6

14 13 0
                                    


    Setelah kejadian kemarin direstoran, aku hanya bisa diam dan tidak ada lagi obrolan didalam mobil ataupun ketika sampai dikantor.

    Hari ini hari kedua aku bekerja di kantornya Ardi. aku sudah menghapal dan mencatat jadwal hari ini. Aku berangkat pukul 6 pagi, aku tidak sempat untuk sarapan karena aku kesiangan. Ketika sudah tiba dikantor, aku langsung memasuki ruangan Ardi. bukan tanpa alasan karena ini adalah bagian dari bekerja, jadwal aku hari ini. Pertama harus membersihkan ruangan Ardi. kenapa tidak OB saja? Tapi ini adalah peraturan Ardi yang dibuat sebelumnya. Aku sempat menaanyakan alasannya kenapa, Pak Feri hanya menjawab karena Ardi tidak mau ada barangnya yang hilang. – Bisa saja aku juga mengambil barangnya.

    Tepat pukul 7. Aku sudah selesai. Aku kembali ke ruangan ku. Masih ada setengah jam lagi, aku memilih untuk mencari sarapan ke kantin. Segelas teh manis hangat dan roti. Sebenarnya ini saja tidak cukup, perutku sudah terbiasa dengan sarapan nasi. Tapi di kantin hanya ada roti. Aku membawanya ke ruanganku. Dan sambil sarapan aku membuka menyetel musik yang menarik, supaya mood ku naik. Kebiasaan ini sudah dari dulu, aku selalu mendengarkan musik sebelum bekerja.

    "Berisik! Jangan nyetel musik kalau lagi bekerja!" tiba-tiba Ardi sudah membuka pintu hubung, dan dia berkecak pinggang dengan wajah yang garang.

    Aku segera mematikan musik. Aku merinding mendengar suara Ardi yang menakutkan, apalagi sorot matanya yang tajam.

    "Maaf, Pak." Aku baru sadar ternyata sekarang sudah pukul 8. Pantas aja Ardi dengar.

    Beberapa menit kemudian aku menghampiri Ardi yang sedang memeriksa beberapa berkas. Dan tidak lupa aku membawa kopi. Aku berinisiatif membuatkan kopi, mungkin saja Ardi biasa meminum kopi dipagi hari. ini pertama kalinnya Aku memberanikan diri untuk mendapatkan perhatian Ardi kembali. Sebenarnya aku bukan tipe orang yang mengejar laki-laki, tapi setelah apa yang telah aku perbuat dulu aku berusaha untuk menebusnya. Aku tahu, kata maaf mungkin tidak cukup untuk menebus semua apa yang aku perbuat dan aku sadar diri.

    "Permisi, Pak." Aku berusaha untuk tidak malu dan aku harus menyingkirkan sedikit ego dan harga diri aku. Aku akan menebus kesalahan dulu.

    Ardi masih sibuk dengan berkasnya.

    "S-saya mau kasih tahu, bapak kalau tiga puluh menit lagi ada meeting. Dan," aku gugup. Aku menatap kopi itu.

    Ardi menatap Aku yang diam.

    "Dan mau kasih ini."

    "Buat saya? maaf saya tidak suka kopi!"

    "Em... Ya, sudah kalau begitu." Aku kembali ke ruanganku.

    Aku menghembuskan nafas sejenak.

    Aku menatap kopi itu, ada rasa sesak ketika Ardi menolak. Aku tahu, aku tidak tahu apa kesukaan Ardi. tapi setidaknya aku akan membalas perasaannya dulu, walau itu sudah terlambat. Tapi apakah Ardi benar-benar melupakan perasaan itu?

    Jika hari ini aku memang masih gugup dan ragu. Aku akan mencobanya besok.

    "Oh iya, tolong kamu persiapkan apa yang saya butuhkan untuk persentasi nanti."

    "Baik, pak!"

    Ardi benar-benar sudah berubah. Lihat mukanya sungguh datar tidak ada ramah-ramahnya sama sekali. Kemana Ardi yang dulu selalu perhatian, senyum manisnya.

***

    Aku menatap jalanan kota yang super sibuk. Hari sudah mulai malam, aku bukannya pulang malah duduk di sebuah café. Aku tidak menolak ketika Selin dan Tuti mengajak ketemuan, aku sangat merindukan mereka. Walau sudah dengan kehidupan masing-masing, Tuti yang sudah menikah. Selin yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan tetapi hubungan persahabatan ini tidak terputus. Aku masih curhat sama meraka, masih memberikan kabar satu sama lain. Tetapi kalau soal jalan-jalan, ketemuan mungkin sekarang tidak sebebas dulu.

    "Rere!" aku terkejut tiba-tiba Tuti memelukku.

    Aku membalasnya dengan erat. Aku sangat merindukannya.

    "Kangen." kata Tuti.

    "Aku juga mau..." Selin memeluk kami berdua dengan erat.

    Kami tertawa.

    Aku lebih dulu melepaskan pelukan.

    "Kalian cuma berdua? Laki lo pada kemana?"

    "Kita sengaja gak ngajak mereka, Re. kita mau me time." jawab Selin.

    "Cie... gimana? Sekarang kerja jadi sekertarisnya Ardi? cerita dong!" Tuti dengan gemas mencolek daguku.

    Aku hanya tertawa.

    "Kalian tahukan, masa harus aku jelasin lagi sih." Aku memberengut kesal.

    Selin dan Tuti terkikik geli.

    Mereka tahu kenapa aku berpindah kerja. Disana kami bercanda tawa berbagi cerita.

***

    Aku merebahkan tubuhku yang sedikit pegal-pegal. Waktu sudah menunjukkan pukul 9, rasanya aku malas untuk mandi. Dan akhirnya aku hanya menggosok gigi dan cuci muka. Aku kembali dengan ponsel yang berada di tanganku, aku belum ngantuk sama sekali. Aku bosan dengan bermain sosial media. Tiba-tiba aku teringat aku sudah mendapatkan nomor Ardi yang baru.

    'Malam Pak Ardi' begitu yang aku ketik namun kemudian aku menghapusnya kembali. Aku berpikir nanti alasan apa yang harus dikatakan kalau Ardi membalas pesan ini.

    Ini bukan tipe ku sekali. Aku tidak biasa memulai dan se agresif ini. Kadang aku geli sendiri dengan tingkah ku ini.

    "Ah, lebih baik aku tidur. Aku akan membuatkan sarapan saja nanti."






Kura-kura In Love

Kura-kura In Love 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang