MOBIL yang dibawa Renjun melaju dengan pelan menyusuri jalanan kota, dia fokus melihat ke jalanan agar perjalanan aman dan ia ingin menikmati acara mengemudinya. Dia sesekali melirik ke arah Jeno yang masih bersandar pada jok di sampingnya. Tatapannya juga lurus ke arah depan. Entah apa yang dipikirkan oleh Jeno sekarang. Haechan, mungkin.
"Jadi? Kau akan jujur kepada Haechan? Tapi kurasa harus, walaupun nantinya mungkin dirimu akan dibenci olehnya dilihat dari apa yang telah kau lakukan pada hidupnya." ucapnya dengan sesekali mengganti tuas gigi mobil untuk menyesuaikan kecepatan.
"Ya tentu saja, aku akan jujur dan menceritakan semuanya. Jika Haechan membenciku, aku akan meminta maaf sampai di memaafkanku. Bahkan jika aku harus berlutut, bila perlu aku akan mencium kakinya."
Renjun menurunkan kecepatan.
"Kau serius? Kau benar-benar sudah tergila-gila dengan Haechan rupanya. Bahkan kau bersedia untuk mencium kakinya, oww aku juga lupa. Aku juga perlu meminta maaf padanya, hahhh____seandainya Mark tidak mengancamku saat itu. Dengan caranya sendiri, tuhan mendatangkan Haechan pada kita bertiga, aku benar-benar merasa bersalah. Hal yang dapat aku lakukan waktu itu hanya menelpon ambulans."
Jeno menghela nafas panjang.
"Itu lebih bagus bukan. Aku bahkan tidak sadar sedang merenggut kebahagiannya, jika dia tidak diseret oleh ayahnya ke rumah, maka seumur hidup aku akan tidak tahu. Pikiranku saat itu benar-benar sangat pendek, dan sekarang. Aku sangat mencintainya, aku ingin melindunginya. Apa yang aku saksikan sendiri telah membuat mata dan hatiku terbuka, bahkan Haechan berhasil mencuri seluruh cintaku."
"Kau benar, bahkan kau melupakan kekasihmu itu dengan cepat. Mungkin sekarang dia tidak ada di dalam kepala dan hatimu. Tapi aku bersyukur, setidaknya kini kau mencintai orang yang sangat baik seperti Haechan. Aku belum pernah bertemu dengan seseorang yang sangat tegar dan kuat seperti dia."
"Kau benar." Jeno memalingkan tatapannya ke tepi jalan, melihat pohon-pohon yang berderet di tepi trotoar jalan. Perasaan sedikit lega namun belum semuanya, kini dirinya hanya perlu meminta maaf kepada Haechan, dan tentunya kepada anaknya.
Bibirnya terangkat mengingat jika yang dikandung oleh Haechan adalah anaknya walaupun ia melakukannya dengan cara yang bejat. Dia harus mempertanggung jawabkan semuanya, dia harus mengembalikan semuanya pada posisi awal.
Dimana dirinyalah yang harus berstatus sebagai suami dari Haechan.
Lamunannya terhenti ketika mendengar telepon genggam miliknya berbunyi karena ada telepon masuk. Ia ambil telepon genggam itu dan perhatikan nama yang ada di sana. Saat ia baca nama sang penelepon, Jeno matikan sambungan itu.
Beberapa saat kemudian telepon genggamnya kembali bersembunyi, namun lagi-lagi Mark matikan.
"Kenapa dimatikan?" tanya Renjun.
"Aku tidak perlu menjawabnya, itu Mark hyung yang menelpon."
"Owww_____"
Telepon Jeno kembali berbunyi tapi kali ini buka Mark yang menelpon, melainkan sang adik. Sungchan.
"Ada apa?"
"..........."
"Aku sedang diperjalanan, memangnya kenapa?
"..........."
"Ya, dia meneleponku barusan."
"..........."
"Jangan bercanda!"
"..........."
"FUCK!" Jeno mematikan sambungan, "Renjun putar arah ke rumah sakit." lanjutnya dengan wajah yang terlihat panik.
KAMU SEDANG MEMBACA
[06][pt. 1] Beautiful Pain
Fanfiction[COMPLETED] [Mpreg] [Sad Romance] Mengisahkan tentang perjuangan Haechan dan janin yang berada di dalam kandungannya. Dimohon Jangan salpak ⚠️⚠️ Bxb⚠️⚠️