03. Mengenal Lebih Dalam

435 60 15
                                    

Ariana memijat lembut pelipisnya. Hari pertama di GHS yang benar-benar gila. Setelah kuis kimia dadakan dari Pak Kifli, lanjut jam kedua ulangan harian fisika mendadak dari Bu Athaya.

Lalu, ada lagi menurut info Karissa, siswi yang selalu update tentang info apa pun itu mengatakan jam ketiga setelah istirahat nanti akan ada kuis matematika wajib.

Mungkin, kalau Ariana tak kuat mental, ia bisa pingsan sekarang juga. Ah, berlebihan.

"Muka lo tertekan amat, Na," ledek Ica diakhiri tawa keras.

"GHS emang sekolah penuh kejutan. Apa-apa mendadak." Ariana tersenyum tertekan. Otaknya masih terasa panas setelah mengerjakan 60 soal fisika rumit.

"Santai, Na, lama-kelamaan lo juga terbiasa," ujar Tasya menenangkan. Ariana hanya mengangguk, lantas membuka satu bungkus permen green tea. Permen yang tak pernah lupa ia bawa ke mana-mana.

"Kantin, kuy!" ajak Ica memecah hening yang mendekam di antara mereka bertiga.

"Gas! Udah konser, nih, cacing perut gue." Ketiganya terkekeh mendengar jawaban Tasya.

"Na, ikutan, yuk. Sekalian kita kenalin tentang sekolah ini," tawar Ica membuat Ariana spontan mengangguk menyetujui.

Lantas, ketiganya berjalan beriringan menuju kantin sekolah yang terletak di lantai dasar, sedangkan kelas 11 IPA 1 terletak di lantai atas. Jadi, mereka terpaksa naik turun tangga hampir setiap hari.

Pandangan Ariana tak lepas menyapu semua objek yang ia temui. Decakan kagum tak pernah tertinggal dari dalam hatinya. Sangat terfasilitasi.

Lantai putih yang bersih berkilau, tempat sampah yang tersusun rapi, dekorasi pohon-pohon mini menambah kesan asri, dan beragam keindahan lainnya.

"Na, liat ke sana, deh," pinta Tasya tiba-tiba. Ariana pun mengikuti arah tunjuk Tasya. "Itu laboratorium komputer umum. Kalau lo masuk ke dalem, ada sekitar 65 komputer aktif di sana, lengkap sama perangkatnya," jelas Tasya.

"Nah, di samping kanannya pas ada ruang mesin AC. Jadi jangan keganggu kalau pas di lab komputer ada suara mesin. Kecil, sih, ruangannya itu, tapi bersih banget." Ica ikut menimpali.

Ariana membuka mulut, terpesona dan merasa begitu kagum. Penataan ruang di GHS memang sangat rapi, tersusun, dan didesain elegan. Sekali lagi, ia benar-benar bersyukur diterima di sekolah ini.

Tiba-tiba, Tasya menyenggol pelan sikunya membuat kepalanya menoleh. "Lo liat ruangan itu, Na? Itu UKS khusus angkatan kelas 11. Peralatan kesehatannya lengkap banget, kamarnya juga nyaman, tapi sayangnya sering dipake bolos sama anak kelas 12."

"Di depan UKS, itu gudang olahraga. Isinya peralatan olahraga, kayak bola, net, raket, dan lain-lain," sambung Ica.

"Nah, tuh, tangganya. Kalau lewat sini lebih deket ke kantin, tapi kalau tangga yang sana lebih deket ke lab komputer cadangan," ujar Tasya.

Ariana mengernyit, ada yang membuatnya bingung dari penjelasan Tasya, "cadangan gimana?"

"Kalau seumpama lab komputer umum lagi ada kerusakan, kita bakal pakai lab komputer cadangan. Isinya cuman 35 komputer, nggak sebanyak di umum," jawab lancar Tasya. Ariana ber-oh ria tanda mengerti.

Lalu, mereka melanjutkan perjalanan. Ariana mengekori langkah dua gadis ini. Genius High School sangat luas, bahkan mau ke kantin saja seolah ia sudah berjalan jauh.

Tapi, Ariana Zhelyna akui, murid GHS rata-rata friendly dan humble. Mungkin inilah faktor yang menyebabkan GHS jarang ada kasus antarmurid.

Padahal, ia belum tau, mereka menyerang secara perlahan dalam diam.

Tanpa sadar, mereka telah sampai di kantin sekolah. Lagi-lagi, entah yang keberapa kali, seorang Ariana Zhelyna berdecak kagum.

Oneiro [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang