21: The word

620 121 46
                                    

***

**

*


Bangchan meraih ponselnya yang terletak tak begitu jauh. Dia baru saja selesai menyalurkan rasa kesal dengan membersihkan rumah; menyapu dan mengepel tiap sudut ruangan hingga bersih tak bernoda. Bahkan tanaman yang biasa Hyunjin rawat ketika akhir pekan juga Bangchan sirami tadi.

Pria berekspresi datar itu beranjak menuju resto cepat saji sekitar komplek perumahan. Dia memesan makanan yang bisa disajikan dengan cepat demi menenangkan perutnya yang meronta karena lapar. Maklum saja, energinya cukup terkuras setelah membersihkan rumah. Dua porsi ayam goreng dan sup jagung instan menjadi pilihannya karena kata pelayan itulah yang paling cepat.

Begitu pesanan siap, Bangchan mengambil kantung makanan dan segera kembali ke rumah. Alasannya masih sama, dia menunggu Hyunjin. Dia ingin ada di rumah ketika pasangan hatinya itu kembali.

Namu, hingga Bangchan selesai menyantap semua makanan Hyunjin masih tak kunjung tiba. Entah sudah berapa kali pria berekspresi datar itu bolak-balik ke ambang pintu rumah, berharap ada Hyunjin datang.

Pada akhirnya dia kembali bertanya-tanya. Setelah menimbang-nimbang Bangchan memutuskan untuk kembali menghubungi Hyunjin. Dia harus tahu keberadaan pasangannya itu agar jantung serta denyut di kepalanya lebih tenang. Jika memungkinkan, dia akan menyusul Hyunjin.

Sayangnya Hyunjin masih malas mengangkat telepon dari Bangchan. Ini sudah ketiga kali Bangchan mencoba menghubungi Hyunjin dan berakhir dengan suara operator yang menyarankan untuk meninggalkan pesan.

Melawan rasa enggan, Bangchan mau tak mau menelepon nomor Changbin, harapan satu-satunya. Pasalnya Bangchan sudah tak bisa berharap pada Felix—pria kurus itu sama seperti Hyunjin, tak mau mengangkat telepon dari Bangchan dan selalu membiarkan dering telepon berujung dengan suara operator yang menyarankan untuk meninggalkan pesan.

Nomor kontak Changbin adalah nomor darurat yang sebelum ini tak pernah Bangchan hubungi. Kali ini pun sebenarnya Bangchan sangat malas untuk menghubungi Changbin.

Namun mau bagaimana lagi?

Untuk kali ini Bangchan menghapus egonya. Mengetahui keberadaan Hyunjin jauh lebih penting daripada sekadar menjaga rasa enggan.

Bagi orang yang sangat mengerti Bangchan, tentu tahu kalau ini adalah langkah terbesar dalam hidup Bangchan. Pria itu hampir tak pernah mengalah atas keteguhan pikirannya.

Tak lama kemudian suara Changbin sampai di telinganya. "Bangchan, kan? Tak kukira aku menerima telepon darimu dan langsung di ponselku sendiri." Changbin berkata demikian lalu tertawa.

Bangchan mengatur napas. Jantungnya berdebar lebih kencang dengan rasa panas menyebar di dalam perut. "Katakan kalian di mana?" Bangchan bertanya dengan jelas maksudnya menelepon dan tak pakai basa-basi.

Suara tawa Changbin mengisi telinga Bangchan. Dan itu membuat Bangchan menelan ludah. Dia semakin merasa panas.

Tak lama kemudian terdengar sayup-sayup suara yang sangat Bangchan rindukan. "Pantaaaaiiii!!"

Itu suara Hyunjin.

"Di pantai mana kalian?" cecar Bangchan dengan cepat. Tanpa dirinya sendiri sadari, dia kini mengepalkan tangan dengan keras hingga buku-buku jemarinya sedikit memutih. Aliran darah di jemarinya tampak berhenti.

"Yang jelas aku dan Felix hanya menemani Hyunjin untuk memuaskan keinginannya." Changbin sama sekali tak menjawab inti pertanyaan Bangchan. "Apa kau tahu? Dia selalu menginginkan makan malam romantis di pantai."

Ya ... Bangchan tahu dan sadar betul akan itu. Sudah berulang kali pula Bangchan mencari paket liburan untuknya dan Hyunjin. Alih-alih menjawab pertanyaan mencemooh Changbin, Bangchan lebih memilih bungkam. Tak ada gunanya menjelaskan pada si fotografer.

[✓] Chanjin ―  Alexithymia LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang