Pesan Instagram

7.6K 941 165
                                    

Malam semakin matang di langit Seoul. Gemintang pun membubuh estetik di sana.

Seorang lelaki jangkung sedang berdiri di depan jendela kaca lebar penthouse-nya dengan korden terbuka. Sepasang mata sipitnya menatap kosong kerlip deretan bangunan megah menjulang tinggi yang menghampar dalam netra.

"Jangan khawatir, Jiyeon. Aku akan menegakkan keadilan untukmu. Bersabar sebentar lagi, ya?" gumam lelaki jangkung itu tatkala seorang wanita dengan rambut brunette sepinggang mendatanginya.

Kini sudah berdiri anggun wanita cantik blasteran Korsel-Belanda di hadapan lelaki itu. Wanita itu mengembangkan senyum terbaiknya, lalu memeluk lelaki itu.

"Sudahlah, jangan terlalu keras seperti ini, aku sudah tentram. Terima kasih untuk semuanya, Hyun Jae," balas wanita itu, mengeratkan pelukannya.

"Tidak, Jiyeon. Aku tidak akan menyerah begitu saja. Aku sudah melangkah sejauh ini. Aku tidak akan berhenti sebelum sampai ke titik yang aku tuju. Aku tidak akan berhenti hingga kau mendapatkan hak terakhirmu," sangkal lelaki itu yang bernama Hyun Jae, mengelus rambut brunette sang wanita.

Wanita itu mengulas senyum mendapati kekukuhan Hyun Jae. Merubah karakter seseorang memang sulit, dari ingusan Hyun Jae selalu saja memelihara keras kepalanya. Dan ia cukup terkesan dengan keras kepala itu yang mengupayakannya.

"Selamat malam, jangan lupa minum obatmu, Chagiya ...," ujar wanita itu untuk mengakhiri percakapannya dengan Hyun Jae, melepas pelukannya, tersenyum apik.

Hyun Jae menatap dalam wanita di hadapannya, mencegah wanita itu yang hendak pergi untuk tetap berada di sisinya dengan mencengkeram lengan tangannya. Ia ingin lebih berlama bersama wanita itu malam ini, bisakah untuk jangan sesingkat ini untuk bertemu?

"Selamat malam, Chagiya," kata wanita itu lagi, melepaskan cengkeraman Hyun Jae, mengurvakan bibir kenyalnya.

Hyun Jae pun pasrah. Menatap nelangsa kepergian wanita terkasihnya itu yang perlahan-lahan hilang dari pandangan, ajaib bisa menembus kaca tebal di hadapan, terlesap angin malam.

Masih sama dari malam ke malam, ketika kekasihnya itu yang bernama Jiyeon Choi mendatanginya, hatinya selalu remuk mendapati kepergian wanita itu. Lalu ....

"Presdir Park ...."

Masih sama. Lalu asisten pribadinya akan mendatanginya, memanggil namanya, menyuruh minum obat.

"Saatnya minum obat sebelum Anda tidur, Presdir Park."

Mendengar nada bariton itu membuat Hyun Jae meneguk ludahnya. Menyempatkan menatap kerlip deretan gedung tinggi lewat jendela kaca lebar, lalu berbalik, menatap seorang lelaki di belakangannya radius 2 meter.

"Kau selalu saja merusak malamku, Asisten Hwan," decak Hyun Jae, beringsut cepat untuk duduk di sofa ruang keluarga.

Sedangkan asisten pribadinya, Hwan membungkuk sejemang, lalu beringsut menyediakan obat yang harus diminum Hyun Jae malam ini.

Tak berselang lama, Hwan sudah kembali membawa nampan berisi segelas air putih dan sebotol obat.

Hyun Jae pun segera meminum pil obatnya.

Hwan undur diri tatkala Hyun Jae sudah selesai meminum obat.

Menghempaskan napasnya, dada Hyun Jae terasa sesak lagi. Ia teringat kedatangan Jiyeon. Barusan itu nyata sekali; ia bisa mendengar jelas suara Jiyeon, ia bisa merasakan hangatnya tubuh Jiyeon, kekasihnya itu nyata, ia bahagia sekali dijenguk oleh kekasihnya setiap malam. Namun, satu pil obat yang ditelannya barusan lagi-lagi selalu menghancurkan malam indahnya, menamparnya dengannya kenyataan; bahwa semua itu semu, sekedar halusinasi.

Syahadat di Langit SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang