Perkara Zoya

636 192 37
                                    

Di hari musim semi ini dengan kuncup-kuncup bunga yang mulai bertunas, hewan-hewan yang hibernasi panjang mulai bangun, hawa dingin mulai menghangat, Haura akhirnya sungguh bisa menghadiri acara resepsi pernikahan Ayana, sekalipun ia tidak bisa pulang ke Indonesia dahulu, ia terbang langsung dari Mesir ke Korsel.

Acara akad pernikahan Ayana dengan putra sulung Syekh Muhammad Lee itu besok, dan malam ini Haura sedang menggoreng tempe mendoan yang kemarin dibawa Bu Ainun dari Cilacap.

"Khusus buatku, tepungnya dikasih potongan cabe, Noona," ujar Jasim yang datang ke dapur, memerintah Haura dengan enteng.

"Kalau mau, cabenya potong sendiri," jawab Haura yang kini sedang meniriskan gorengan mendoan.

"Lah, potongin Noona saja deh. Malas kalau disuruh ikut perdapuran," sangkal Jasim. Beralih membuat secangkir kopi panas.

Haura tidak mau kalah, ia menyangkal omongan Jasim. Ia lagi malas disuruh begituan, ia sedang ingin cepat-cepat selesai dengan satu pekerjaannya ini, soalnya sebelah kepalanya lagi pusing.

"Aku juga malas motongin cabe, jadi jangan harap pesananmu itu bakalan ada."

"Aduh, gitu amat sih jadi manusia, Noona? Berbaik hati dong." Jasim menaruh gula pasir ke kopi buatannya.

Haura tetap diam. Tangannya cekatan membalurkan tempe mendoan ke tepung.

Jasim melirik ke arah Haura yang tetap diam dan tampak sebal. Ia mendengkus.

"Ada apa sih? Mau buat mendoan dengan tepung irisan cabe? Sini biar aku yang motongin cabenya," nimbrung Ayana yang beranjak ke dapur dan mendengar percakapan mereka berdua.

Atensi Jasim teralihkan ke arah Ayana. Berseru senang seperti bocah SD, "Asyik! Noona-ku baik hati banget! Gomawo, Calon Pengantin."

Ayana tersenyum. Segera beringsut mengambil beberapa cabe, mencucinya.

Jasim selesai membuat kopi. Ia beringsut membawa secangkir kopinya yang mengepul ini untuk dibawa ke ruang keluarga. Namun, baru dua langkah, Ayana bersuara hingga langkah kakinya terhenti.

"Tapi tolong potongin sosis ya, Jasim. Soalnya Fatma minta dibuatkan mie indomi goreng sama sosis nih," jelas Ayana sembari memotong cabe.

Jasim yang masih berada di tempatnya mendesah. Sama saja kalau begitu, ia harus ikut perdapuran.

"Sekalian Noona yang motongin saja kenapa?" Jasim bersuara, tanpa menoleh.

"Ya udah, kalau begitu buatkan teh jujube buat yang ada di ruang keluarga."

Menghempaskan napasnya sejenak, Jasim memilih mengalah, "Baiklah."

Segera Jasim beranjak membuat teh jujube.

Haura menyempatkan melirik ke arah Jasim, lalu terkikik.

Jasim dongkol dengan lirikan Haura. Sekon kemudian tersenyum licik karena sudah mempunyai ide untuk membalas dendam.

"Kenapa nikahnya bukan di bulan kemarin saja sih, Noona? Kalau di bulan kemarin 'kan Dzaka Hyeong bisa hadir." Jasim mulai menjalankan misi balas dendam; yaitu membawa topik tentang Hyun Jae yang tidak bisa hadir karena sudah wajib militer dari sebulan lalu.

"Ya gimana lagi, kesepakatannya sudah begitu." Ayana mulai memotong sosis.

"Yah, padahal ada yang lagi kengen loh sama Dzaka Hyeong," sahutnya dengan nada prihatin sembari mulai membuat teh jujube; mengambil buah jujube yang sudah masak di pantry, menumbuknya di atas penyaring untuk memisahkan sari jujube dari kulit dan biji.

Syahadat di Langit SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang