04. Buku dan Memori

392 55 23
                                    

Pukul 16.00 WIB.

Pigmen langit berubah menjadi kelabu setelah siang tadi cerah berdebu. Awan-awan berkumpul meneteskan air untuk kehidupan di bumi. Jalanan Jakarta yang awalnya kering menjadi basah, menghilangkan debu yang menempel. Tumbuhan yang awalnya layu menjadi segar.

Aroma petrichore menyeruak kala tetes hujan jatuh mengenai tanah. Bau yang nyaman, menenangkan, dan merelaksasi pikiran yang mungkin sedang panas atau kalut.

Ariana Zhelyna melempar tasnya ke sembarang tempat. Ia menghamburkan diri ke atas tempat tidur yang empuk. Meregangkan otot-otot yang kaku dan menenangkan pikiran yang terasa lelah.

"Capek banget berasa habis gulat gue," keluhnya.

Ia memejamkan mata perlahan, menikmati suara hujan yang beriringan mengenai gendang telinganya.

Mau gimana pun, kita harus belajar. Murid yang nilainya di bawah rata-rata bakal dapet konsekuensi berat dari guru.

Tiba-tiba perkataan Tasya terngiang di otaknya. Ia mengembuskan napas lelah. Bahunya terasa berat, seolah ada beban yang bertengger di kedua bahu itu.

Rasa ingin menyerah tentu saja ada. Sekolah di GHS benar-benar beda dari sekolah yang lain. Sistem sekolah GHS benar-benar memaksa siswanya agar bermental kuat, berpikir cepat, berpengetahuan luas, dan segala macam hal lain yang bisa membuat seseorang terkesan best.

Tapi, mau bagaimanapun, ia harus bertahan. Diri seorang Ariana Zhelyna harus terus mengingat tujuan utama mengincar GHS. Tujuan penting yang telah ia siapkan sejak lima tahun yang lalu.

Dan, tujuan itu harus tercapai.

"Oke, semangat!" Ia langsung mendudukkan diri di tepian tempat tidur. Bersiap untuk mandi, lalu ia akan belajar, entah berapa jam.

Ariana membuka kuncir kuda rambutnya, dasi yang bertengger rapi, lantas menyambar handuk yang tergantung di pojok.

Berjalan ke kamar mandi dengan perasaan lelah. Oh, tak lupa menyapa Amora yang rebahan santai di dekat jendela.

Byur!

Siraman pertama seolah mampu mengusir hormon serotonin dari tubuhnya. Sedikit segar, tapi kurang.

Byur!

Siraman kedua sepertinya sudah cukup untuk membuat tubuhnya kembali fresh.

Dilanjut siraman selanjutnya sampai ia selesai mandi.

***

"Berisik banget, sih, HP gue!" gerutu Ariana kesal. Ia tengah mengeringkan rambut dengan hair dryer, namun tak bisa tenang karena notifikasi terus berdatangan entah dari mana.

Tangannya meraih sisir berwarna putih, lalu menyisir surai-surai lembut dan terawat itu. Lurus, hitam, dan tidak kusut. Ah, Ariana Zhelyna memang pandai merawat diri.

Tiba-tiba, notifikasi telepon masuk di ponsel pintarnya.

Ica Utaran is calling.

Ia menggeser tombol hijau berlambang telepon, lantas menyalakan speaker dan menyimpan ponsel itu di hadapannya.

"Lo ke mana aja, sih, lama banget ngalahin ibu negara! Mana nggak nimbrung samsek di grup kelas, di grupnya kita. Gue DM nggak dibales, gue WA nggak dibales, gue spam juga nggak dibuka. Ke mana, sih, lo! Ih gila kesel banget gue! Lo, sih, pake acara ngilang lagi, gue kira lo kenapa-kenapa, woy!"

Oneiro [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang