Sunrise Bersamanya

661 204 31
                                    

"Bismillaahirohmaanirohiim. Bismillaahi majreeha wa mursaahaa inna robbii laghofuururrohiim ...."

Balon udara warna pelangi yang menampung 20 orang ini keranjangnya mulai mengambang di udara tatkala Haura membaca doa berkendara dalam benak.

Posisi berdiri 20 penumpang ditata sedemikian agar tetap seimbang. Sedangkan satu keranjang balon bersekat menjadi 5 kotak; satu kotak di tengah untuk pilot dan empat kotak sisanya untuk para penumpang, jadi para penumpang harus berdiri berlima di setiap satu kotakan.

Hyun Jae dan Haura berdiri di kotakan keranjang yang bersebelahan.

Balon udara semakin naik. Di bawah sana, balon udara lain juga mulai mengambang di udara.

"Agassi, apakah itu Sungai Nil?" tanya Ye Jun sembari menunjuk sebuah sungai maha panjang yang tampak kecil dari arahnya saat balon udara mencapai ketinggian sekitar 1200 kaki. Ia berdirinya berada di pinggiran sekat kotakan, di mana Haura juga berdiri di samping sekat kotakan yang dekat dengan Ye Jun.

"Iya, itu Sungai Nil," jawab Haura. Menatap Sungai Nil yang membelah bentala Mesir.

Hyun Jae yang berdiri di samping Hwan mencuri dengar percakapan mereka berdua. Ikut menatap khidmat salah satu sungai terpanjang di dunia ini yang katanya terbentang dari Timur Benua Afrika hingga Laut Mediterania, melewati 11 negera; salah satunya Mesir.

"Kau mau aku bagi tahu sebuah fakta tentang Sungai Nil, Ye Jun-ssi?" ujar Haura.

"Mau. Apa itu, Agassi?" Ye Jun bersemangat.

"Dulu, katanya orang Mesir Kuno itu percaya bahwa Sungai Nil ini mengarah ke alam baka."

"Alam baka? Bagaimana bisa? Jadi Sungai Nil ini berujung ke eden? Eh, atau malah ke neraka?" Ye Jun menengok ke arah Haura. Tidak sabaran ingin tahu.

"Tidak tahu juga sih bagaimana tepatnya, Ye Jun-ssi."

"Aigo!" desah Ye Jun. Dijawab senyuman lebar Haura.

Hyun Jae yang masih menguping ikut mengembangkan senyum. Melirik ke arah Haura. Mengamati gadis itu yang beralih menjelaskan alasan mengarah ke alam baka itu; karena mereka percaya kalau Sungai Nil adalah jembatan hidup-mati, maka dari itu mereka membuat makam di sisi barat karena percaya di sisi itulah tempatnya kematian karena matahari terbenam di barat, sementara timur dipercaya sebagai tempat kelahiran karena matahari terbit di ufuk timur.

Fokus Hyun Jae bukan ke jawaban Haura, melainkan ke wajah seseorang itu. Wajah Haura masih sama seperti di hari perpisahan itu, hanya saja kini wajah Haura tampak lebih tegas yang menjadikannya sadar bahwa gadis ini bukan lagi bocah tengil yang suka meledek seperti yang dulu dirinya kenal. Dan Haura tampak lebih tinggi beberapa senti, juga tampak lebih ramping.

"Itu di sekitaran Sungai Nil daerahnya hijau 'kan?" Haura menunjuk area Sungai Nil dengan sebelah tangan.

"Cobalah lihat ke sebelah sana, kau akan menemukan bentangan gurun pasir," lanjut Haura, memberingsutkan tunjukan tangannya ke samping sana yang sudah berlatarkan pemandangan gurun pasir sejauh mata memandang.

"Daebak!" seru Hyun Jae tanpa sadar yang edaran matanya kini mengikuti alur tunjukan tangan Haura. Menatap takjub gurun pasir yang terbentang.

Syahadat di Langit SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang