Apa yang Yuta lakukan?
Maunya menjerit, tapi jangankan bersuara, buka mulut saja dia nggak bisa. Sekujur tubuhnya lemas mendadak, macam baru lari marathon mengelilingi GBK setidaknya lima belas kali putaran. Perempuan berwajah pucat dengan gaun putih lusuh itu masih terduduk di atas lemari yang kosong, matanya menatap jahil pada Yuta yang dengan susah-payah, mencoba turun dari ranjang.
Rasanya, lutut Yuta seperti sudah berubah jadi jelly. Dia mencoba berdiri, tapi kedua kakinya tremor parah. Jadilah, dia merangkak menuju pintu, yang bikin makhluk ghaib di atas lemari justru tertawa centil nan keras.
Suaranya?
Nggak usah ditanya, jauh lebih menyeramkan daripada suara kuntilanak mana pun dalam film-film horor yang pernah Yuta tonton.
Yuta mencoba komat-kamit baca doa, tapi baru juga membisikkan "audzubillah", dia tiba-tiba saja bingung sendiri.
Ini kan setannya tinggal di rumah Jenar ya... nah, kalau begitu, kira-kira nih setan mempannya didoain secara Islam atau secara Kristen?
Yuta jadi ragu, dan otomatis, itu bikin dia batal baca doa dan malah melamun.
"Kok nggak jadi baca doa, sih?" mbak-mbak yang sekarang menggoyang-goyangkan bagian bawah pakaiannya sambil masih duduk di atas lemari akhirnya bertanya.
Yuta melotot, terus batuk-batuk. Badannya masih gemetar. Takut-takut, dengan suara yang dia paksa agar bisa keluar, Yuta membalas dalam nada yang bergoyang nan penuh cengkok kayak penyanyi dangdut yang lagi kedinginan. "Kamu mempannya dibacain doa Bapa Kami atau Ayat Kursi?"
"Emang tau doa Bapa Kami?"
"Nggak..."
Perempuan pucat itu tertawa nyaring, bikin bulu kuduk Yuta seketika merinding. Terus, layaknya kecoak yang nggak puas menyiksa manusia di dekatnya hanya dengan muncul tiba-tiba, perempuan itu merentangkan kedua tangannya. Baju lebar banget, kayak kain gorden yang dijadikan dress. Dia jadi tampak seperti kelelawar. Yuta tercekat, hampir lupa bernapas saat sosok perempuan pucat tersebut mulai terbang ke arahnya.
Yuta kontan menjerit. Instingnya untuk survive sebagai manusia tiba-tiba saja bekerja. Lelaki itu cepat-cepat bergerak menuju pintu, lantas meraih kenopnya dan berlari tunggang-langgang keluar. Lututnya masih lemas dan sekujur badannya tremor berat, makanya nggak heran jika Yuta sampai jatuh-bangun dalam usahanya mencapai ruang tamu.
Untungnya, si hantu perempuan pucat yang Yuta duga kuat sebagai kuntilanak nggak tampak lagi. Hantu tersebut nggak mengikutinya. Jantung Yuta masih berdebar kencang saat dia menyandarkan punggung di belakang sofa ruang tamu Jenar. Napasnya terengah. Dia masih berusaha menenangkan diri ketika ruang tamu yang tadinya gelap tiba-tiba terang benderang sebab lampu yang dinyalakan mendadak.
"AMPUN!!! GUE JANJI NGGAK MAIN CRYPTO LAGI!! JANGAN GANGGU GUE!! PLIS!! GUE MAU PULANG!! HUHU... GUE MAU PULANG!!" Yuta berteriak heboh seraya membenamkan wajahnya di atas kedua lututnya yang dia tekuk, membuat Rei yang barusan menekan saklar lampu ruang tamu ikut-ikutan terkaget-kaget di tempatnya berdiri.
Sebenarnya cukup wajar kalau reaksi Yuta seheboh itu. Rei tengah mengenakan setelan tidur dari bahan satin yang berwarna putih. Rambut panjangnya yang biasa diikat separuh atau messy bun dibiarkan tergerai saja, bikin dia jadi mirip dengan hantu perempuan yang tadi Yuta lihat—walau tentu saja, Rei nggak sepucat hantu yang tadi.
Rei memegang bagian depan pakaiannya, merasa jantungnya nyaris copot. "Yuta?"
Yuta yang masih meringkuk mengangkat wajah takut-takut. Dia mengerjapkan matanya berkali-kali. Setelah yakin kalau yang berdiri di depannya itu Rei, rasanya Yuta ingin menangis kencang-kencang dan memeluk Rei—yang mana untungnya, nggak dia lakukan, sebab sejenak kemudian, Jenar muncul dari arah dapur sembari memegang mangkuk berisi koko krunch yang terendam susu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Bunch of Daddy ✅
General FictionA Bunch of Daddy - Completed "Mama tau nggak, kenapa motor Mio itu nggak manis?" "Pa, jangan mulai deh..." "Jawab aja, Ma, tau apa nggak?" "Nggak..." "Karena kalau manis... namanya motor Milo. Hehehe."