07. Malam dan Materi

351 43 18
                                    

Terpilihnya seorang Ariana Zhelyna dalam olimpiade biologi dan Revaldo Sebastian dalam olimpiade fisika sudah mampu menjadi alasan keduanya berdiri di sini. Di depan ruangan dengan wangi Stella yang menyeruak dan suhu AC yang cukup rendah.

Setelah dipanggil kepala sekolah untuk menerima pin bintang dan pemberitahuan olimpiade, Ana dan Aldo masih setia berdiri di depan ruang kepala sekolah. Mengobrol? Tentu tidak. Atau, berdiskusi? Ini juga tidak. Lalu, apa yang keduanya lakukan? Berdiri diam membuat suasana terasa canggung.

Hingga pada akhirnya, Aldo mengembuskan napas. "Congrats buat peringkat pertamanya. Gue akui lo keren bisa ngalahin Athena."

"Selamat juga buat peringkat duanya. Nggak ada yang keren karena kita sama-sama berusaha buar dapetin tiga besar," balas Ariana seraya tersenyum lembut.

Lalu hening. Selang beberapa detik, sebuah ide terlintas di dalam otak Aldo.

"Na," panggilnya.

"Hm?"

"Belajar bareng mau nggak? Di depan danau kayak waktu itu," tawarnya, berharap Ariana mengiyakan tawaran itu.

Satu hal, entah kenapa berada di dekat Ariana Zhelyna membuat Aldo merasa nyaman dan ... tenang?

"Boleh, deh," balas Ana setelah berdebat dengan otak dan hatinya.

Senyuman Aldo mengembang mencetak lesung pipinya, namun hanya sesaat. Selang hampir lima detik, ia merogoh saku celananya, berniat mengambil sesuatu yang selalu ia simpan di saku itu.

Oh, ternyata itu adalah sebuah kertas kecil. Ia menyerahkan kertas kecil tersebut ke Ariana. Spontan gadis itu mengernyit bingung.

"Ini apa?"

"Buka aja," jawab Aldo, lalu menyisir rambut depannya menggunakan sela-sela jari. Refleks, Ariana meneguk ludah. Pesona good boy yang satu ini memang tak main-main.

"Kenapa lo melongo gitu? Iya tau gue ganteng."

"Dih, pede!" cibir Ana, lantas membuka kertas kecil yang digulung itu. Isinya adalah dua belas digit nomor telepon. Dan, Ariana Zhelyna langsung paham bahwa itu adalah nomor telepon seorang Revaldo Sebastian yang bahkan sampai sekarang masih menjadi rebutan para kaum hawa.

"Ntar WA gue pakai nomor itu. Jangan lupa disimpen, siapa tau sewaktu-waktu butuh," ujar Aldo lalu melipat tangannya ke depan dada. Maju satu langkah, mengikis jarak antara dirinya dan Ariana.

Spontan, Ariana Zhelyna mematung setelah meneguk ludah satu kali. Perlahan, tangan kekar Revaldo Sebastian terulur ke atas kepalanya. Satu detik setelah itu, Ana merasa ada sebuah sentuhan jari di kuncir kudanya.

"Lo ngap-"

"Ada daun kering nyangkut," potong Aldo lalu memperlihatkan daun itu kepada Ana.

"O-oh, thanks."

"Hm." Aldo mencetak lesung pipinya, lantas berkata, "Gue tunggu pesan lo nanti malem." Lalu berjalan meninggalkan Ariana Zhelyna yang masih mematung. Oh, bahkan aroma maskulin cowok itu masih hinggap di hidungnya.

'Kuping gue merah, ck!'

***

Buku berserakan, layar laptop memancar, pulpen di mana-mana, lampu belajar menyala, minuman boba yang tinggal setengah, dan gerakan ekor Amora yang bergerak bebas menjadi pengisi Ariana Zhelyna malam ini.

Terhitung sudah tiga jam ia duduk di meja belajar mendalami materi-materi dan mengerjakan puluhan latihan soal. Belum lagi nanti ditambah belajar bersama Revaldo Sebastian.

Oneiro [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang