16

8 6 0
                                    


Apa aku sanggup menanggung ini semua?

Masalah seakan datang bertubi-tubi belum satu masalah terselesaikan ada masalah lain datang menghampiri. Aku menghela nafas berat. Aku masih di dalam kamar, aku masih berpikir apakah masuk kerja atau tidak. Aku masih didepan cermin, masih menggunakan handuk.

"Re, kamu sudah bangun belum?" suara ibu dibalik pintu.

"Udah, bu." jawabku sedikit teriak.

"Kenapa belum keluar? Ini udah siang lho. Kamu gak kerja?"

"Iya," jawabku malas.

Sudahlah. Gimana nanti, aku harus professional dalam kerja, tidak boleh melibatkan masalah pribadi. Aku menghirup nafas sejenak dan aku hembuskan dengan kasar.

***

"Pagi bu Rere," sapa satpam dengan senyumnya.

"Pagi pak." Tak lupa aku balas dengan senyum.

Kadang tidak semua masalah dan perasaan yang sedang kita rasakan itu, tidak harus di tunjukan kepada orang lain. Menutupinya dengan senyuman. Seolah semuanya baik-baik saja, dan orang tak perlu merasa kasihan kepadaku. Dan lagi pula aku tidak suka orang lain menatapku dengan tatapan kasihan.

Hari ini memang sangat cerah. Namun sayang suasana hati aku tidak secerah hari ini. Aku hempaskan tas ku, kemudian aku bergegas menjalankan rutinitas setiap pagi sebelum bekerja. Membersihkan ruangan Ardi, menyeduh teh di pantry dan memutar sebentar musik sebelum bekerja.

Aku berusaha untuk mengabaikan kejadian kemarin, namun nyatanya ketika aku sedang melamun bisa saja kejadian kemarin terlintas dipikiran. Tapi aku sebisa mungkin untuk fokus dalam bekerja. Aku tidak mau mengecewakan Ardi, karena gara-gara permasalahan pribadi malah merusak pekerjaanku.

"Ternyata sudah gak punya urat malu, masih masuk kerja." Ardi sudah menyimpan tasnya di atas meja.

Aku menoleh sebentar, aku hanya tersenyum membalas perkataannya. Walau nyatanya sangat sesak. "Maaf pak. Ini tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan, saya harus professional dalam bekerja pak. Kalau begitu saya permisi." Tanpa menunggu jawaban Ardi aku langsung pergi dari sana.

Aku hampir menjatuhkan air mata, namun aku segera menghalau dengan terus menengadahkan kepala. dan terus berucap – aku gak boleh menangis.

***

"Aku gak ganggu kamu kan? Aku ajak ketemuan?"

"Santai aja kali, Re. memang mau cerita apa? Soal Ardi?" tanya Tara.

Aku hanya diam dan menundukkan kepala.

"Gue gak suka lo yang kaya gini. Kan gue udah bilang jangan kasih harapan lagi sama dia, laki-laki masih banyak re. bukannya gue gak dukung lo buat deket sama dia, tapi kalau kaya gini gue gak sanggup re liat lo sedih,"

Aku menatap Tara.

Tara adalah sosok laki-laki yang sangat perhatian, baik, pengertian tapi kenapa aku tidak suka kepadanya? Makasudnya kenapa aku tidak ada perasaan sama sekali padanya. Apa aku jahat? Aku sudah menyia-nyiakan sosok laki-laki yang mencintai ku demi orang yang aku harapkan dan nyatanya sekarang aku sakit hati sendiri dengan harapan dan ekspektasiku sendiri.

Lihat. Dia Begitu perhatian ketika aku sedang tidak baik-baik saja, dia bahkan mendukungku untuk dekat siapa saja. Aku begitu jahat. Tapi, disisi lain aku tidak bisa memaksakan perasaan ini aku takut malah menyakiti dia. Kenapa seperti ini?

"Kamu sangat bak, tar. Aku jahat, aku sudah menyakiti perasaan kamu. Aku begitu bodoh, aku menyia-nyiakan cinta kamu." Tanpa sadar air mataku sudah berjatuhan.

Kura-kura In Love 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang