34: Bukaan

1.2K 128 59
                                    



===================

MPREG ALIRAN TEGANG!

Chapter ini full isinya tentang gejala melahirkan Hyunjin.

Jadi bagi yang jijik mohon mundur cantik ^^

Don't say i didn't warn you, ya, sayang-sayangku.

===================


***

**

*


Ponsel Bangchan bergetar. Bunyi nada dering yang sengaja dipasang untuk satu nama spesial menguar dari ponselnya yang terletak di saku celana proyeknya, tepat di samping dengkul kanan.

"Bangchan! Komando ... Hei! komandonya!"

Jaebum berteriak memanggil Bangchan yang fokus ke ponselnya melalui radio komunikasi handy talky. Mereka tengah mengawasi pergerakan crawler crane yang beroperasi memasang  pelapis anti radiasi kaca. Percikan api maya dari mesin las berulang kali menari seperti kembang api.

Bangchan tengah berada di bilik tower crane agar bisa melihat proses pemasangan final atribut gedung. Dia mengusap tombol hijau pada ponselnya, sekadar untuk menjawab sambungan telepon. Setelah itu dia bicara pada Jaebum menggunakan radio komunikasi. "Jaebum! Tolong naik dan ambil alih!"

"HEI! Serius sedikit!"

Teriakan Jaebum terdengar dari pelantang radio komunikasi, tapi Bangchan tak mengacuhkannya. Dia memilih keluar dari bilik utama tower crane untuk berbicara dengan Hyunjin melalui telepon. 

Dia melangkah lebar, melewati jembatan panjang tower crane menuju sisi bangunan utama. "Tunggu sebentar, Hyune!" ucap Bangchan dengan sedikit berteriak agar suaranya didengar Hyunjin. Dia tak mau kalah dengan deru angin pada jembatan tower di ketinggian gedung lantai 27.

Setelah sampai di ujung jembatan, dia melompat agar dapat dengan sempurna berdiri di rooftop gedung bakal calon apartemen. Setelah itu dia lanjut melangkah menuju lift bantu.

"Halo ... ada apa?"

Bangchan sudah sempurna berada di dalam lift yang menggunakan bantuan tuas sederhana untuk bergerak turun. Selintas tadi bertemu dengan Jaebum yang sudah bergerak naik menggunakan lift bantu di sisi satunya. Mereka sempat berkode sebentar dengan mengacungkan jempol dan menunjuk alat komunikasi yang terletak di saku kanan celana proyek lapangan mereka.

"Bbang ... perutku sakit sekali! Sepertinya si kembar sudah mau keluar."

Napas Bangchan tercekat. Memang sudah berulang kali dia berlatih untuk menghadapi ini. Berusaha mengingat saran Boa (sang terapis) agar mengatur napas untuk tetap tenang dan sigap. Namun ketika berita ini datang, nyatanya dia tetap tak karuan. Jantungnya berdetak cepat dengan kaki yang terasa lemas. Ini bahkan tak terjadi saat dia harus melewati jembatan tower di lantai 27 yang hanya bisa dilewati oleh satu orang dengan terpaan angin kencang dari berbagai penjuru.

"O-oke ... a-aku segera pulang."

"Cepat sedikit, Bbang!"

"Oke, oke ... tunggu aku."

Bangchan menjauhkan ponselnya dari telinga. Berniat menutup telepon. Namun suara Hyunjin masih terdengar. Dia seperti berteriak.

"Bbaaangg!"

[✓] Chanjin ―  Alexithymia LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang