18. Mengikat Janji Tanpa Disadari

197 25 6
                                    

Happy Reading!

Tidak terhitung berapa sekon lamanya gadis itu mematung, diatas rok abunya, Caca biarkan ponselnya menyala dan tergeletak begitu saja. Layar ponsel dengan ikon pause itu menandakan bahwa sang pemilik tengah menonton, namun belum menuntaskannya hingga akhir.

Sebab, ia tidak akan menontonnya hingga akhir.

Tidak akan mau, dan

tidak akan pernah.

Entah sudah berapa kali gadis itu menyadarkan dirinya bahwa yang ia tengah hadapi hanyala sebuah mimpi---mimpi buruk--- karna hal itulah, Caca berharap setelah ia membuka matanya, semua akan kembali pada tempatnya, seperti semula dan sedia kala.

Basah. Serpihan sebening kristal itu meluncur bebas dari pelupuk matanya, mengalir perlahan tanpa tujuan kemana ia akan jatuh nantinya. Gadis itu menggeleng keras, mencoba menyangkal sekali lagi apa yang ia barusan lihat tetaplah sebuah mimpi walau matanya sudah tidak terpejam lagi.

"Gila ya Dista, dibalik covernya yang mulus abis, ternyata ada jiwa par-k, ew."

"Iya anjir, terus tuh ya, gue yakin banget kalau dia bakal di keluarin langsung dari sekolah!"

"Iyalah, siapa yang mau nerima lon- disekolah. Nggak ngotak aja kepala sekolah kalau masih mau mertahanin Dista."

"Tapi gue lebih nggak nyangka sama Kenan sih, parah, parah."

"Gayanya sok kakak kelas idaman, taunya busuk juga. Sampis abis."

"Bener. Tapi gue yakin nih ya, Dista pasti yang ngegoda Ken. Secara nih ya, Ken kan nggak suka cewek gitu lho. Nggak mungkin juga Ken mau kalau nggak di halusin dulu," suara mereka terdengar luas, merambat tanpa batas, diiringi tawa ejek yang mengundang atensi murid lain di kelasnya untuk ikut bergabung, membuat acara gosip itu semakin memanas dan menyenangkan---bagi mereka---

Tak perlu ditanya bagaimana emosi Caca saat ini, gendang telinganya panas tak karuan, sangat terusik namun ia terlalu malas untuk sekedar menegur. Rasanya, ia hanya butuh kehadiran lelaki itu sembari berkata "Mika, apa yang lo lihat dan denger itu nggak bener."

Meski terdengar mustahil, Caca menaruh harap demikian.

Lesu. Caca menidurkan kepalanya diatas meja, gadis itu mengambil ponsel yang tergeletak bebas diatas roknya, log panggilan tidak terjawab memenuhi layar ponselnya. Dan itu semakin membuatnya paranoid, begitupun Dista yang tidak ada kabarnya belakangan ini. Terakhir kali ia berkomunikasi dengan Dista beberapa hari yang lalu, tepatnya saat malam hari, hanya untuk menanyakan tugas sekolah. Ya, tidak lebih dari itu.

Atau justru, ada sesuatu yang ia lewatkan?




***





"Main lo cupu banget ya? Fitnah gue dengan nyebarin vidio sampah kayak gini?" Beku. Nada suara Ken benar-benar beku. Lelaki itu marah, nampak jelas dari sorot matanya yang dingin dan tidak bersahabat.

Ditempat, Leon menatap Ken dengan pandangan bertanya, "lo nggak jelas."

"Hapus vidionya sekarang, atau gue remukin badan lo disini," dari dekat, urat-uratnya begitu kentara dengan rahang yang kian lama semakin mengeras.

AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang