***
**
*
Keluarga Bangchan berada dalam sebuah mobil mini yang dikendarai oleh Yoondo. Yongsun duduk di depan, samping Yoondo. Di kursi belakang, Bangchan terbaring sambil memeluk boneka besarnya yang berbentuk anjing berwarna cokelat muda. Tadi, pagi-pagi sekali Bangchan terpaksa bangun. Rasa kantuk yang belum terpuaskan kini berhasil kembali menguasai anak berumur tujuh tahun itu. Akhirnya Bangchan memilih untuk tewas sejenak di kursi belakang.
Mereka kini sedang dalam perjalanan menuju acara reuni kampus Yoondo. Acara yang direncanakan menjadi ajang melepas penat dengan sengaja dilaksanakan di daerah yang jauh dari hiruk pikuk kota. Cukup banyak tanjakan dan belokan tajam yang dilalui demi mencapai lokasi pelaksanaan acara.
"Yeobo, hati-hati. Pelan-pelan saja. Byungchan juga masih tertidur," ucap Yongsun sambil memegang lengan Yoondo. Sedikit merasa takut dengan medan terjal yang dilalui.
Yongsun menoleh sebentar ke arah Bangchan. Pipi gembul Bangchan beradu dengan hidung bonekanya. Tampak lucu dan menggemaskan.
"Masih jauh tidak?" tanya Yongsun. Saat itu belum ada alat navigasi elektronik berbasis satelit. Mau tak mau mereka mengandalkan denah dan petunjuk jalan yang diberikan oleh panitia pelaksana.
"Sepertinya tidak. Setelah jalan di depan sana kurasa kita sampai," ucap Yoondo sambil sesekali melirik petunjuk pada denah lokasi. Dan ternyata benar. Baru saja disebut kini mereka sudah sampai. Terbukti dengan spanduk besar berisi ucapan selamat datang dan logo kampus yang begitu besar.
"Kurasa Byungchan harus dibangunkan," ucap Yoondo sambil meyetel rem tangan dan mematikan mesin mobilnya.
"Aku tak tega membangunkannya. Biarkan saja dulu." Yongsun berkata demikian sambil melirik anaknya yang bertubuh gempal.
Yoondo mengangguk lalu keluar dari mobil untuk menuju bagian bagasi belakang, mengeluarkan beberapa keperluan yang sengaja dibawa untuk sekadar menambah menu makanan di acara reuni ini.
Yongsun mendekati Bangchan. Helai rambut hitam bergelombang milik Bangchan pun dibelai penuh kasih sayang. Pipi gembil sang anak yang kenyal pun sesekali dibelai lembut. Senyum tak lepas dari wajah Yongsun. Anaknya yang kemarin berlatih sepak bola, renang, dan gitar sampai malam hari, dengan jelas tampak kurang tidur.
Hampir saja Yoondo pergi sendiri karena Yongsun tak mau mengganggu istirahat akhir pekan anaknya. Namun di menit akhir Yoondo memaksa. Lokasi reuni yang jauh dari hiruk pikuk kota dianggap mampu memberi angin segar dan sehat untuk paru-paru penduduk kota seperti mereka. Lagi pula Bangchan bisa berlarian dengan bebas di lapangan rumput yang luas. Bangchan pasti senang, pikir Yoondo.
"Byungchan-ah," ucap Yongsun mau tak mau membangunkan anaknya. "Kita sudah sampai," ucapnya lagi sambil membelai-belai sang anak.
Yang dibangunkan tampak bergerak sebentar. Tak lama kemudian setelah nyawanya terkumpul anak kecil itu duduk dan langsung memeluk sang ibu. "Aku masih mengantuk, Mom," ucap sang anak dengan posisi menyender nyaman pada sang ibu dan hampir saja tertidur lagi.
Yongsun terkekeh geli. "Coba lihat di luar. Ada lapangan luas," bujuknya pada sang anak.
Bangchan mendengar kata lapangan langsung mengaitkan dengan bola. Dalam sekejap Bangchan terduduk dengan wajah antusias. Begitu dia mendapati lapangan luas terbentang di hadapannya, rasa kantuk langsung berganti dengan wajah ceria. Mulutnya membentuk senyuman lebar dengan mata membesar memancarkan aura senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Chanjin ― Alexithymia Love
Fiksi PenggemarHyunjin harus menerima takdir untuk dijodohkan dengan seorang penderita alexithymia. Ia ingin bertahan dan yakin bisa bahagia bersama suaminya. Namun, kenapa ia lebih banyak menangis ketimbang bahagia? Akankah Hyunjin sanggup menjaga pernikahannya s...