dua puluh delapan

5K 448 38
                                    

"Apa uncle Karel itu Daddy Kiev?" tanya bocah laki-laki itu. Azeta menunduk dan mengangguk sembari memejamkan mata erat sejenak. Saat ia membuka mata, ia melihat putranya mewek namun tampak berusaha menahannya. Ia mengusap matanya berulang kali agar air matanya tidak jatuh.

Azeta pun segera memeluknya. Dan barulah Kiev benar-benar menangis dihadapan ibunya. Azeta menggigit bibirnya mendengar tangis putranya.

"Kenapa—Daddy, hiks—baru nemuin Kiev sekarang?" tanyanya sembari terisak. Azeta mengelus kepala putranya.

Haruskah ia jujur pada Kiev akan pilihannya? Apakah Kiev akan marah jika tahu bahwa Karel tidak pernah tahu keberadaan putranya karena dirinya?

"Karena Daddy baru tahu kalau Kiev ada di dunia ini." Azeta memutuskan untuk jujur. Mendengarnya, Kiev melepaskan diri dari Azeta. Tangisannya terhenti dan dahinya berkerut.

"Kenapa Daddy baru tahu?"

"Karena.... Karena Mommy nggak pernah bilang sama Daddy." Kiev mengusap air matanya kasar. Ia ingin tahu lebih banyak alasan ia tidak pernah bertemu Daddynya selama ini.

"Kenapa?"

"Mommy minta maaf—" Azeta hendak menghapus sisa air mata putranya namun putranya itu langsung menepis tangan ibunya, membuat Azeta terkejut. Kiev mulai marah. Anak laki-laki yang lembut dan penurut ini mulai marah.

"Kenapa Mommy bohong sama Kiev?! Kenapa mommy tidak bilang kalau Uncle Karel itu Daddy?!"

"Kiev—"

"Apa Mommy juga bohong sama Daddy?!"

"Kiev!"

"Kiev tidak suka punya Mommy pembohong!" teriaknya yang kemudian keluar dari kamarnya dan menuju ruang perpustakaan kecil milik mereka dan menguncinya.

Azeta membenamkan wajahnya pada telapak tangannya. Bahunya berguncang karena tangis. Putranya marah padanya. Sesuai prediksinya.

Tapi mungkin, ia memang pantas mendapatkannya.

*****

"Nad, please... Kita bisa ngomongin ini baik-baik." mohon Karel pada Nadine saat Nadine mengemasi beberapa barangnya dari apartemen mereka.

Wanita itu mengusap air matanya dan menghadap kekasihnya, menghentikan aktivitasnya sejenak.

"Apa menurut kamu sekarang waktu yang tepat, Rel?!" Karel membasahi bibirnya. "Aku lagi ada di situasi yang nggak tepat buat ngomongin sesuatu secara baik-baik. Ini terlalu..." ia menenggak ludahnya. "Ini terlalu mendadak dan bikin aku syok."

"Apalagi aku, Nad. Aku juga syok setengah mati. Nggak ada angin nggak hujan tiba-tiba mendadak aku udah punya anak umur 8 tahun. Apa aku pernah bayangin hal itu? Jelas enggak."

"Kalau gitu kenapa kamu nggak mau tes DNA? Kenapa kamu yakin kalau dia anak kamu?"

"Karena dia memang anakku, Nad." Nadine menggigit bibir menahan pedih. Air matanya menetes.

"Kamu yakin kalian berdua nggak ada hubungan apapun? Cuman sekedar sahabat?"

"Ya." jawab Karel cepat.

"Hmh, c'mon, Rel. Orang mana yang mau tidur sama sahabatnya? Are you gonna fuck Juno?"

"It's fucking nonsense."

"Itu dia, Rel. Kamu sama Zeta nggak masuk akal." Nadine meraih kopernya dan berjalan melewati Karel.

"Fuck fuck fuck." gumam Karel frustrasi sambil menjambak rambutnya. "Nad!" panggil Karel seraya mengikuti gadisnya.

beautiful accidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang