17

6 4 0
                                    

hai temen-temen kali ini khusus part ini ... diambil dari sudut pandangnya Ardi ya... semoga suka.


oh ya dan im so sorry ada banyak sekali typo yang bertebaran. hehehe.

happy reading. :)






POV Ardi.

Mungkin sepertinya aku terlihat diam saja dari kemarin. Tapi kenyataannya aku bukan tipe orang yang tidak terlalu percaya sama orang. Aku bisa melihat dari foto seperti ada kejanggalan. Tapi saat fotoku dengan Rere yang sedang berada di ancol itu memang nyata, bukan rekayasa.

Aku selama ini mencari tahu, dan sudah aku mencurigai siapa pelakunya namun aku tidak mau gegabah. Aku takut menyakiti Rere, sudah cukup kemarin aku cukup jahat kepada dirinya. Kenapa aku bersikap demikian aku ingin mengikuti alur si pelaku yang menyebarkan fitnah itu karena kalau sampai hari itu di beberkan, dia akan semakin ngelunjak.

Si pelaku fitnah ini sangat pintar dan mau tidak mau aku harus menyakiti Rere. Aku menghela nafas lelah.

Aku tahu apa yang sedang Rere rasakan. Apalagi setelah ucapanku kemarin yang sangat aku sesali, aku menyakiti Rere di depan Tara yang jelas tidak tahu apa-apa. Aku tahu resiko yang sudah aku ambil, karena aku tahu saat itu pelaku sedang melanjcarkan aksinya.

Sore itu aku mengikuti rere kemana dia pergi. Untuk memastikan keadaan rere, tapi ternyata dia bertemu dengan Tara dan membuat aku sakit hati tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku tidak bisa membenci tara dan juga rere, apalagi situasi yang memaksa aku untuk berada di posisi saat ini.

Dan setelah itu aku harus berpurapura acting menyakiti rere dengan perkataanku yang sangat aku benci pada diri aku sndiri.

Aku merutuki kenapa kalimat itu yang harus keluar? Apalagi setelah melihat kepergian Rere, yang pastinya sudah sakit hati karena ucapanku. Saat itu aku langsung mengikuti kemana rere pergi.

Ternyata aku melihat rere pergi ke danau dimana dulu sebelum aku pergi keluar negeri aku disini bersamanya. Dari kejauhan aku sudah melihat bahwa dia sedang menangis, terlihat dari bahunya yang bergetar.

Aku sangat sesakk melihat ini. Aku ingin memeluknya, aku ingin berada disisinya, bukan seperti ini.

Aku tidak tahu kapan dia akan berada disini terus. Dan akhirnya dia bangkit dan menyeka air matanya, aku melihat rere begitu sangat berantakannya. Ini semua gara-gara aku, aku telah menyakiti hatinya. Aku benar-benar bodoh. Aku sangat benci dengan situasi kaya gini.

***

Sengaja aku berangkat pagi-pagi aku ingin mengetahui keadaannya, namun ternyata aku mendapat pesan dari satpam kalau rere tidak masuk kerja karena alasan sakit. Aku menghembuskan nafas berat. Pikirku teerlalu berkecamuk tentang dirinya, apakah gara-gara semalam? – Sudah pasti kenapa kamu masih mempertanyakan itu semua?

Aku merasa bersalah, aku ingin menemui rere dan menjelaskan semuanya bahwa semuanya salah paham. Aku harus segera menemukan siapa pelaku itu dan semuanya akan baik-baik saja.

Aku segera menelpon seseorang kepercayaanku.

"Halo, bagaimana sudah ditemukan bukti selanjutnya?"

"...."

"Baik, segera bawa bukti itu."

Satu langkah lagi permasalahan ini selesai. Tapi aku masih ragu apakah rere akan memaafkan aku?

Beberapa jam kemudian ketika aku sedang mengerjakan beberapa pekerjaan seseorang mengetuk pintu.

"Masuk!" aku melihat orang kepercayaanku sudah berdiri tegak di hadapanku.

Berpakaian serba hitam, dengan kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya. Dia membawa sebuah map cokelat. Dia menyerahkan map itu ke hadapanku. Aku langsung mengambil map itu dan membukanya.

Aku melihat ada beberapa foto dan juga sebuah flashdisk. Aku memasang flashdisk itu dan terlihat dilayar komputer sebuah video yang memperlihatkan seseorang yang mengedit beberapa foto. Dan aku yakini foto itu adalah rere dan juga Tara.

Sangat terlihat jelas wajah orang itu, tidak asing dan aku sangat mengenalnya. Aku segera menelpon seseorang.

"Segera ke ruanganku!" langsung ku tutup dengan sepihak.

Pintu terbuka menampilkan sosok perempuan yang berpakaian seksi. Dengan wajah yang tidak tahu malunya di mengangkat dagunya dengan dua kancing kemejanya yang dibiarkan terbuka. Ingin rasanya aku memecatnya sekarang juga dan menyuruhnya bersujud di kaki rere karena telah menyakiti rere.

"Ada apa pak manggil saya?"

Aku sudah jengah dengan tingkahnya aku langsung menunjukan layar komputer yang sedang menayangkan cctv, apa yang sedang dia kerjakan.

"Dan ini." aku memberikan beberapa bukti berupa foto hasil editan dimana ada foto rere dan Tara.

"Apa ini pak?"

"Tidak usah pura-pura Seli, kamu pasti mengerti apa yang kamu lihat dan apa yang saya berikan."

Aku menatap dia nyalang.

"Ini bukan saya pak."

"Sudah jelas itu kamu masih menyangkal, lebih baik kamu bereskan tempat kerja kamu dan keluar dari kantor ini."

"Pak, jangan pecat saya. saya mohon," aku sudah muak dengan wajah busuknya. Aku tidak akan mempan dengan air mata buaya itu.

"Lalu kenapa kamu melakukan semua ini? kamu memfitnah Rere yang tidak tahu apa-apa?"

"saya melakukan ini saya menyukai bapak, saya cinta sama bapak." Jawab Seli.

Aku terperangah mendengar ucapannya. Bagaimana bisa?

"Dasar wanita murahan. Saya tidak akan suka sama kamu."

Aku mengatur nafas.

"Saya sudah berbuat jahat karena kamu, kamu harus meminta maaf pada rere."

Seli masih menangis.

"Jangan menangis. Karena saya tidak akan kasihan sama kamu. Memang kamu pikir apakah saya akan diam terus? Dan apakah kamu tidak tahu akibat dari perbuatan kamu apa?"

Aku tidak habis pikir dengan jalan pikirannya. Dia merencanakan dengan memanfaatkan keadaan, dia mengadu domba antara aku dan Tara, dan terjadi kesalahpahaman. Dan aku sempat melukai rere.

"Besok kamu harus meminta maaf," lanjutku.

Seli menganggukan kepalanya.

"Sekarang kamu keluar dari sini."

Seli meninggalkan ruanganku, beserta orang kepercayaanku.

Aku menghembuskan nafas berat. Kemudian aku duduk di meja kebesaran, aku mengusap wajah ku kasar. Aku harus memikirkan bagaimana caranya aku meminta maaf.

Apakah rere mau memaafkan aku?

Kura-kura In Love 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang