15

8 6 0
                                    


Akhir-akhir ini Ardi seperti menghindar. Aku tidak tahu penyebabnya apa. Dan aku juga tidak mengerti tentang perasaanku selama ini, selalu, selalu bingung. Ketika hati menginginkan kehadirannya tapi justru kepala selalu ingin menolaknya. Namun aku seperti tidak diinginkan olehnya, aku terlalu berharap bahwa dia akan... selalu ada, dan aku merasa diinginkan.

Aku sadar aku begitu bodoh telah mengharapkan cinta yang belum tentu menginginkan aku. ketika ada cinta yang datang dan cinta itu sangat dekat tetapi justru aku malah, menolaknya dengan keras, dengan alasan bahwa aku tidak mencintainya sama sekali.

Memang lebih baik seperti itu. Aku tidak mau menyakiti orang yang berharap lebih terhadapku dan menggantungkan harapannya, yang jelas-jelas aku tidak bisa. Apa aku terlihat seperti orang pemilih? Lalu bagaimana soal hati? aku terlalu takut saat melihat orang lain bahagia namun justru cinta itu tidak bisa dibalas. Apa cinta bisa dipaksakan?

Mungkin suatu saat nanti, cinta itu bukan soal cinta yang sangat menggebu atau mungkin karena nafsu? Entah lah. Cinta bukan lagi soal perasaan yang diutamakan, tapi cinta karena terbiasa? Apa memang ada?

Tak ada yang berubah. Ardi masih tetap sama dingin dan datar. Tapi, beberapa bulan ini sikapnya tidak begitu dingin, lebih banyak bicara? Ya, tidak terlalu ketus kalau ditanya.

Aku semakin ragu dengan perasaan ini, apakah benar rasa ini hanya sebatas kagum atau cinta? Aku harus memastikan perasaan ini. Aku harus berpikir bagaimana caranya atau membuatnya cemburu? Ah,aku pusing memikirkannya. Lebih baik aku harus segera menyelesaikan pekerjaan ini, sebelum aku kena semprot.

Suara telepon masuk. Segera aku memencet siapa yang menelpon. "Iya, hallo?" nadaku sedikit malas.

"Cepat bawa laporan yang kemarin saya suruh! Lima menit!" suara diseberang sana membuatku menegakkan badanku.

"Iya, pak sebentar lagi selesai."

"Cepat! Saya tunggu!"

"Iya pak."

Aku mengelus dadaku. Aku menarik nafas. Aku harus banyak-banyak bersabar, beberapa hari ini kepalaku sedikit pusing. Pekerjaanku menambah banyak, bagaimana tidak sejak Pak Feri mengundurkan diri aku selalu kena entah itu omelan, deadline, dan kadang aku harus kena imbas karena sikap Ardi yang suka berubah-ubah.

Aku melihat kearah jam tanganku, sebentar lagi istirahat. Ah, Perutku sangat lapar. Aku lupa bahwa aku tidak sarapan karena kesiangaan. Aku segera menuju ruangan Ardi, aku tidak mau terkena omelan lagi. Kepalaku sudah benar-benar pusing mendengan ocehannya. Walaupun Ardi dingin, tapi kalau sudah masalah pekerjaan dia sangat cerewet.

Baru aku memegang gagang pintu, pintu itu sudah dibuka dari ruangan sebelahnya. Dan aku sangat terkejut, karena tanganku tertarik oleh pintu dan jadilah aku tak sengaja menabrak Ardi.

Mataku terbuka sempurna. Kepalaku menempel pada dada Ardi yang tertutup jasnya. Aku bisa mendengar jantung Ardi yang berdetak cepat. Aku tahu Ardi juga pasti sangat terkejut. Aku didorong secara kasar membuat aku terhuyung sedikit kebelakang.

Aku melihat Ardi yang membenarkan jasnya. Aku pun mengatur jantung yang sama berdegub lebih cepat. Aku menundukkan kepala.

"Lama." Ucap Ardi.

"Maaf Pak." Aku mengekori Ardi yang kembali duduk di meja kebesarannya.

Aku menimpan berkas yang diminta Ardi itu di hadapannya. Aku masih menundukkan kepalaku. "Kalau begitu saya kembali bekerja pak,"

"Tunggu sebentar, saya mau tanya. Kamu sama Tara pacaran?" tanya Ardi tanpa menoleh sedikit pun. Dia hanya fokus membaca laporan yang aku baca.

"Nggak, pak. Saya sama Tara hanya teman biasa saja." Aku tidak tahu kenapa aku harus menjelaskannya kepada Ardi.

Kura-kura In Love 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang