13

9 6 0
                                    


Walaupun sudah tiga hari yang lalu, foto itu tersebar. Namun masih banyak karyawan kantor yang secara terang-terangan membicarakan dengan tatapan tidak suka. Aku sudah mencoba untuk bersabar, tetapi masih saja gejolak hati yang ingin meledak melampiaskan kekesalan yang selama ini di pendam.

Hari ini, tidak begitu banyak pekerjaan yang aku kerjakan. Namun aku tetap menyibukan diri untuk mengalihkan kekesalan itu pada pekerjaanku. Dan tadi pagi pun, aku berusaha untuk menjauhi Ardi. aku mengerti dari tatapannya, dia seperti bertanya. Dan heran. Mungkin Ardi belum tahu masalah ini, dan lebih baik memang tidak seharusnya tahu. Aku malu sudah dan seharusnya waktu itu aku tidak menerima ajakannya. Aku memang seperti perempuan penggoda.

"Ekhm..."

Aku terkejut. Dengan kedatangan seseorang di ruanganku tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Atau memang aku melamun sampai tidak mendengar ketukan pintu?

Aku menatap wajah wibawa penuh kesopanan itu. Aku tersenyum.

"Kayanya lagi banyak pikiran, sampai saya ketuk pintu saja tidak dengar." Pria itu duduk di hadapanku.

"Maaf, pak. Memangnya ada apa, pak?" aku mencoba untuk tidak memperpanjang dan mengumbar permasalahan yang aku alami. Aku mencoba untuk mengalihkan permbicaraan.

Feri menghela nafas.

"Begini. Saya hanya ingin memberitahu saja, kalau saya akan resign. Karena papa saya membutuhkan saya di kantornya. Jadi, untuk sementara sebelum ada yang menggantikan saya di sini. Pekerjaan memang sudah sebagian di kerjakan oleh Ardi, tapi saya kasian kalau semua pekerjaan saya di tanggung semua sama Ardi, kalau bisa kamu membantu Ardi."

Aku mengerti. Pak Feri, sepupunya Ardi ini. Mempunyai perusahaan yang sempat ditinggalkan, karena Ardi harus ke luar negeri. Dan sekarang Feri harus kembali ke perusahaan milik ayahnya yang sebentar lagi akan diteruskan olehnya.

Aku menghela nafas berat.

Bisa saja aku membantu Ardi. namun bagaimana cara aku menjauhinya sedangkan aku disuruh untuk membantu Ardi, yang pasti akan semakin banyak waktu untuk dihabiskan berdua. Bagaimana tentang gosip itu? Pasti orang-orang akan semakin yakin bahwa aku mempunyai hubungan dengan Ardi.

"Bagaimana?"

Aku masih diam.

Ada ketakutan yang membuat aku terus berpikir buruk. Aku tidak bisa di benci oleh orang lain, namun aku juga tidak begitu suka menjadi sosok yang terkenal. Aku hanya ingin berjalan biasa semestinya. Aku hanya orang biasa.

"Apa ini... maaf sebelumnya, saya pun hanya mendengar saja. Namun saya tidak bisa menyimpulkan sendiri, atau menganggap kamu begitu. Apa ini tentang foto itu?"

Aku menatap Feri sebentar.

Ternyata tentang foto itu, sudah menyebar luas. Aku kira tidak semua orang tahu, jika Feri saja tahu berarti hampir semua karyawan disini mengatahui gosip itu. Aku semakin takut. Aku tidak bisa dan tidak mau orang-orang akan menatapku aneh, aku seperti asing, aku seperti sampah, aku seperti terintimidasi.

"Maaf, Pak. Itu tidak benar," aku menundukan kepalaku.

"Iya. Saya pikir kamu tidak seperti itu. Baiklah, kalau begitu saya kembali bekerja"

"Re, jangan terlalu memikirkan itu. Semangat bekerja." Lanjut Feri seraya tersenyum.

Gejolak didada semakin menghimpit, sesak, tanpa sadar air mata keluar tanpa dicegah. Aku takut. Aku tidak suka orang-orang menatapku seperti itu, seperti dipojokkan, seperti aku lah sumber permasalahannya.

Kura-kura In Love 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang