37 ¤ Good bye! ¤

46 6 34
                                    

Happy reading, and enjoy this part.

Raras merasakan kepalanya sakit, entah ada dimana dirinya sekarang. Dia tidak peduli, bau anyir darah berhasil memasuki indera penciumannya. Raras terus berjalan keluar mengikuti dari mana bau amis dan anyir ini berasal. Kini dirinya berada di depan sebuah pintu kayu, pintu itu tidak dikunci sama sekali, hanya terbuka sedikit celah dan itu memudahkan dirinya untuk masuk kedalam.

Krieet...

Raras masuk kedalam, namun gelap. Entah ini malam ataupun siang dia bahkan tidak mengetahuinya, kakinya merasakan sesuatu yang kental kini telah dia injak. Rasa penasaran telah membangkitkan Raras, dirinya ikut jongkok kebawah dan mencolek sesuatu itu dengan jari manisnya.

Bau amis, anyir sangat menyengat saat Raras mencoba untuk mencium sesuatu yang dia colek tadi. Keningnya mengerut ketika mengetahui apa yang tadi dia cium.

Darah, benar. Ini darah segar. Selama perjalanan dari pintu menuju masuk kedalam ternyata Raras berjalan diatas lantai yang sudah penuh dengan darah segar. Sebisa mungkin Raras menahan diri untuk tidak mengeluarkan isi perutnya, ini sangat menjijikkan.

Tiba-tiba lampu dinyalakan, Raras terkejut sekaligus kaget ketika melihat banyak mayat yang tergeletak tepat dihadapannya. Air mata langsung mengalir deras membanjiri pipi Raras. Tidak ini tidak mungkin, Raras pasti sedang bermimpi sekarang.

"ARGHHHHH!" Raras menjerit ketika yang dia lihat sekarang ada mayat teman-temannya.

"Nggak... ini nggak mungkin," ujar Raras sembari mendekatkan dirinya pada mayat yang kini sudah ada di hadapannya. Dia Ziah, dengan wajah pucat dan badan kaku.

"Zi... Ziah, bangun Zi..., ini gue Raras, kita janji bakal sama-sama selamanya kan? Bangun Zi, ayo kita tepatin janji itu," ujar Raras terus mengguncangkan tubuh Ziah dengan kasar, lalu memeluknya dengan erat. Setelah itu Raras bangkit dan menghampiri mayat yang berada di sebelah Ziah, mayat gadis cantik Laudya.

"Lau, ini gue Raras. Bangun Lau... gue tau lo anak yang kuat, lo nggak mungkin bakal ninggalin gue, Lau.. ayo bangun," Raras memeluk jenazah Laudya sembari menangis. Tubuhnya sudah lemas, dia tidak sanggup lagi menghampiri semua mayat sahabat nya yang tergeletak itu. Dan Raras mencoba bangkit, menghampiri mayat laki-laki yang kini wajahnya sudah penuh dengan luka, mayatnya penuh dengan darah, ada luka tembak juga di perutnya.

"Vans, Evans! Bangun Vans, ini nggak mungkin, kenapa semuanya pergi, nggak nggak ini pasti mimpi!" Raras menempatkan kepala jenazah Evans tepat di pahanya.

"ARGHHHHH!"

Raras baru saja bangun dari tidurnya, nafasnya memburu, keringat membanjiri wajahnya yang kini sudah penuh dengan perban. Dilihatnya kamar seperti kamar rumah sakit, namun bukan rumah sakit. Raras tahu betul ini dimana, tempatnya masih sama seperti tempat penyekapannya.

Disebelah nya terbaring Davine yang sedang tertidur dengan infus yang menempel di hidungnya. Mereka berdua masih ditempat ini, setelah kejadian Luci yang murka kepada Raras, setelah itu Raras tidak tahu apa yang terjadi.

"Mimpi sialan macem apa itu," batin Raras mencoba menetralkan nafasnya.

Suara langkah kaki mendekat, membuat Raras yang tadinya bangun kini harus pura-pura tidur kembali.

"Coba lo periksa keadaan dia, gue nggak mau sampe kenapa napa sama dua sandraan gue ini," ujar Adit. Raras dapat mendengar jelas suara tersebut.

"Anda harap keluar dahulu," perintah dokter tersebut, Adit mengangguk dan keduanya keluar. Setelah pintu tertutup Raras membuka matanya, dokter tersebut nampak terlihat kaget.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SUNSHINE [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang