Stand Up Comedy

955 261 31
                                    

Siang semakin matang. Langit Seoul menggelap, terteman awan berkabut.

Beberapa detik berlalu, rintik hujan perlahan turun mengguyur tanah kering sekitar rumah Paman Zubair. Membasahi pohon-pohon yang mulai meranggas dengan daun merah kecoklatan yang mulai rapuh pada rantingnya atau pun mereka yang sudahlah tergugur. Genteng rumah berdenting seiring buliran air hujan yang mulai menaikkan tempo kucur.

"Aku mencintaimu, Haura. Apakah ini terdengar seperti lelucon?" ulang Hyun Jae lagi dengan suara berat khasnya. Semakin mendramatisir suasana saja dengan iringan nyanyian alam.

Wajah Haura dalam balutan hijab peach masih menatap malas Hyun Jae. Menelan unyahan chappsal donuts-nya perlahan.

"Bukankah ini memang lelucon?" tanggap Haura. Keningnya melipat. "Lain kali jika berkelakar jangan kelewatan seperti ini, Ahjussi," imbuhnya. Kesal.

"Aku sedang tidak berkelakar, Haura. Aku serius," jawab Hyun Jae. Ditutup meneguk ludah.

"Aku tidak bisa ditipu olehmu, Ahjussi." Haura masih menyangkalnya. Melahap sisa chappsal donuts dengan tidak bersemangat.

Jasim menonton dengan asumsi bingung: antara percaya Hyun Jae berbohong atau tidak.

"Haura ...," sebut Hyun Jae setelah menyibak ke belakang poni rambut cokelatnya.

"Hmm?"

"Aku tidak berbohong. Aku sungguh menaksirmu, Haura. Akhir-akhir ini aku banyak memikirkanmu. Di awal ... kupikir perasaan ini hanya kekaguman biasa karena efek kesepian, tetapi ... entahlah ... setiap hari aku merindukanmu, ingin melihatmu, dan selalu berada di sisimu seperti ini," saksi Hyun Jae sembari menatap bola mata indah Haura. Kesaksian ini memang bukan lelucon. Semua ini sepenuhnya yang ia rasakan akhir-akhir ini.

Jasim baru saja meletakkan cangkir kopinya ke meja setelah ia sesap. Beringsut mengangkat pantatnya untuk segera kabur dari situasi macam apa yang sedang ditontonnya ini.

Sedangkan, Haura bebal untuk percaya omongan Hyun Jae. Ia belum mencerna perkara bisa-bisanya si Ahjussi malah berujung menyukainya.

Tetiba suasana kaku ini rusuh oleh Fatma yang berteriak girang memanggil hujan dengan berlari melewati balai tamu, keluar untuk menikmati tempias air hujan di teras rumah. Disusul Ayana yang berlari ringan menyusul adik kecilnya ini, menahan polah Fatma. Berhasil membuat atensi Hyun Jae dan Haura teralihkan.

"Eonni!" seru Haura mendapati Ayana melewati mereka berdua itu.

Dengan malas Ayana menghentikan langkah ringan berlarinya, meluangkan menoleh ke arah Haura di sofa balai tamu.

"Hwaiting!" lanjut Haura seraya mengepalkan sebelah tangan dengan sedikit mengangkatnya. Senyum meledek.

"Aish!" Ayana bersungut dengan bibir mengerucut, lalu enyah.

"Kau tahu kenapa anak kecil senang hujan-hujanan, Ahjussi?" tanya Haura pada Hyun Jae. Sengaja mengeluarkan topik menyebalkan yang barusan dibawa lelaki jangkung ini.

Hyun Jae tetap membisu. Ia memilih menatap Haura khidmat. Masih berharap Haura mau menanggapi pernyataan perasaannya.

"Kau tidak tahu rupanya, ya?" selidik Haura mendapati tak ada respon dari Hyun Jae.

Syahadat di Langit SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang