5

13 13 0
                                    


    Suara alarm yang nyaring mengganggu tidur Ardi yang sangat nyenyak. Dengan tangan kanannya dia mematikan handponenya. Matanya mengerjap menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya. Dia bangun dan sejenak duduk untuk mengumpulkan nyawanya. Lantas dia beranjak dari kasur ke kamar mandi, badannya sudah terasa lebih baik.

    Satu minggu lembur, pulang hampir pagi dan pagi-pagi dia harus berangkat ke kantor lagi. Karena ada beberapa kendala, jadi dia harus lembur. Namun setelah satu minggu itu, badannya langsung drop. Dan dia harus melempar pekerjaannya kepada Feri. Tapi dia tidak enak jika harus terus-terusan mengandalkan Feri, makanya hari ini dia akan kembali ke kantor. Istirahat sehari penuh, lumayan mengisi staminanya kembali.

    Matanya menangkap sesuatu di nakas. Sebuah kotak makan berwarna biru, lalu Ardi membukanya. Bubur yang sudah basi. Kemudian ditutup kembali karena bau busuk yang menyeruak.

    Ardi menyimpan kotak makan itu didapur. "Pagi Ar, sudah gak pusing?" tanya mamah yang sedang menyiapkan sarapan.

    "Pagi mah, sudah mendingan kok."

    "Tapi kalau masih pusing jangan dipaksa lho. Di kantor ada Feri kan?"

    "Ada. Tapi aku gak enak sama Feri, mah. Lagian itu kerjaan aku."

    Mamah menghela nafas.

    "Ya, sudah. Sarapan dulu!" Mamah Ardi mengambilkan sarapan untuk Ardi dan Ardi menerimanya.

    Ardi menatap Mamahnya yang sedang makan.

    "Mah. Itu kotak makan siapa? Kok ada di kamar aku?"

    Mamah Ardi menoleh sebentar.

    "Oh itu. Siapa ya namanya lupa?! Re – rere kalau gak salah. Dia jenguk kamu kemarin. Tapi, karena kamu gak bangun-bangun, dia pulang. Mamah mau bangunin kamu tapi kata dia gak usah takut ganggu katanya."

    Ardi terkejut.

    "Dia sekertaris kamu yang baru?"

    Ardi menganggukkan kepala.

    "Katanya mau laki-laki?"

    Ardi menghela nafas. "Laki-laki gak ada yang sesuai kriteria, Mah."

    Mamah mengangguk-angguk. "Iya. Mamah juga suka. Dia sopan, murah senyum, manis lagi." Mamah tersenyum membayangkan pertemuannya bersama Rere.

    Ardi terbatuk mendengar ucapan mamahnya.

    "Kalau begitu, aku berangkat ya. Mah."

    "Iya. Salam buat Rere ya!"

    "Iya."

    "Ya, udah. Hati-hati dijalannya. Jangan ngebut!" Ardi mencium tangan Mamahnya dengan takzim.

***

    Mamah menyukainya?

    Ardi sedikit termenung dengan ucapan mamahnya. Akhirnya dia sampai di kantor, Ardi memberikan kunci mobilnya pada satpam.

    Ketika kakinya menapaki lantai gedung, bukan lagi hal lumrah menurut Ardi. karena setiap hari pun begitu. Semua mata tertuju padanya. Dan sikap Ardi sudah tidak peduli akan hal itu.

    Ardi memasuki ruangannya. Dia menghela nafas sejenak. Matanya menoleh ke ruangan sebelahnya namun disana hanya tembok dan sebuah pintu hubung.

***

    Diruang sebelah.

    Aku sudah mondar-mandari tidak jelas. Pikiranku terus melayang, dan berbagai pertanyaan tentang Ardi yang membuat aku pusing sendiri. Sudah pukul 7. Apakah Ardi masuk? Atau masih sakit?

Kura-kura In Love 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang