Bagian 41

146 10 0
                                    

Sepanjang pagi Alaia telah disibukkan dengan pekerjaan rumah. Mengingat Alexa belum dapat masuk sekolah, diapun harus mengorbankan kembali Sally dan Daniel untuk menjaga toko sampai Alexa benar-benar sembuh.

Di tambah hari ini adalah hari pertama Alexa harus kembali ke rumah sakit. Pengecekan berskala harus dia lakukan untuk kesembuhan Alexa. Alaia tidak akan bisa tidur dengan nyenyak jika keadaan Alexa yang belum sepenuhnya membaik.

Semenjak kejadian kemarin, Alaia hampir tidak merasakan dirinya aman. Lantaran Sean yang telah mengetahui keberadaannya.

Bukan dia tidak percaya kepada Sean, hanya saja dia takut jika cepat atau lambat Alex juga akan mengetahui keberadaannya. Bahkan mungkin, semua keluarganya. Mengingat jarak tempat tinggalnya dengan Alex juga tidak begitu jauh.

Kewaspadaaanya berlanjut, kekhawatirannya pun semakin memburuk. Setelah kejadian itu, hubungannya dengan keluarganya pun sedikit tidak baik. Dia bahkan belum bertemu ayahnya sejak ibunya bilang kalau ayahnya pergi dan sampai sekarangpun dirinya belum kembali. Dan William, pria itu menjadi sangat tertutup.

Alaia hampir tak berbicara dengannya di setiap mereka bertemu. Alaia membenci keadaan ini. Namun, dia juga tidak bisa memungkiri kalau dirinya masih sangat marah kepada Alaric dan William.

Dihadapan Alaia sekarang, hanya ada Alexa. Gadis kecil itu sedang tertidur pulas di pangkuannya. Alaia sedang menunggu giliran putrinya untuk di periksa. Ada dua pasien selanjutnya sebelum Alexa harus benar-benar masuk ke dalam ruangan dokter Calista, dokter yang menangani Alexa saat di rawat di sini.

Tangan Alaia tak hentinya mengelus kening Alexa. Kakinya terasa berat dan mulai kesemutan. Dia tidak memprotes sama sekali karena demi Alexa dia akan tetap bisa menahannya. Sesekali Alexa tampak menggerakan tubuhnya. Sampai akhirnya gadis itu terbangun. Ia membuka matanya perlahan. Alaia sudah tersenyum di hadapannya.

"Hi, sayang. Mengapa bangun?"

"Aku kira kita sudah sampai rumah." Jawabnya polos. Alaia terkikik.

"Rumah? Ya, kita memang sudah sampai rumah. Rumah sakit lebih tepatnya. Baiklah, sekarang ayo coba bangun. Mama ingin memberimu sesuatu." Alaia membantu Alexa untuk menegakkan tubuhnya. Setelah gadis itu siap, Alaia mulai merogoh tas selempangnya untuk mengambil camilan untuk Alexa. Ia menyodorkan permen cokelat di hadapan Alexa.

Gadis itu mengembangkan senyumannya lebar.

"Terima kasih, Mama." Alaia mengangguk. Wanita itu memperhatikan kesekitarnya. Ia khawatir, mengapa nama putrinya tidak kunjung di panggil, padahal Alaia telah memberitahu Calista sejak pagi. Alaia melemparkan pandangannya kembali untuk melihat Alexa yang masih terlihat menikmati permen cokelatnya.

"Mama," panggil Alexa sembari menoleh.

"Ya, sayang. Ada apa?"

"Maafkan aku karena kemarin aku marah-marah denganmu." Perkataan itu membuat hati Alaia luluh. Alaia menangkup tubuh Alexa sembari sedikit menundukkan kepalanya.

"Tidak, sayang. Harusnya mama yang minta maaf. Maafkan mama. Mama tidak bermaksud untuk membentakmu."

"Aku tahu," jawabnya sembari membuka bungkusan perman cokelat keduanya. "Mama hanya terlalu lelah. Aku tahu itu. Lagipula, nenek telah memberitahu semuanya." Alaia membulatkan matanya, sembari melirik Alexa.

"Apa yang nenek katakan padamu, sayang?" Alaia mendadak gugup. Gadis kecil itu belum menjawab. Membiarkan kunyahannya selesai. Alaia masih menunggu jawaban dari Alexa.

"Kalau Mr. Alex..." jantung Alaia mendadak berdegup kencang. Alexa menggantung perkataannya lantaran kini dia di sibukkan dengan potongan kecil permen yang menempel di rambutnya.

When I'm Gone (Completed) | Love SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang