4

16 14 0
                                    


    Tiba saatnya kembali memulai dan menata yang dulu sempat berantakan. Tetapi kali ini lebih berantakannya. Harusnya Rere senang bisa mendapatkan pekerjaan ini dan bekerja di perusahaan Ardi.

    "Kenapa sih? Katanya kamu mau jadi sekertaris. Tapi kok murung gitu?" tanya ibu yang sedang sarapan.

    Rere mencoba tersenyum. "Gak apa-apa bu. Kalau begitu Rere berangkat dulu ya!" dia menyalimi tangan ibunya dan juga adiknya.

    "Asalamualaikum."

    "Walaikumsalam."

    Hati dan pikiran Rere sedang tidak baik. Telepon, whattsapp pun tidak dibalas oleh Tara. bagaimana bisa dia bekerja dengan keadaan hati yang seperti ini. Apakah dia terlalu jahat sama Tara?

    "Udah sampai, Neng!" kata supir taksi.

    "Eh. Iya, Pak. Terimakasih." lamunan Rere terbuyar.

    Langit begitu cerah. Dihadapannnya sebuah gedung yang kemarin sempat dikunjunginya. Namun Rere tidak begitu semangat, harusnya hari ini Rere merasa senang.

    Rere menghembuskan nafanya, kemudian dia menyemangati dirinya sendiri.

    Semua pasang mata tertuju padanya. Tak terkecuali wanita seksi yang sedang memoles bibirnya dengan lipstick itu. Dia sedikit menundukan kepalanya dan langsung terburu-buru memasuki lift. Didalam lift dia bisa bernafas dengan lega.

    Dia harus bisa memulai kembali beradaptasi dan mulai terbiasa dengan wanita-wanita seksi peliharaan Ardi. dia sudah diberitahu oleh sekertarisnya Ardi lebih tepatnya sekertaris sementaranya, ruangan yang akan di tempati. Karena yang akan menjadi sekertarisnya kini adalah Rere.

    Hari ini dia memakai celana bahan, dengan kemeja berwarna biru muda, dengan sepatu hak dan rambut yang dikuncir kuda. Tidak lupa sedikit make up untuk tidak terlihat pucat. Ternyata ruangan yang dia tempati berada di sebelah ruangan Ardi dan dekat juga meja resepsionis yang penunggunya nauzubillah.

    Pintu dibuka tapi dia terkejut ada seseorang didalam sedang memunggunginya. Dia seorang laki-laki, berpakaian rapi. Apakah dia Ardi? tidak mungkin.

    "Permisi, maaf saya lupa mengetuk pintu. Saya kira tidak ada orang." memang dilantai ini belum terlihat orang yang berlalu lalang masih terlihat sepi, mungkin baru jam 6 pagi. Waktu kantor memang masuk jam 8 pagi.

    Laki-laki itu membalikkan badannya lalu memandangi Rere dari ujung kaki hingga ujung kepala. Rere yang ditatap seperti itu sedikit risih.

    "Maaf," dia tersenyum. Kemudian dia menjulurkan tangannya. "Kenalkan, saya Feri. Saya sekertaris sementaranya Pak Ardi. saya yang memberitahu kamu semalam."

    "Rere." aku membalas tangannya dengan takzim.

    Aku tersenyum.

    "Ini adalah ruangan yang akan menjadi tempat kamu bekerja. Dan ruangan ini terhubung dengan ruangan Pak Ardi."

    kemudian Feri mengambil beberapa kertas yang akan dipelajari Rere.

    "Dan ini. Kamu pelajari. Jika mau ada yang ditanyakan, saya ada di ruangan sebelah ruangan ini. Baik kalau begitu saya mau cari kopi dulu,"

    Aku mengangguk.

    "Eh, ternyata Ardi. tidak salah pilih." Feri pergi meninggalkan Rere yang terheran karena ucapannya.

    Aku tersenyum. Aku tatap sekeliling ruangan, terlalu kaku. Warna cat yang putih, lemari kayu dipojok sana, dan meja kerja di tengahnya. Tidak ada jendela. Tidak ada yang menarik, mungkin nanti dia akan menambahkan vas bunga – supaya tidak terlihat monoton.

Kura-kura In Love 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang