2

16 14 0
                                    


    Kemacetan kota Jakarta adalah hal yang biasa dan menjadi icon kota Jakarta. Apalagi jika hari senin, tidak. Bukan hari senin saja, kapanpun itu.

    Seperti biasa dan menjadi kewajiban, manusia butuh makan. Makan beli butuh uang, dan kita kalau mau makan harus kerja. Tapi – aku tidak kerja pun makan tetap dapat dari ibu.

    Hari ini rasanya malas sekali. Tugas dikantor membuat aku muak dan ingin jalan-jalan rasanya. Rasanya aku sudah bosan dengan kehidupan ini yang begini-begini saja, tidak ada manis-manisnya. Soal Ardi, aku tidak tahu bagaimana kabarnya. Atau dia udah move on ? aku bingung dengan perasaan ini. Aku sudah mencoba untuk melupakannya tetapi tidak bisa.

    "Mau kerja atau mau melamun?" kata Tara. ternyata dia sudah ada didepan kubikel, membawa berkas sedang berkecak pinggang.

    Aku terkejut, aku turunkan tangan yang menopang dagu dan menatap Tara sambil tersenyum lebar. Aku pura-pura menyibukkan diri. Mau bagaimanapun Tara adalah bos, yang menggaji. Bisa gawat kalau kerja aku lalai, walaupun teman. Tara tetap professional dalam bekerja. Tidak pandang teman dalam bekerja. Sangat kejam.

    Tara memberikan berkas yang dibawanya. "Jangan lupa. Berkas ini harus selesai istirahat." tanpa menunggu jawaban Rere, Tara melengos pergi.

    "Punya bos gak ada baik-baiknya, udah tahu gue lagi galau." aku hanya bisa pasrah melihat berkas yang tergeletak dihadapanku.

***

    Aku sempat terpikir. Bagaimana jika bekerja dengan pacar? Ah, pasti menyenangkan. Adel menghampiri Rere yang masih melamun. Dengan sedikit tepukan dibahu Rere.

    "Woy! ngelamun aja, Udah istirahat nih. Mau istirahat gak?"

    "Eh, bentar gue mau anterin nih berkas. Lo duluan aja." Rere beranjak dari duduknya kemudian melepaskan kacamata yang bertengger dihidungnya. Dan Adel pun pergi ke kantin.

    Rere mengetuk pintu Bos Tara. Bos sekaligus temannya.

    Terlihat Tara masih sibuk didepan laptopnya sesekali mengecek berkas yang berserakan diatas meja. Baju kemeja yang sudah digulung ke siku dan dasi yang sudah dikendurkan. Rere melangkahkan kakinya memasuki ruang CEO.

    Tara tidak menyadari sedikitpun, dia terlalu fokus. "Permisi pak," Tara mengalihkan pandangannya dan memandangi Rere yang sudah berdiri dihadapannya. Lalu matanya melihat pada map yang dibawa Rere.

    "Taruh dimeja itu!" Tara menunjukan dengan dagunya ke meja tempat tamu.

    Lalu Rere menaruhnya sesuai perintah. Aku memicingkan kedua mataku, tanganku mengambil kertas yang terselip dibawah dokumen yang lain.

    Sebuah brosur info lowongan pekerjaan? Untuk apa Tara menyimpan brosur ini? Apakah Tara akan merekrut pegawai baru? Tapi ini bukan nama perusahaan Tara. Tetapi jika diteliti, ini perusahaan yang pernah bekerja sama dengan perusahaan Tara. Tapi Aku merasa pernah dengar,perusahaan siapa ya?

    Tidak mendengar pintu yang tertutup kembali. Tara menolehkan matanya menatap Rere yang sedang membaca brosur.

    "Itu, perusahaan Ardi sedang membutuhkan sekretaris baru."

    Aku terkejut mendengar ucapannya. "Serius?"

    "Iya." Tara kembali dengan laptopnya, ternyata dia tidak istirahat untuk makan. Atau memang lupa? Atau pekerjaannya lebih peting? Tetapi bodo amat toh, dia bosnya mau makan kapanpun.

    "Gue boleh melamar dong?"

    "Lo kan udah kerja?"

    "Gue mau pindah, bosen sama lo terus." Aku berjalan ke arah jendela melihat kota Jakarta dari ketinggian.

    "Gak! Gue gak izinin lo untuk resign." Tara mulai menatap Rere sambil membenarkan tangan kemejanya.

    "Dih, kok gitu sih. Masa karyawan mau resign lo larang? Gak ada peraturannya kan?" Tara yang berjalan ke arahku dengan tangan yang dia masukan kedalam saku celananya.

    "Terkhusus buat lo." Tara menunjuknya.

    "Ayolah. Ini adalah kesempatan gue buat deket sama Ardi. lo kan udah setuju, lo gak cemburu kan?"

    Mau bagaimana pun Tara masih ada sedikit perasaan, namun Tara tahu. Rere sudah menolaknya berkali-kali, Tara harus bisa mengikhlaskan Rere dengan orang lain. Cinta tidak harus memiliki bukan? Lagipula Tara harusnya bersyukur Rere masih menganggapnya teman.

    "Tapi kayanya Ardi bakal merekrut sekertarisnya itu laki-laki. Lo gak baca?" Tara merebut brosur yang ada ditangan Rere.

    "Coba aja dulu. Kalau gak bisa, gue bakal cari cara lain." Aku tersenyum senang. Itu artinya Tara menyutujui – Aku Resign.

    "Jangan macem-macem!"

    "Tenang aja, yang penting lo selalu dukung gue buat dapetin Ardi."

    "Terserah lo. Gue capek!" Tara kembali ke mejanya dan merapikan berkas-berkasnya.

    "Thank you. Eh, tapi gue gak bakal resign dulu di sini. Gue mau ngelamar dulu besok, jadi gue izin ya? Harus di izinin pokoknya."

    "Emang nih perusahaan punya nenek lo? Enggak, besok ada rapat."

    "Kok gitu sih." Aku memberengut kesal.

    Tara menghela nafas. "Ok. Lusanya."

    "Ok. Makasih Tara," Aku tersenyum senang.

    Tara mengangguk pelan. Aku kembali bekerja. Bagaimana bisa Tara melarang Rere jika sudah tersenyum seperti itu. Katakan jika Tara bucin. Tetapi mungkin sekarang waktunya untuk melepaskan, membahagiakan orang yang sangat dicintainya. Tara berjanji akan selalu ada buat Rere jika Rere butuhkan.






Kura-kura in love 2

Kura-kura In Love 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang