dua belas

6.6K 614 18
                                    

Livia membersihkan luka Juno sembari menangis karna melihat wajah pria yang akan menjadi suaminya beberapa hari lagi itu babak belur.

"Kenapa bisa gini sih, Jun?? Hiks..." isaknya.

"Aduh, pelan-pelan, Liv." rintih Juno saat Livia membersihkan ujung bibirnya. Livia pun semakin berhati-hati membersihkannya.

Setelah membersihkan luka Juno, Livia segera mengompresnya dengan es batu.

"Kamu kenapa bisa berantem sama Karel sih? Padahal pernikahan tinggal beberapa hari lagi. Ngga lucu kan klo kamu masih babak belur nanti."

"Jangan ribetlah, Liv. Kan bisa di cover sama make up." Livia cemberut.

"Tapi kan..."

"Udahlah, Liv. Aku pusing, aku capek." Juno menjauhkan kompresan yang menempel di wajahnya. Dengan badan yang masih kesakitan, ia berusaha berdiri.

"Jun," panggil Livia namun Juno mengabaikannya.

________

Karel menahan rintihannya saat Nadine mengobati lukanya. Nadine, hanya meringis melihat kondisi Karel yang bonyok seperti ini.

"Kita ke dokter ya, Rel?" usul Nadine.

"Engga. Besok juga udah baikan." tolak Karel. Nadine pun mendesah.

"Kamu kenapa bisa berantem sama Juno?" Karel hanya diam. Dan Nadine menyadari satu hal. Bahwa akhir-akhir ini Karel tidak seperti biasanya.

Biasanya Karel akan bercerita padanya tentang apa yang terjadi namun ia tidak melakukannya akhir-akhir ini.

"Sebenarnya ada apa sih, Rel? Dari kemaren kamu aneh tau ga?! Dan Sekarang kamu malah berantem sama sahabat kamu sendiri sampe babak belur gini. Padahal beberapa hari lagi Juno nikah dan kamu jadi bestmannya." Karel tak menjawab Nadine dan malah memalingkan wajahnya.

"Sebenernya kamu kenapa, Rel?" Nadine benar-benar ingin tahu apa yang terjadi dengan tunangannya itu. Ia sangat peduli pada pria itu dan amat sangat menyayanginya. Karel mendengus kasar dan menatap Nadine tajam. Lalu ia berdiri dan berjalan memasuki kamar mereka.

Menurut Karel itu yang terbaik dilakukan daripada ia harus membentak wanita itu dan melukai perasaannya.

Ia menutup pintu kamar mereka pelan. Dan menyandarkan punggung dan belakang kepalanya di pintu. Ia memejamkan mata sejenak lalu mendesah.

Ia teringat kembali pada kejadian yang sama pada sembilan tahun lalu. Dimana ia juga berkelahi dengan Juno karna Azeta.

Ia juga ingat hari-hari setelah kejadian itu. Dimana mereka bertiga menjadi canggung dan sikap Azeta yang menjadi berbeda.

Ia tahu ia salah. Tapi bukankah Azeta juga menikmatinya? Maksudnya, mereka melakukannya karna keduanya sama-sama bersedia. Mungkin awalnya, semua terjadi karna kecelakaan saat mereka mabuk. Namun setelahnya, mereka sama-sama menginginkannya.

Ia mengingatnya. Ia masih mengingat semuanya. Malam-malam itu bersama Azeta, pertengkarannya dengan Azeta, perkelahiannya dengan Juno, bahkan mengingat hari-hari setelah Azeta pergi tanpa kabar. Saat itu mereka hanya diberi tahu bahwa Azeta ke Manchester untuk berkuliah disana dan ikut kakak keduanya yang stay disana.

Namun, mereka berdua merasa aneh karna Azeta tidak berpamitan atau mengucap sepatah kata pun tentang maksud kepergiannya.

Karel benar-benar kacau saat itu. Sama seperti saat ini.

Sejak kembali bertemu dengan Azeta, ia menjadi kacau.

Lagi.

Ia lagi-lagi memejamkan mata. Menahan rasa pilu yang menyesakkan dada karna mengingat hari itu dan juga hari ini.

Jika benar kata Juno, Azeta menghindari mereka karna itu, maka ia akan meminta maaf padanya nanti. Mungkin saja semuanya akan membaik.

🌻🌻🌻

"Mommynya Kiev?" seseorang membuat Azeta menoleh saat ia tengah menatap punggung Kiev dari kejauhan. Sejenak ia terpaku pada sosok yang luar biasa tampan dihadapannya. Sosok itu tengah tersenyum ramah, membuat Azeta menatap dengan terpesona.

"Mmm... Ya." jawabnya setelah tersadar.

"Enzo, Papanya Cleo." ia mengulurkan tangannya.

"Azeta." wanita itu membalas uluran tangannya dan tersenyum.

"Juno bilang, kalian saling kenal." katanya setelah mereka saling melepaskan tangan mereka.

"Ya. Kita teman lama." Azeta membenarkan. Pria itu tersenyum lebar.

"Klo gitu, sampai ketemu lagi, Azeta. Lovely to meet you." pamitnya yang kemudian meninggalkan Azeta. Wanita itu menggigit bibirnya.

"Wow," takjubnya dalam hati. Mamanya benar, pria ini tampan, tampan sekali dan juga sopan.

Dan Juno bilang, kakak iparnya naksir dengannya.

"Wow," takjubnya lagi.

________

Azeta menghembuskan napas perlahan saat menatap dirinya di cermin. Untuk menenangkan diri sebelum bertemu dengan Karel.

"Kakak pikir ini takdir." ujar Alena.

"Semua kebetulan ini setelah hampir sembilan tahun." lanjutnya. Azeta tak membantah. Diam-diam ia membenarkan dan teringat pepatah yang mengatakan, "Sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tercium juga."

Namun ia buru-buru mengenyahkan pikiran itu. Ia masih tidak siap Karel mengetahuinya.

"Oke, klo gitu aku pergi dulu. Nitip Kiev ya kak..."

"Yaudah sana buruan berangkat. Bilang sama Juno, jahat banget kakak ngga diundang. Bilangin juga, sebagai cewek yang pernah jadi tipe idealnya kakak marah." Azeta tertawa mendengarnya.

Ia menyempatkan diri untuk mencium kening Kiev sebelum pergi.

Ia menyalami Juno, ber cipika-cipiki dengannya dan memberinya selamat.

"Kata Kak Lena, lo jahat banget ngga ngundang dia." ujar Azeta menyampaikan pesan bercanda Alena.

"Astaga, gue lupa serius." jujur Juno. Walaupun Alena sempat menjadi tipe idealnya tapi tetap saja yang paling diingatnya adalah Azeta.

"Dia bilang sebagai mantan tipe ideal lo, dia marah."

"Hahaha, sialan!" Juno tertawa. Mereka tertawa.

"Gue seneng lo dateng. Makasih, Zet." ungkap Juno. Ia benar-benar senang melihat Azeta datang di acara pernikahannya ini. Azeta tersenyum dan menepuk bahu Juno pelan lalu ia beralih pada Livia dan memberinya pelukan dan selamat.

Sesaat ia tak menemukan Karel, ia pikir bukannya Karel adalah bestman?

Lalu, saat ia hendak pulang, seseorang menarik tangannya, menjauh dari kerumunan dan membawanya ke tempat sepi.

"Karel, lo—"

"Gue minta maaf soal waktu itu." ucapnya. Azeta berkedip cepat mendapati Karel bersamanya ditempat sepi ini.

"Gue cuman ngga bisa terima sama pengakuan lo yang udah empat tahun disini." Azeta masih menyimak dan menunggunya berbicara lagi.

"Zet, apa bener lo menghindar karna..." Karel menelan ludahnya sejenak.

"Karna apa yang kita lakuin dulu?"

🌻🌻🌻

Ramein yukkkkk sama vote dan komen kalian hehehe

beautiful accidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang