Ayo Menikah

704 206 38
                                    

Beberapa saat lalu, Haura membawa Qolbi untuk menemaninya membeli bakso mercon yang terkenal enak di Cilacap. Tidak jauh kedainya, hanya 10 menit menggunakan motor.

Toko roti sepi. Suasana ramai oleh suara hujan deras di luaran sana.

Haura mengajak Hyun Jae untuk memakan bakso mercon yang dibelinya ini, sekaligus bersama Qolbi, Mas Septo, dan beberapa karyawan toko.

"Lihatlah, si Oppa mau nangis, Mbak Ra. Kayaknya dia nggak suka pedes," komentar Qolbi di sela menyantap bakso mercon yang memang level pedasnya bukan main. Tatapan Qolbi mengisyaratkan kegelian melihat Hyun Jae di meja sebelah mereka berdua yang duduk berhadapan dengan Mas Septo, kedua matanya memerah dan berkaca-kaca, bibirnya merah, banyak titik-titik peluh di jidat, sesekali berhuh pedas.

Menyempatkan menelan unyahan bakso, Haura melirik ke arah Hyun Jae.

"Pedas sekali, Haura. Bibirku langsung jontor," keluh Hyun Jae mendapati Haura sedang mengamatinya ini. Lalu mengambil selembar tisu, mengelap dahinya yang berpeluh itu, meminum teh di gelas cantel yang malah panas dengan uap kebal-kebul.

"Astagfirullah!" ucap Hyun Jae dengan raut muka kaget, meletakkan gelas cantel ke meja dengan cepat.

Mas Septo menertawai kegaduhan Hyun Jae.

Qolbi pun hampir tertawa, ia bekap bibirnya dengan sebelah tangan.

Seutas senyum geli singgah di bibir Haura.

"Maaf, seharusnya aku tadi beli bakso yang biasa saja jika tahu kau tidak suka pedas, Oppa," seru Haura.

Hyun Jae mengangguk. Kemudian menenggak air putih dalam kemasan botol hingga tersisa separuh.

"Omong-omong, ini level berapa sih pedasnya, Haura?"

"Pedasnya level setan." Haura menjawab asal. Lantas menyesap kuah bakso.

Kening Hyun Jae mengerut. "Eh, pedes level setan?"

"He-em. Eh, Oppa yang mau yang level api neraka, ya? Jika mau level ini, nanti segera aku belikan," koreksi Haura, tambah meledek.

Hyun Jae begidik ngeri. Memilih melanjutkan memakan sisa bakso di mangkuk, berusaha memisahkan cabai di dalam bakso, menghindari menyesap kuah yang gila pedas itu.

Haura cukup merasa bersalah pada satu tamunya ini, tapi menyebalkannya, di sisi lain ia justru merasa senang karena menjadi terkesan telah berhasil mengerjai lelaki oriental itu dengan bakso mercon.

Acara memakan bakso akhirnya usai di beberapa saat ke depan.

"Bisa bicara sebentar, Haura?" tanya Hyun Jae di saat Haura dan Qolbi bergeming kalem di meja mereka sembari menikmati rintik hujan yang tak jemu turun.

Mendengar suara bass itu, atensi Haura teralihkan pada Hyun Jae, menyahut, "Iya, katakan saja. Jangan sungkan."

Bukan langsung mengatakan perkara sesuatu itu apa, Hyun Jae malah bergeming pikir sejenak. "Eh, maksudku ... empat mata," jelasnya kemudian, "Sebentar saja. Janji." Mengakhiri dengan menunjukan jari kelingking.

Membisu, lantas Haura membisiki Qolbi sejenak.

Qolbi pun beringsut berpamit ke belakang.

Syahadat di Langit SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang