06. Pengumuman

350 45 15
                                    

"Na, pulpen lo jatuh," ujar Karissa Dirgantari seraya menyerahkan satu buah pulpen berwarna hijau dan berkarakter kaktus.

"Eh, iya. Thanks, Sa," balas Ana sambil menerima pulpen itu.

Tiba-tiba, bunyi derap sepatu beriringan masuk ke dalam gendang telinga mereka. Refleks, mereka menoleh ke sumber suara.

Ternyata itu berasal dari sepatu para murid-murid yang tengah berlarian ke arah yang sama. Cepat dan berdesakan.

Tanpa perlu ditanyakan lagi, para murid itu pasti sedang berlari menuju papan pengumuman. Hasil paralel test sudah keluar dan ditempel. Secepat itu memang.

"Gue ke sana dulu, ya," pamit Ica lalu berlari mengikuti arah siswa-siswa itu.

"Gue juga," imbuh Tasya, namun tangannya dicekal oleh Ariana. "Lo mau ke mana?" tanya gadis itu.

"Liat hasil paralel test. Kalau lo masih mau ngomong sama Karissa, ntar gue liatin nama lo di sana. Dah, ya, bye!" Lalu ia ngacir secepat mungkin mengejar Ica.

Kini, tinggal dua orang gadis. Ariana Zhelyna dan Karissa Dirgantari. Keduanya saling menatap penuh makna, seolah dua orang yang pernah dekat sebelumnya.

Hening. Tidak ada yang berbicara. Keduanya sibuk pada ruang pikiran masing-masing. Ah, atau bingung bagaimana membuka topiknya.

"Gue seneng waktu tau lo bisa masuk GHS," ucap Karissa mengawali pembicaraan.

Sementara Ariana Zhelyna masih menyelami netra coklat gelap milik Karissa. Berusaha memahami arti dari tatapan gadis itu.

Masih sama seperti dulu.

Tatapan yang tulus dan penuh kasih sayang. Tatapan hangat yang selalu menjadi pencair senyuman Ariana. Tatapan setia yang selalu mampu membuat Ariana tenang.

Lalu, ia melirik kedua bahu Karissa yang terbalut seragam. Bahu itu juga masih sama.

"Makasih buat bahu lo dulu. Bahu itu udah bikin gue kuat sampai sekarang." Tatapan Ariana berubah redup. Senyuman Karissa pun luntur.

"Na, lo-"

"Mereka nggak mau ngurus gue lagi, Sa. Mereka cuman biayain kehidupan gue. Tapi, menurut gue, itu nggak berat untuk mereka yang notebenenya milyader."

"Na ...." Karissa menggantung. Suaranya tersangkut di tenggorokannya. "Lo, ng-"

"I'm fine, Sa," potong Ana cepat. "Gue sekarang tinggal sendiri di apartemen deket sini. Kapan-kapan kalau lo mau dateng, gas aja." Ia tersenyum. Ah, begitu cepat ia mengubah raut wajah itu.

"Tujuan lo gi-"

"Gue tetep berusaha mencapai tujuan gue, Sa. Sampai kapan pun bahkan walaupun mereka tetep nganggap gue udah mati, Sa."

"Na ...." Karissa meneguk ludah. "Lo masih sama dengan Ariana Zhelyna yang dulu gue kenal. Gadis sok kuat yang nutupin semua kesedihannya. Kapan lo bisa tersenyum tulus, Na? Bukan tersenyum palsu."

"Sa," panggil Ariana.

"Iya?"

"Makasih buat semuanya. Buat bahu lo, senyuman lo, genggaman lo tatapan lo, kepedulian lo, dan semua yang lo kasih ke gue. Sekarang gue udah stop self harm, lo seneng, 'kan, dengernya?" Ia terkekeh pelan.

Karissa menatap Ariana penuh arti. Gadis itu dapat menangkap sebuah siratan luka di dalam netra cerah itu. Sebuah luka yang menghancurkan ekspektasi indah seorang Ariana Zhelyna.

"Bahkan gue nggak bisa menghitung seberapa banyak lo ngucapin terima kasih ke gue dari dulu, Na."

"Until whenever I will continue to thank you, Sa."

Oneiro [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang