16. Sebuah Sisi yang Tak Bisa Di pahami

204 31 0
                                    


Happy Reading!

[Leon's POV]

---empat hari sebelumnya---


"Kalau lo ngasih pertanyaan yang basi, gue nggak bakal mau jawab," peringat gue sebelum dia mengutarakan niatnya untuk berbicara lebih jauh nantinya. Berbagai praduga sudah terisi di kepala, dan gue sangat yakin bahwa hal yang akan dia bicarakan tidak akan jauh dari persoalan gue dan Radista.

Gue terlampau sadar untuk berkata bahwa yang gue lakukan itu benar dan wajar, gue lebih dari sekedar tahu kalau gue salah, gue brengsek, gue bajingan dan yang lebih membuat gue marah pada diri gue sendiri adalah fakta kalau Azalea kecewa sama gue. Walau pertemuan kami hanya sekedar bayangan.

Ya, bayangan yang begitu nyata.

"Gue cuman mau bilang, keluarin sisi lo nanti sebagai laki-laki. Suka atau nggak suka, lo harus."

Gue menoleh, cukup terkejut dengan penuturan cowok yang tak jauh dari tempat gue duduk. Tidak ingin larut dalam keterkejutan, detik berikutnya, gue langsung memasang wajah seperti biasa, lalu menatapnya balik dengan tatapan beku.

"Sori aja nih, nggak paham gue sama omongan lo."

"Nggak usah pura-pura bego. Bego lo kurang natural soalnya," dia terkekeh ringan, menatap gue remeh.

Gue mendesau, "yang jelas kalau ngomong."

"Apa lo mau bertanggung jawab semisal," dia memberi jeda, air mukanya terlihat gusar "Dista mengandung anak lo?"

Nafas gue tercekat untuk beberapa saat, demi apapun, gue tidak pernah terbayang sampai sana. Gue menjambak rambut frustasi, menatap cowok disebrang sana dengan perasaan yang bergemuruh hebat.

"Gue, gue nggak tahu," ujar gue lalu.

Dia menghela nafas, air mukanya yang gusar tidak berlarut lama. "Terpenting, jangan buat dia hilang."

Alis gue menyatu, kali ini gue benar-benar dibuat bingung dengan perkataannya. Niat bertanya gue urung saat dia melanjutkan kalimatnya,

"Mungkin, lo belum paham rasanya. Saat lo udah menjanjikan sesuatu, tapi lo belum bisa memenuhinya karna seseorang yang udah lo beri janji udah pergi lebih dulu. Dan karna hal itu, menjadi hutang tersendiri buat gue sampai sekarang asal lo tahu."

Sekarang, dibalik wajah datar itu terjabar lelah yang tidak bisa didefinisikan. Lagi dan lagi, gue hanya bisa menghela nafas. Tidak ingin harga diri gue jatuh, gue langsung menimpali kalimatnya dengan sangsi.

"Ya itu mah salah lo, nggak ada hubungannya sama gue. Dan gue heran, hubungan lo sama dia itu sepenting apa emangnya? Sampe lo ribet ngurusin hidup dia."

"Terus, lo siapa emangnya? Lo cuma orang asing yang cuma kasih dia sial."

Gue tersenyum pahit, "I know."

"Lo tahu, tapi nggak tahu. Balik aja lah gue," dia membuang nafas, kemudian punggung yang bersandar itu kembali tegap untuk pergi melangkah. Dengan gerakan gesit gue kembali memanggilnya untuk tetap di tempat. Akhirnya ia berbalik.

Gue sadar, gue butuh dia untuk melindungi Dista.

"Udah nggak minat gue ngomong sama lo," mendengar penuturannya, gue sedikit mendelik.

AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang