"Gue kangen sama lo." Ungkap Karel yang mengejutkan Azeta, hingga ia menahan napasnya. Tubuhnya terasa dialiri listrik. Perasaan familiar yang sudah lama tidak dirasakannya. Jantungnya berdegup kencang dan ia buru-buru meredakan dengan mengingatkan diri bahwa Karel merindukannya sebagai teman, bukan kekasih.
Ah, itu sudah jelas, bukan?
"Gue juga." tangan Azeta naik ke punggung Karel dan menepuk-nepuknya.
"Gue juga kangen lo sama Juno." lanjutnya. Lalu Karel melepaskan pelukannya yang takut-takut itu. Takut memeluk Azeta terlalu erat walaupun ia ingin sekali.
"Gue pikir lo udah di tunggu." Azeta mengingatkan. Karel mengangguk mengerti.
"Sampai nanti, Zet." Karel pun melenggang setelah Azeta melambaikan tangan padanya. Azeta menarik dan menghembuskan napas perlahan sebelum meninggalkan tempat itu.
________
Azeta menyingkap selimut yang menutupi dari kaki sampai kepala. Ia tidak bisa tidur dan tiba-tiba ia memikirkan sex setelah... tunggu-tunggu, kapan terakhir ia berpikir tentang sex?
Rasanya sudah lama sekali ia tidak memikirkannya apalagi melakukannya. Ia sibuk menjalani hari sebagai seorang single mom dan pekerjaannya. Ia tidak pernah berpikir untuk berkencan karna kencan jelas tidak ada dalam agendanya.
Demi tuhan ia tidak pernah berkencan sepanjang hidupnya.
Dengan Karel? Itu jelas tidak masuk hitungan.
Ia mendesah lalu bangun dan keluar dari kamar menuju dapur. Ia membuka kulkas dan mengambil sekaleng bir.
"Gue kangen sama lo."
Ungkapan itu terngiang di kepalanya. Ia juga merindukan Karel walau tentu saja kerinduan versinya berbeda dengan versi Karel.
Ia meneguk birnya sembari memikirkan beberapa hal hingga kehadiran Kiev yang tiba-tiba mengejutkannya.
"Mommy," Kiev mengucek matanya. Azeta segera menghampirinya.
"You're up, baby?"
"I had a weird dream." katanya polos.
"Apa itu aneh yang bikin Kiev takut?" Kiev nampak berpikir sebelum kemudian menggeleng.
"Cuman aneh. Dan sedih." katanya.
"Oke, klo gitu ayo ke kamar lagi. Mommy temenin." Lagi-lagi Kiev mengangguk dan menyambut gandengan tangan Azeta yang membawanya kembali ke kamarnya. Azeta berbaring di samping Kiev, mengelus kepalanya dengan sayang.
"Jadi, Kiev mimpi apa?"
"Mommy pakai gaun pengantin." Azeta agak terkesiap saat mendengarnya. Untung saja ia tidak sedang minum, bisa-bisa ia tersedak dibuatnya.
"Really?" Demi Tuhan Azeta tak tahu harus bereaksi apa lagi. Rasanya aneh mendengar Kiev bercerita tentang mimpinya ini. Ia bahkan tidak pernah membayangkan dirinya menikah. Kiev benar bahwa mimpinya aneh.
"Iya. Trus Mommy nangis."
"Kenapa Mommy nangis?"
"Kiev ngga tau." bocah laki-laki itu menggeleng sedih. Azeta tersenyum pada putra tampannya itu.
"Itu cuman mimpi, oke? Cuman bunga tidur. Jadi jangan dipikirin lagi." Kiev mengangguk.
"Mommy,"
"Ya?"
"Kiev sebenarnya punya daddy, kan? Iya, kan?" pertanyaan Kiev membuat Azeta mencelos. Selalu begitu.
"Cleo bilang setiap orang pasti punya Mommy dan Daddy. Kayak Cleo, kayak Zafran, kayak teman-teman Kiev yang lain. Tapi sekarang Cleo udah ngga punya Mommy, karna Mommynya sudah di surga. Apa Daddy juga di surga?" kini, Azeta merasa kesusahan meneguk salivanya. Sebenarnya Kiev pernah menanyakannya walaupun dengan konteks yang berbeda. Namun kali ini ia akan menjawabnya. Anaknya sudah ada dimasa dimana jawaban tidak masuk akal Azeta atau pengalihan yang dibuat Azeta tidak akan mempan lagi.