08. Medali dan Iri

318 43 17
                                    

"Na!" Ica menghambur ke pelukan Ana. "I proud of you, Na! You're the best! You have a smart brain, Ariana Zhelyna my bestie!"

"Congratulations for your achievement. I proud of you, Ariana Zhelyna," sambung Tasya.

Ana mengembangkan senyuman di bibirnya. Menandakan suatu kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri dalam dirinya. Bersyukur atas apa yang telah ia capai.

Usahanya belajar delapan jam sehari tidak sia-sia. Ia berhasil membawa pulang medali emas dalam olimpiade biologi. Sama seperti Revaldo Sebastian yang berhasil membawa medali emas dalam olimpiade fisika.

Dua murid emas kebanggaan Genius High School berhasil memborong medali.

"Thanks buat semua. Gue juga bangga punya bestie kayak kalian." Ana membalas pelukan dari kedua sahabat barunya itu sampai lupa bahwa mereka tengah berada di kelas sekarang.

Untung suasana masih lumayan pagi dan sedikit sepi. Ingat, hanya sedikit sepi. Ada beberapa murid di kelas itu, namun tak terlalu memedulikan ketiganya karena fokus pada buku tebal yang mereka baca.

"Udah kayak truk aja pelukan," cibir Aldo saat baru memasuki kelas dan langsung disuguhi pemandangan tiga ciwi berpelukan.

"Truk, mah, gandengan bukan pelukan," ujar Ana meralat perkataan Aldo.

Tapi, cowok itu malah mengangkat bahu acuh. Memilih berjalan ke bangkunya dan duduk sembari mengerjakan beberapa latihan soal, menunggu bel masuk.

Sesekali cowok itu menyisir rambutnya yang masih sedikit basah dengan lima jarinya. Terkadang mengumbar senyum mencetak lesung pipinya untuk membuat para cewek terpesona.

Hm, meresahkan. Tidak baik untuk kesehatan mata.

"Dih, jadi lalaki sok kasep pisan," cibir Ariana Zhelyna saat melihat kelakuan cowok itu.

Sedangkan Ica mengernyit heran, "Lo ngomong apa, Na?"

"Oh, bukan apa-apa." Lalu, ia duduk di tempatnya. Ikut membuka buku paket biologi, mempelajari bab yang sebenarnya sudah ia baca berulang kali. Sepertinya, ia sedang gabut.

Tasya dan Ica menggeleng pelan melihat kelakuan Ana yang tiba-tiba mendadak jadi kutu buku. Bahkan cewek itu selalu membawa buku ke mana-mana. Barang ke kantin sekalipun.

Akhirnya, Tasya memutuskan untuk memakai headset, mendengarkan podcast bahasa Inggris sebagai sarana belajar bahasa asing dan Ica memilih berselancar di media sosial berlogo burung terbang, Twitter.

Tenang, isi beranda Twitter seorang Clarissa Tamara adalah akun belajar yang isinya berbagai hal yang menyangkut pembelajaran.

Beberapa menit kemudian, satu persatu murid mulai datang. Ada yang langsung duduk dan membuka buku, ada pula yang berdiri di dekat pintu untuk sekedar mengghibah.

"Na, mau tanya, dong." Itu suara Karissa Dirgantari yang tiba-tiba sudah berada di bangku Ana.

"Mangga," jawab lembut Ana sembari mendongakkan kepalanya.

"Sel menurut keadaan inti kebagi jadi berapa, ya? Dan, apa aja? Maklum gue nggak jago biologi." Karissa cengegesan. Memang benar, cewek itu ahli di bidang Bahasa Indonesia, bukan biologi.

"Jadi dua, sel prokariotik sama eukariotik."

"Oke, bentar gue catet dulu." Lalu ia menulis rangkaian huruf di buku catatannya. Setelah selesai, ia kembali berkata, "Kalau perbedaan sel tumbuhan sama hewan?"

"Sel tumbuhan itu nggak ada lisosom, sentrosom, sama flagellum. Sedangkan sel hewan nggak ada plastida, kloroplas, sama dinding sel."

Karissa kembali mencatat, lalu melihat lagi list pertanyaan di halaman paling belakang. "Satu lagi, Na. Asal mula sel gimana? Pelan-pelan, ya, soalnya mau gue catet."

Oneiro [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang