Obrolan Sejenak

703 234 24
                                    

Hyun Jae menggered kursi kayu. Meletakkannya di samping Haura.

"Duduk di sini, Haura," ucapnya sembari menepuk-nepuk sandaran kursi.

Kedua bola mata Haura berotasi ke arah kursi kayu. Ia malah beringsut duduk di lantai beton.

"Ya! Di situ dingin," komentar Hyun Jae.

"Aku sudah mati rasa, Ahjussi. Lagian aku maunya duduk berselonjor," jawab Haura. Menyelonjorkan kedua kakinya.

Hyun Jae bergeming menatap Haura. Ia tercenung; pastilah Haura ini tubuhnya sangat lunglai, seharusnya gadis ini berbaring di kasur yang empuk dengan ruangan bersih yang hangat, seharusnya begitu.

Sesaat ke depan, Hyun Jae mengambil sebotol air mineral di meja yang masih tersegel. Gesit membuka tutupnya, berjongkok, memberikannya pada Haura.

"Diminum dulu, Haura."

Haura yang baru saja selesai membenahi letak hijabnya menjawab, "Hmm. Gomawo." Meraih botol yang diulurkan Hyun Jae.

Hyun Jae mengangguk pelan. Haura meminum air mineral.

Dengan jarak dua hasta, Hyun Jae ikut duduk berselonjor di samping Haura.

"Maafkan aku, Haura. Aku sungguh minta maaf," maafnya lagi. Memilih duduk bersila dengan arah condong ke Haura.

"Untuk apa?"

"Semua kekacauan ini adalah karena aku." Hyun Jae meneguk ludahnya.

"Tidak apa-apa. Ini bukan salahmu, Ahjussi." Haura meminum satu tegukan lagi.

"Ini salahku, Haura. Ini salahku. Seharusnya aku yang menanggung semuanya. Bukan dirimu yang tidak ada sangkut pautnya dengan masalah kematian Jiyeon sedikitpun. Semua ini adalah ulah Mi Cha karena aku telah nekat mengungkap kebenaran kematian Jiyeon kemarin itu. Ini semua salahku. Aku sungguh minta maaf karena kau jadi ikut-ikutan terlibat ..."

"... Omong-omong, punggungmu pasti sakit sekali ya?" sangkal Hyun Jae. Menatap penuh rasa bersalah wajah pucat Haura.

"Punggungku tidak sakit. Aku sudah mati rasa. Aku baik-baik saja." Haura tersenyum tipis.

Hyun Jae tidak percaya. Itu jelaslah bohong; Haura sedang tidak baik-baik saja.

"Kau tidak bersalah. Memang sudah seharusnya kau mencari keadilan buat kekasihmu itu. Malam ini dengan semua apa yang baru saja menimpaku, itu hanya karena aku sedang sial." Haura ikut-ikutan menyangkal.

Hyun Jae cepat-cepat menggeleng.

"Tidak. Ini karenaku. Wanita iblis itu memang menargetkan kau, Haura. Karena dia tahu bahwa kau adalah gadis paling berharga untukku sekarang. Barusan itu, bedebah itu sedang mencoba membunuhmu perlahan-lahan di depanku. Membiarkan aku menyaksikan semuanya agar aku merasakan rasa bersalah teramat dalam, agar sisa hidupku tidak pernah tenang lagi. Maafkan aku. Semua cambukkan itu, tamparan keras itu, semua karenaku. Aku sungguh minta maaf." Hyun Jae menutupnya dengan menunduk dalam.

Haura tetap bergeming melas. Menyaksikan wajah kuyu lelaki oriental di sampingnya.

"Tidak apa-apa. Sungguh tidak apa-apa. Jangan salahkan dirimu lagi. Aku tidak pernah menganggap semua ini kesalahanmu. Sungguh," sahut Haura. Memilih mengulurkan sisa air mineral di botol. "Kau juga harus minum, Ahjussi."

Syahadat di Langit SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang