Prolog

753 44 4
                                    

Oneiro
a teenfiction story

Opening-prolog

***

"Kamu pikir, kami sudi rawat anak beban kayak kamu, hah?!"

Pernahkah orang lain berpikir tentang alasan mengapa mereka dilahirkan? Pernahkah orang lain berpikir dari sudut pandang orang yang mereka sakiti? Pernahkah orang lain berpikir atas apa yang terjadi dan menimpa mereka, itu bukanlah kehendak dan kemauan pribadi?

Jika ia diberi kesempatan untuk merubah keadaan, maka gadis berkuncir kuda itu akan memertahankan kehidupan penuh bahagianya dulu. Kehidupan penuh canda, penuh tawa, penuh rasa bungah, tenang seperti air laut yang jernih dan merdu seperti detak jarum di dinding.

Namun, nyatanya, kenyataan pahitnya, ia hanyalah manusia biasa.

Yang dipaksa menerima kehidupan apa pun keadaannya.

Meski ia sakit ....

Meski ia kadang tak sanggup
....

Tapi, takdir memaksanya untuk bertahan.

Sampai akhirnya, ratusan tulisan di buku tebal itu ia hadapi. Pulpen bertinta hitam itu bergerak ke kanan dan kiri, mengikuti sang puan menggerakkan tubuh tabung itu. Menghasilkan banyak tulisan-tulisan sains di bawah sinar warm dari lampu belajar.

Segala keadaan pahitnya kehidupan, membuat ambisinya mencuat. Meningkat tajam, memuncak pada titik paling tinggi. Sampai terkadang ia muak, lelah pada semua yang ia hadapi.

Tapi, bukankah Neptunus tak pernah protes letaknya jauh dari matahari?

***

"Anak macam apa yang saya lahirkan ini?"

"Ma, itu juga anak dari rahim ma-"

"Bahkan saya tidak pernah merasa pernah melahirkan anak seperti ini!"

Bukankah terlalu jahat bila orang menyudutkanmu hanya karena sebuah kekurangan? Bukankah terlalu jahat bila orang tak pernah mengerti apa yang selama ini kamu hadapi bukanlah kemauanmu sendiri? Bukankah terlalu jahat bila langit masih cerah dan burung masih berkicau padahal hatimu kacau?

Tapi, begitulah dunia. Apa pun yang terjadi di dalamnya, bukan kekuasaan manusia untuk merubahnya.

Semua hal.

Setiap hari, orang-orang hanya perlu menyadari bahwa, dunia tempat berpijak adalah tempat berkumpul semua rasa.

Ada orang yang menangis karena kehilangan, ada orang yang tertawa karena meraih kemenangan, ada orang yang bersusah payah meraih kesuksesan, ada orang yang tersenyum senang saat berhasil lolos dari kegagalan.

Setiap hari, orang-orang hanya perlu menyadari, bahwa dunia tempat hidup adalah tempat bercampurnya segala air mata. Baik bahagia, maupun nestapa.

Tapi, itulah poinnya.

Dunia memang tidak pernah adil pada isinya.

Maka itulah, ketidakadilan yang harus dirasakan dalam kehidupan si matematis yang ambisinya mencuat. Hanya karena, ombang-ambing kehidupan yang membuat rasa hausnya meningkat.

Oneiro [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang