17. Pesan

221 27 3
                                    

Rasa kasar dari luka sayatan itu seakan masih terus terasa kala memorinya mengingat kejadian itu. Ana kembali melamun, memikirkan rasa kagetnya tentang apa yang baru ia ketahui.

Sebuah fakta yang menyentak kaget dirinya. Seorang Athena Senja Maharani, si penari handal, pelukis mahir, anak orang paling kaya, pintar berprestasi, yang hidupnya tampak bahagia ternyata salah satu pelaku self harming.

Sebagai 'mantan' self harm, Ariana Zhelyna tau betul bagaimana rasanya. Ada kepuasan tersendiri saat ia melukai dirinya sendiri. Tak ada rasa sakit barang sedikit saat melakukannya, karena diiringi oleh kehancuran mental.

"Valid banget, ya, nggak semua orang sebahagia kelihatannya." Ia bermonolog. Sekilas, ada rasa prihatin yang muncul. Rasa iba yang didasari asas kemanusiaan.

"Ngomong sendiri, udah gila, Mbak?" Suara halus yang mengalun lembut dalam indra pendengaran Ana. Tanpa perlu menerka lagi, ia sudah tau betul siapa pemilik suara itu.

"Nyatanya, ada fakta yang bilang orang pinter sering ngomong sendiri," balas Ana seraya menarik satu buku dari impitan buku yang lain.

Pergi duduk ke bangku yang telah disediakan. Tempat ini, termasuk salah satu tempat favoritnya di GHS, meski cenderung sepi.

"Dih, sombong sekali, Mbak."

"Bersombonglah selagi ada hal yang bisa disombongkan."

"Kutipan yang bagus, ya, Mbak Ariana," balas Aldo dengan nada sok memuji seperti host di acara TV.

Lantas, Aldo berdiri di rak yang berada tepat di belakang Ana duduk. Cowok itu melirikkan matanya ke kanan dan kiri, meneliti setiap judul buku dengan cermat.

Tak kunjung menemukan, Aldo beranjak ke rak di sampingnya. Ia kembali meneliti setiap buku, mencari dengan teliti. Berdecak sebal saat buku itu tak kunjung ia temukan.

Tak ingin menyerah, cowok itu pergi ke rak buku yang lain. Kali ini lebih teliti, lebih cermat. Menggeser bola matanya dengan pelan, membaca setiap judul buku dengan baik.

"Ck." Decakan itu muncul kala ia tetap tak menemukan apa yang ia cari.

"Lo ngapain, sih?"

"Nyari seblak!"

"Dih, ngegas," balas Ana, lantas membuka halaman selanjutnya. Juga mempersiapkan pensil dan penghapus saat ia tau halaman itu adalah bagian latihan soal.

Sebelum membaca soal yang pertama, ia kembali melirik Aldo. Cowok dengan raut kesal itu masih terus mencari buku.

"Lo nyari buku apa? Gue bantu cariin."

"Buku kumpulan rumus, Na. Kemarin gue liat sekilas," jawab Aldo tanpa mengalihkan pandangannya dari buku-buku yang berimpitan dalam rak kayu elegan itu.

"Oh, buku itu. Barusan dipinjem anak kelas 10 kalau nggak salah."

Seketika, raut Aldo berubah. Tampak cowok si ahli matematika dan fisika itu menghela napas panjang.

"Lo nggak ngomong."

"Lo nggak nanya."

Tak membalas, Aldo justru menarik satu buah buku secara acak. Lantas mendudukkan diri tepat di depan Ana yang tengah fokus mengerjakan latihan soal.

Mungkin, cewek itu tengah melakukan persiapan paralel test besok.

Sekilas, cewek itu tampak cantik. Aldo menatap lebih lama hingga cowok itu benar-benar mengakui bahwa Ana memang memiliki titik cantik tersendiri.

Kuncir kuda yang sangat rapi, alis tak terlalu tipis juga tebal, dan warna kulit yang mirip dengan kulit sawo matang. Raut fokus cewek itu tampak menenangkan saat ditatap.

Oneiro [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang