Ratu Cleopatra

2.8K 624 78
                                    

Pagi memberingsut malam, sinar mentari menyinar hangat ke bentala Itaewon. Mengeringkan perlahan dedauan tanaman topiari yang tergelayut embun di sebuah taman belakang rumah warga.

Di sebuah rumah warga, tepatnya di sebuah kamar tidur bergaya skandivanian, terdapat seorang gadis mengulat malas dengan buntalan hangat bed cover di tubuhnya. Haura gadis itu, tengah malas sekali untuk bangun.

Haura mengerjap saat Bibi Nara menyibak tirai dinding kaca kamar. Menjadikan cahaya mentari pagi yang membias kaca memantul menyilaukan dua netranya.

"Jam berapa sekarang, Bibi?" tanya Haura yang baru saja bangun dari tidurnya seraya mengulat, lalu menguap yang langsung ditutupinya dengan sebelah punggung tangan.

"Sekarang sudah jam 7 pagi, Haura. Apa ini kebiasaanmu jika sedang haid, hmm?" timpal Bibi Nara seraya memperlebar sibakan tirai. Keheranan dengan laku kemenakan perawanannya yang bangun kesiangan.

Haura meneguk ludah. "Tidak, Bibi. Mungkin ini karena efek motion sikness kemarin," jawabnya pelan seraya menyibak bed cover.

"Tapi kau sudah baikan sekarang, 'kan? Mual dan pusingnya sudah reda?"

"Sudah, Bibi."

"Alhamdulillah. Sekarang lebih baik bebersih diri, lalu sarapan bersama," lanjut Bibi Nara seraya menukik senyum ke arah Haura, beringsut keluar.

Haura bergegas bebersih diri. Malu juga kesan pertama menginap di Korsel dengan bangun kesiangan.

"Ini namanya apa, Bibi? Apakah ini bubur ayam?" komentar Haura saat mendapati menu familiar sarapan pertamanya di Korsel mirip sekali dengan bubur ayam, ia belum pernah menjumpai sarapan dengan menu seperti ini sebelumnya ketika ke rumah paman.

"Benar sekali, ini bubur ayam khas Korea, namanya dakjuk, Haura. Ayo dicoba, semoga kau menyukainya," jawab Bibi Nara seraya menyuapi putra bungsunya yang baru berumur 4 tahun, Fatma Zubair.

"Jangan lupa khimci omelete-nya. Tidak kalah enak, loh," sahut Paman Zubair seraya mendekatkan piring berisi khimci omelete ke arah Haura.

"Hmm, siap, Paman!" timpal Haura seraya membuat tanda sip dengan sebelah jempol tangan. Senyum lebar. Kedua netra berbinar cerah.

"Ditelan dulu atuh, Dik," nimbrung Ayana, putri sulung Paman Zubair mendapati Haura sangat bersemangat menjawab dengan mulut yang masih penuh oleh makanan.

Haura tersenyum tipis, mendadak malu. Yang lainnya hanya tersenyum seraya melirik Haura, lalu menyantap sarapan masing-masing.

Beginilah, momen sarapan pertama Haura Anwar di Itaewon, Distrik Yongsan, Seoul, Korsel.

***

Sebut saja Itaewon adalah sebuah kota di Korsel yang multikultural, banyak warga asing yang hidup di sini, serta adanya gaya hidup berdampingan antara para penganut agama; mulai dari Kristen, Katolik, Budha, hingga Islam. Bisa juga disebut sebagai surganya orang Muslim ketika berada di Korsel karena di sini terdapat The Islamic Street.

The Islamic Street adalah sebuah jalan yang tak jauh dari Masjid Pusat Seoul. Kawasan ini terdapat banyak restoran halal berdiri, toko baju muslim, ataupun buku-buku Islam.

Syahadat di Langit SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang