***
**
*
Perguliran waktu di Toronto entah kenapa terasa sangat lambat untuk pereferensi Bangchan. Waktu 24 jam terasa 30 jam. Baru kali ini Bangchan merasakan hal yang tak masuk akal begini.
Dia baru saja selesai meeting. Masih banyak yang harus Bangchan revisi sesuai dengan keinginan klien dan investor. Kau punya uang, maka kau berkuasa. Kurang lebih seperti itulah keadaan saat ini.
Mau tak mau, dia memperpanjang jumlah harinya di Toronto. Hampir lupa makan, sudah menjadi ciri khasnya beberapa hari belakangan ini.
Apalagi kini dia hanya sendiri di Toronto. Biasanya jika bertugas ke luar kota, Bangchan akan dipasangkan dengan koleganya dari tim keuangan, tim riset, atau pun pimpinan proyek. Namun kali ini dia harus sendiri.
Sebenarnya Bangchan tahu kenapa dia merasa seperti ini. Dia tahu persis kenapa waktu terasa sangat lambat. Namun, Bangchan malu untuk mengamini pikiran kecilnya.
Jawabannya adalah Bangchan merindukan Hyunjin.
Ya, waktu terasa sangat lambat karena Bangchan merindukan Hyunjin.
Hampir tiap hari Bangchan menelpon Hyunjin. Berbasa-basi menanyakan letak barangnya yang sebenarnya sudah Bangchan ketahui dengan persis. Pun Hyunjin, tiap saat dengan sabar menjelaskan letak barang yang ditanyakan Bangchan berulang kali.
Pernah waktu itu Bangchan menanyakan letak penjepit dasi. Sekadar asal bertanya, bukan benar-benar mencari barang itu. Bangchan pikir ketika Bangchan menanyakan barang sekecil itu akan membuat Hyunjin bingung dan otomatis memperpanjang waktu bicara mereka menjadi sedikit lebih lama.
Rupanya Hyunjin hapal betul dengan isi koper Bangchan dan juga tas punggungnya. Tanpa ragu Hyunjin menyebutkan letak penjepit dasi itu. Sungguh, Bangchan takjub dengan Hyunjin.
Bangchan merasa bahagia. Ya... pelan-pelan Bangchan tahu apa itu rasa bahagia. Hyunjin berhasil membuat otak Bangchan menjadi lebih responsif terhadap hal-hal bersifat afeksi. Walaupun tetap, dia masih susah untuk mengekspresikan apa yang dia rasakan.
Yang Bangchan tahu, setiap selesai berbicara melalui telepon, keinginan untuk segera bertemu dengan Hyunjin (yang dia rindukan) semakin berlipat.
Ingin rasanya Bangchan mengucapkan "Aku merindukanmu" di tiap saat dia menelepon Hyunjin. Tapi, alat bicara Bangchan seolah kelu. Kata itu seperti kata tabu yang tak bisa dikeluarkan oleh mulut Bangchan.
Padahal di dalam hati, Bangchan tahu betul dirinya merindukan sosok indah pasangan hidupnya itu. Bangchan merindukan senyum manis Hyunjin. Namun rasa canggung dan ragu lebih besar dari rasa rindunya. Dia bahkan ragu untuk melakukan video call.
"Halo, Sayang," sapa riang suara di seberang telepon.
Itu Hyunjin. Bangchan menelepon ketika sampai di hotel.
"Halo, Hyunjin-ssi," ucap Bangchan dengan rasa hangat menjalar dada. Hanya dengan mendengar suara Hyunjin, Bangchan bahagia.
"Apa yang sekarang kau cari, eh?" tanya Hyunjin yang kemudian disambung dengan kekehan kecil.
"Ah, tidak ada," jawab Bangchan sambil menggaruk kepalanya.
Hyunjin tahu, suaminya pasti sedang menggaruk kepalanya. Dan itu membuat kekehan Hyunjin kembali terdengar. "Lalu, ada apa tiba-tiba boneka beruangku ini meneleponku?" tanya Hyunjin menggoda Bangchan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Chanjin ― Alexithymia Love
FanficHyunjin harus menerima takdir untuk dijodohkan dengan seorang penderita alexithymia. Ia ingin bertahan dan yakin bisa bahagia bersama suaminya. Namun, kenapa ia lebih banyak menangis ketimbang bahagia? Akankah Hyunjin sanggup menjaga pernikahannya s...