja. Apalagi pas udah jadi ibu, kadang sebatas senyum lembut doang.
Satu-satunya orang yang nggak kaget cuma Jenar sama Wuje—wajar sih, soalnya ya, bertahun-tahun mereka bareng, dari mulai pacaran hingga nikah dan ngegedein Wuje bareng, Jenar sudah cukup sering lihat Rei tertawa keras.
Lagipula, Jenar sama Wuje juga kan satu dari sedikit orang di muka Bumi ini yang bisa bikin Rei tertawa sekeras itu.
Hehe.
"Regina!!" Jenar malah manyun, protes dengan mulut mengerucut, maju lima senti.
Rei masih saja ngakak.
"Regina—udah dong ngetawain akunya!!"
"Nar, itu bini lo coba dikasih minum air doa, takutnya kesurupan..." Yuta menyela, mukanya kelihatan parno banget.
"Mana sini air putih, biar gue bacain Ayat Kursi!" Yumna mendukung suaminya.
"Heh, emangnya istri gue nggak boleh ketawa?! Enak aja lo bilang kesurupan!" Jenar jadi dongkol. "Terus nggak usah gaya-gayaan mau bikin air doa! Air suci kita beda jenis!"
"Oh ya, benar juga..."
Lanang sempat takjub, terus nyengir. "Jujur banget nih, Bang, kalau dipikir-pikir, gue belum pernah lihat Kak Reggy ngakak. Ternyata—"
"Ternyata apa?!" Jenar memotong diikuti delikan galak.
"Cantik. Muehehe." Lanang cengengesan, namun cengiran kudanya kontan hilang ketika dia menyadari tatapan mata Delta serasa ingin membakar lubang di punggungnya. "Tapi sudah pasti, cantikkan bini gue tercinta dong, siapa lagi kalau bukan ibu dari anak-anak gue, the one and only Delta-nya lelaki jawa yang pure blood wanita jawa!!"
Lanang sempat rada panik sih.
Untungnya, ada banyak kamera yang menyala, jadi kemungkinan dia dicabik-cabik di tempat bisa diminimalisir.
Rei menghabiskan dulu stok tawanya, baru menyahut sambil menyeka sedikit air mata yang sempat keluar. "Maaf, Je. Tapi sumpah, aku bayangin kamu pake daster tuh... wah, kacau sih!!"
"NANG!!" Jenar berpaling ke Lanang. "Harus banget apa pakai daster?"
"Udah ketentuannya begitu, Bang. Lagian, harus unik dong! Namanya aja lomba 17 Agustus-an!" Lanang membalas.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Bunch of Daddy ✅
Fiksi UmumA Bunch of Daddy - Completed "Mama tau nggak, kenapa motor Mio itu nggak manis?" "Pa, jangan mulai deh..." "Jawab aja, Ma, tau apa nggak?" "Nggak..." "Karena kalau manis... namanya motor Milo. Hehehe."