***
**
*
Sembari menyesap kopi hitam di awal malam, Bangchan memperhatikan brosur-brosur yang ada di hadapannya. Dia duduk di meja kerjanya, di bagian kiri sisi kamar—dekat dengan bilah jendela yang menyajikan pemandangan kota di luar sana.
Brosur penawaran paket liburan di pantai—dari beberapa travel yang menjadi rekanan perusahaan tempat dia bekerja—adalah yang tengah jadi perhatiannya sekarang. Kerjaan yang membabi buta membuat Bangchan dan Hyunjin tak sempat berlama-lama menikmati waktu berbulan madu kemarin. Bahkan sampai sekarang, menginjak bulan keempat pernikahan, mereka belum sekali pun mereka berlibur untuk menikmati bulan madu.
Gilanya, dua hari setelah mereka menikah, mereka harus kembali bekerja.
Masih jelas di ingatan Bangchan betapa dia menjadi bulan-bulanan di hari pertama kembali bekerja. Investor terus meledekinya karena hasil karya Hyunjin di leher Bangchan masih dengan jelas terlihat. Bodohnya, Bangchan tak menyadari itu ketika bercermin. Lebih parah lagi karena Hyunjin, yang pastinya sadar akan itu, dengan sengaja membiarkan Bangchan berangkat kerja dengan hasil karyanya yang terpajang untuk dunia luar. Hyunjin malah bangga.
Bangchan bahagia mengingat aktivitas intim mereka untuk pertama kali. Sama-sama canggung, sama-sama salah tingkah, dan sama-sama mengantisipasi untuk pertama kalinya. Hanya insting yang bermain. Nyatanya mereka bahagia, menurut Bangchan.
Senyuman yang tak pernah lepas dari bibir Hyunjin selalu menjadi penyemangat pagi hari dan penghapus lelah di malam hari. Dengan berlalunya hari demi hari, Bangchan semakin tergila-gila pada Hyunjin. Entah bagaimana Hyunjin terhadap Bangchan. Bangchan masih belum paham dengan pasangannya itu.
Untuk memikat Hyunjin, Bangchan ingin menghadiahi liburan romantis seperti yang Hyunjin sebut sebelum mereka menikah. Rencananya mereka akan ambil cuti bulan depan.
Ya, bulan depan, karena bulan ini kegiatan Bangchan sangat padat. Finishing proyek wahana hantu yang menguras tenaga lahir dan batin, dan juga presentasi revisi proyek rumah liburan menantu wali kota. Belum lagi ada tender baru yang ditawarkan padanya.
Tak jarang Bangchan dan Hyunjin sibuk masing-masing ketika sampai di rumah sementara mereka. Mereka memang tinggal di apartemen untuk sementara ini, sembari menunggu rumah yang Bangchan buat untuk hadiah pernikahan selesai.
Apartemen dengan satu kamar tidur utama dan satu ruang tamu. Sesekali Nenek Choi, Kepala Pembantu di rumah orang tua Bangchan datang untuk bantu-bantu mengurus apartemen.
Kesibukan Bangchan dan Hyunjin membuat mereka bahkan kadang tak sempat untuk sekadar membersihkan debu-debu yang gampang sekali menempel. Mengejar tenggat waktu pekerjaan adalah prioritas bagi mereka yang memegang tugas penting di kantor.
Suara tombol kunci pintu apartemen terdengar. Tampaknya itu Hyunjin. Bangchan pun refleks menoleh ke arah pintu. Siapa lagi kalau bukan Hyunjin, ini bukan akhir pekan, jadi tak mungkin itu Nenek Choi.
Dengan cepat Bangchan menyembunyikan brosur-brosur yang tadi dia perhatikan. Hyunjin tak boleh melihat ini. Namanya juga kejutan, ya, kan?
Tepat setelah brosur-brosur itu tersembunyi di laci meja kerjanya, Hyunjin muncul.
"Hai!" sapa Hyunjin sambil meletakkan barang-barangnya di atas meja kerjanya—di bagian kanan kamar. Tepat bersebelahan dengan meja kerja Bangchan, namun menghadap ke arah ranjang dan pintu kamar. Hyunjin lebih senang jika dia memunggungi jendela.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Chanjin ― Alexithymia Love
FanfictionHyunjin harus menerima takdir untuk dijodohkan dengan seorang penderita alexithymia. Ia ingin bertahan dan yakin bisa bahagia bersama suaminya. Namun, kenapa ia lebih banyak menangis ketimbang bahagia? Akankah Hyunjin sanggup menjaga pernikahannya s...