Gus Fikri

886 225 36
                                    

Selain menjadi kiblat wisata kuliner, Itaewon juga menjadi tempat masjid tertua di Korea Selatan yang dibuka sejak tahun 1976; Masjid Pusat Seoul atau terkenal juga dengan Masjid Itaewon. Berlokasi di Hannam-dong, Distrik Yongsan. Didirikan atas inisiasi Korean Muslim Federation dan dana hibah persahabatan Arab Saudi.

Tanah tempat Masjid Itaewon ini berdiri adalah tanah tinggi seperti bukit, sehingga untuk masuk ke dalamnya Hyun Jae harus menapaki sejumlah anak tangga. Dan sampailah di halaman masjid, terhampar pemandangan kota Seoul beserta sungai Hangang, pula langsung disambut oleh Sayyid Cho--pengurus Federasi Muslim Korea yang juga Direktur Komite Halal Korea--yang sudah menunggunya beberapa saat lalu.

Setelah berjabat tangan dan saling mengenal, Hyun Jae menatap ke arah sekitar.

Sebuah masjid dengan arsitektur khas bangunan Islam lainnya dengan pintu-pintu berlengkung sungguh menjadi pusat perhatian Hyun Jae saat ini. Apalagi kentalnya ornamen khas arsitektur Islam juga tampak di sebagian besar tembok dengan 2 minaret tegak di pojok depan kanan dan kiri masjid. Lalu, tibalah hingga sepasang netranya memicing pada satu tumpu di tengah-tengah bangunan masjid di hadapannya. Sebuah tulisan Arab besar berwarna hijau yang sesaat lalu langsung menuai jawab dari Sayyid Cho di sampingnya.

Allahu akbar. Allah Maha Besar. Tulisan Arab besar bercat hijau yang dimaksud Hyun Jae itu. Sebuah kalimat pengagungan sosok hamba kepada Tuhan. Allah.

Rupanya pengunjung Masjid Itaewon ini bukan hanya umat muslim yang menunaikan ibadah saja, tetapi juga warga Korsel yang ingin melihat keindahan arsitektur masjid dan keindangan pemandangan tepi sungai Hangang yang alirannya bermuara ke Laut Kuning. Sebab itu, untuk pengunjung menghargai umat Muslim yang berdoa di dalamnya, di bagian depan pintu masuk masjid diberi tata cara berbusana yang sopan untuk masuk ke masjid.

Di bawah langit siang musim gugur setelah salat dzuhur dengan hembusan angin yang tetap lembap, Sayyid Cho mengajak Hyun Jae melihat-lihat masjid, mulai dari sebelah kanan masjid yang terdapat bangunan untuk beberapa kantor, Sekolah Islam Pangeran Sultan, pula kantor Komite Halal Korea. Dan di ujung belakang terdapat kamar mandi dan tempat wudhu.

Seperti deja vu saat melihat seorang lelaki di kamar mandi tengah bewudhu bagan membasuh muka, Hyun Jae langsung teringat gerakan Jasim yang disimaknya tempo hari saat di N Seoul Tower. Entah mengapa, mendadak hatinya merasa berdesir, ada gelanyar aneh merasuki tubuhnya, berbuih menjadi keingintahuan luar biasa perihal untuk apa itu dilakukan.

"Wudhu adalah salah satu cara menyucikan diri dari hadas. Wudhu juga salah satu syarat sahnya salat, Hyun Jae-ssi," jawab Sayyid Cho mendapati pertanyaan Hyun Jae perihal untuk apa ritual wudhu itu.

"Hadas? Apa itu hadas?" Hyun Jae mengernyit akan kata asing yang baru didapatnya.

Seraya mulai beringsut keluar dari melihat kamar mandi, berjalan masuk lantai satu masjid terlanjut hendak ke lantai dua, Sayyid Cho tersenyum sebelum membuat jawab.

"Hadas adalah keadaan tidak suci pada diri seorang muslim yang menyebabkan ia tidak boleh salat, membaca al-Quran, pula beberapa ibadah tertentu lainnya."

"Keadaan tidak suci? Maksudnya manusia memiliki golongan tertentu antara suci dan tidak dalam arti kotor dan bersih? Atau ...." Perkataan Hyun Jae mengambang, ia tidak bisa beropini, sunguh belum bisa menangkap arah maksud pembicaraan. Kening melipat tanpa keraguan.

Dengan seulas senyum yang tak pernah pudar seraya mulai melangkah ke dalam lantai satu Masjid Itaewon, Sayyid Cho bersemangat sekali membuat jawab.

"Bukan seperti itu, Hyun Jae-ssi. Pada dasarnya semua manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Hanya saja, ketika hendak melakukan ibadah, kita memiliki aturan tersendiri sebagai wujud penuh penghormatan kepada Tuhan, adab yang telah digariskan ..."

Syahadat di Langit SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang