dua puluh dua

5.9K 553 19
                                    

Karel menatap diri di dinding lift. Ia tampak berantakan sekali. Ia membenarkan pakaiannya dan mencoba tersenyum. Ia tak ingin nampak terus menerus seperti ini di depan Nadine.

Sesampainya ia di apartemennya, ia disambut oleh Nadine yang terlihat begitu sexy dengan balutan sleepwear. Nadine tampak sangat menakjubkan. Biasanya Karel akan sangat bergairah. Begitu juga malam ini, namun entah mengapa ada yang berbeda. Gairahnya tidak meletup seperti biasanya. Mungkin karena ia akhir-akhir ini sedang banyak pikiran dan lelah.

Ia meletakkan gelas berisi red wine yang baru disesapnya sedikit lalu menghampiri Karel dan mengalungkan tangannya di leher Karel.

"How's your day?" tanyanya.

"Pretty good." jawab Karel, mencoba untuk terdengar mantap. Dan menurutnya berhasil karena Nadine tersenyum. Wanita itu berjinjit dan mencium bibir Karel sembari memejamkan mata. Sedang pria itu, sejenak ia tak bergerak, bahkan matanya tak memejam. Pikirannya tertuju pada Kiev dan Azeta.

Bagaimana cara mengatakannya pada Nadine?

Saat Nadine mulai melumat bibirnya, barulah Karel membalasnya dan memejamkan mata walaupun pikirannya entah kemana.

"Aku kangen kamu." ungkap Nadine sambil terengah-engah. Karel hendak menciumnya namun Nadine menahannya.

"Akhir-akhir ini aku ngerasa kamu jauh, padahal kita deket." terlihat kilatan kesedihan sekaligus gairah dimatanya, membuat Karel semakin bingung dan merasa bersalah.

Seandainya saja Azeta tak pernah menyembunyikan segalanya.

"Maaf, aku lagi banyak kerjaan di kantor." ia beralasan. Nadine menatapnya menyelidik. Ia jelas tak percaya. Bagaimana mungkin banyaknya kerjaan di kantor membuatnya tampak tertutup, sedih dan terluka?

"Kamu yakin?" tanyanya. Karel mengangguk meyakinkan. Ia menyentuh pipi Nadine dan mengelusnya lembut.

"Please... Jangan sembunyiin apapun dari aku." pintanya. Karel mengerjap dan menelan ludah, namun ia mengangguk. Kemudian ia mencium Nadine lembut dan tak butuh waktu lama, ciuman mereka memanas. Mereka saling melucuti pakaian masing-masing dan berakhir menyatukan diri di kamar.

_________

Nadine memeluk Karel setelah napas mereka tenang selepas pelepasan mereka. Ia menatap wajah Karel yang sedang tak mengenakan kacamata itu. Ia selalu suka mengamati wajah tampan tunangannya itu.

"Tadi aku ketemu, Mama." mulai Nadine. Karel pun segera menatapnya.

"Mama apa kabar?" tanya Karel. Nadine mengedikkan bahu.

"Mama mutusin mau jadi vegan setelah kemarin dia selalu ngomongin soal keto. Aku ngga tau setelah ini apa. Mungkin debm." Nadine memutar bola mata. Karel pun mendengus tersenyum mendengarnya.

"Jauh banget ke debm. Debm kan ngga sehat."

"Mama kan ngga konsisten, Rel."

"Mungkin aja setelah ini dia bener-bener jadi vegan." Nadine hanya mendesah.

"Mama juga mulai cerewet lagi soal pernikahan. Dari yang kita udah harus milih tanggallah sampai dia yang udah pengen cuculah. Pusing." keluh Nadine. Ia tak bermaksud menekan Karel karena biasanya pria itu menanggapi hal semacam ini dengan lelucon.

Karel mengalihkan pandangannya. Kepalanya terasa pening. Semua tekanan ini membuatnya pusing. Azeta memang tak meminta atau memaksanya bertanggung jawab. Tapi justru itu yang membuatnya ingin melakukannya walaupun mungkin mereka tak akan menjadi sepasang suami istri seperti yang Azeta katakan. Setidaknya, ia bertanggung jawab atas anaknya.

Memikirkan kata-kata Azeta membuatnya semakin pening. Wanita keras kepala itu, wanita yang berbeda dari kebanyakan wanita pada umumnya. Ia pikir, mungkin hanya Azeta yang melakukan hal semacam itu. Menyembunyikan kehamilannya, tak butuh dan tak menuntut pertanggung jawaban atas anaknya, yang memintanya melupakan bahwa ia punya anak.

Hanya Azeta. Satu-satunya wanita yang melakukan hal gila itu.

"Rel, kamu baik-baik aja?" cemas Nadine.

"Ya, cuma migrain." jawab Karel.

"Aku ambilin obat dulu."

*****

Azeta segera keluar dari kamarnya sehabis mandi dengan rambut yang masih basah saat mendengar Kiev seperti tengah mengobrol dengan seseorang. Padahal kan dirumah ini hanya ada dirinya dan Kiev saja.

"Kiev," panggilnya. Kiev tak menjawab, justru ia mendengar Kiev tengah tertawa cekikikan. Azeta pun segera ke ruang tamu saat mendengar suara yang familiar untuknya. Langkahnya terburu-buru.

"Kiev," Kiev dan Karel yang tengah bermain bersama dengan Kiev masih berada di gendongan Karel pun berhenti. Keduanya menatap Azeta.

"Gue pikir lo kesini besok." ujar Azeta heran. Karena tadi saat menanyakan rumah Azeta, Karel mengatakan akan ke rumahnya besok. Tapi, ia malah kesini malam ini, dengan pakaian kantor Azeta rasa.

"Aku udah ngga sabar ketemu sama... jagoan ini." jawab Karel sembari menggelitiki Kiev, membuat putranya itu tertawa geli. Jujur saja, Azeta senang melihat pemandangan itu. Pemandangan saat Kiev tertawa bahagia seperti itu. Tapi kemudian ia menyadari sesuatu.

Aku?

Ia mengulang kata-kata Karel. Sejak kapan mereka memakai Aku? Ah, mungkin ia salah dengar.

"Kalo gitu gue ngeringin rambut dulu." ujar Azeta. Karel tersenyum tipis dan mengangguk sembari menatapnya. Jujur saja, ia suka melihat saat rambut Azeta basah seperti sekarang. Ia terlihat sexy sekali. Tapi bukan berarti saat rambutnya mengering ia tidak sexy lagi. Hanya saja saat rambut Azeta basah, ia mempunyai kesan sexy yang berbeda.

Ditambah saat ini ia tengah mengenakan sleepwear satin yang membuatnya semakin terlihat menawan, sexy dan cantik. Tapi sebenarnya, Azeta memang cantik sejak dulu.

Azeta kembali masuk ke dalam dan mengeringkan rambutnya. Setelah selesai, ia baru keluar lagi.

Dilihatnya, kini Kiev sedang memainkan mainan barunya yang baru saja Karel bawa. Ia duduk di pangkuan Karel.

"Mommy, mainan Kiev sekarang jadi banyak sekali." katanya dengan mata berbinar.

"Udah bilang terimakasih sama Uncle Karel?" tanya Zeta. Mulut Karel bergerak mengatakan "Daddy" untuk mengoreksi Azeta, tapi tanpa suara. Azeta hanya menggeleng.

"Udah kok. Ya kan, Uncle?" Karel sontak mengangguk. Lalu tiba-tiba Kiev turun dari pangkuan Karel dan berlari ke dalam untuk mengambil box mainannya.

"Lo kenapa kesini malem-malem?" tanya Azeta.

"Aku udah ngga sabar ketemu Kiev." Azeta mengerjap saat mendengar lagi-lagi Karel menyebut aku.

"Aku, huh?!"

"Aku pikir, rasanya ngga bagus kalo di depan anak kita, kita pake gue-lo." semua kata-kata Karel barusan terdengar aneh, tapi ada benarnya juga.

Aku dan anak kita.

Sesuatu nenjalari diri Azeta.

"Aku-kamu ya?" Azeta mengangguk mengerti walaupun masih merasa aneh.

"Gimana kabar Nadine?"

"Dia lagi dirumah Mamanya. Jadi ngga masalah aku pulang kapan." katanya. Azeta menatapnya sejenak. Baru menyadari bahwa mereka sudah tinggal bersama.

Oh ayolah, Zet. Harusnya lo ngga kaget.

"Lo udah bilang sama dia? Maksud gue kamu. Oh, shit!" Karel tersenyum geli melihat Azeta sedang membiasakan diri menggunakan aku-kamu dengannya.

"Aku masih cari waktu yang pas buat ngomong sama dia."

"Aku harap dia denger dari kamu sendiri, Rel." ujar Azeta.

"Aku tau." katanya. "Jadi, kapan Kiev harus manggil Daddy?" tanyanya kemudian.

*****

Jangan lupa vote dan komennya guys...

beautiful accidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang