🧶Kisah Ketiga puluh satu

23.8K 2.5K 192
                                    

MARK memarkirkan mobilnya di halaman depan rumah karena ia terlalu malas untuk memasukkannya kembali ke dalam garasi, setelah mengantarkan Mina kembali ke apartemennya, Mark bergegas untuk pulang karena sedikit mengkhawatirkan kondisi Haechan. Ia tatap bingkisan yang dia beli untuk Haechan sebelum sampai ke rumah, isinya? Satu set cincin dan gelang berwarna perak. Ini sebagai ucapan maafnya pada Haechan karena sudah pergi meninggalkannya di taman tulip tadi siang.

Dengan cepat ia keluar dari dalam mobil dengan membawa kotak beludru itu di tangan kanannya. Ia berharap Haechan akan menyukainya. Langkah kakinya ia bawa pelan, berharap tidak ada orang yang mendengar kepulangannya. Rumah masih sepi, mungkin karena kedua orang tuanya juga belum pulang dari kota lain.

"Kenapa sunyi sekali? Apakah Haechan belum pulang ke rumah?" Mark bergegas ke lantai dua menuju kamarnya, dan ternyata Haechan tidak ada di sana, Mark mengerenyit bingung. Dirinya mulai sedikit panik, ia kembali turun ke lantai satu dengan telepon genggam berada ditangan kirinya. Ditekannya nomor Haechan, namun sial. Hanya jawaban dari operator yang dapat didengarnya.

Tidak ingin berpikir buruk, Mark berjalan ke arah dapur. Siapa tahu Haechan ada di sana, namun sekali lagi, tidak ada siapapun di area dapur. "Kemana kau Haechan." ucapnya mulai geram dan sedikit frustasi.

Tatapannya kini menuju pintu penghubung ke halaman belakang karena yang dia lihat pintu kaca itu kini terbuka lebar, Mark yang masih dengan pikirannya berjalan pelan ke arah pintu itu.

Langkanya tiba-tiba berhenti ketika akan sampai di ambang pintu, matanya membulat sempurna kala melihat pemandangan yang tidak jauh dari dirinya. Tepatnya di bangku taman pribadi milik keluarganya. Tangannya tanpa sadar meremas kotak beludru yang dipegangnya, rahangnya mengeras sempurna menampilkan guratan-guratan kemarahan.

Ia berbalik, berjalan kembali menuju arah dapur. Ditatapnya kembali kotak beludru yang berada pada genggamannya, tidak lama setelahnya. Mark melempar kotak itu ke dalam tempat sampah.

Mark benar-benar tidak mengira akan melihat adegan itu di depan matanya.

Mark baru saja melihat Jeno dan Haechan sedang berciuman.

1 jam sebelumnya

Jeno dan Haechan sudah sampai di kediaman keluarga Jung, mobil yang Jeno gunakan langsung ia masukkan ke dalam bagasi karena melihat Haechan yang sudah tertidur di jok penumpang, Jeno pikir akan lebih mudah untuk membawa Haechan. Pelan ia buka pintu mobil dan turun dari sana, tak lupa untuk membawa Haechan masuk bersama dirinya.

Perlahan tangannya yang kekar dengan lembut melepaskan safe belt yang melintang di antara dada dan pengaitnya. Tangan kanannya ia selipkan di bawah lutut Haechan, sedangkan tangan kirinya berada di belakang punggung bagian atas. Dengan hati-hati Jeno bawa tubuh Haechan yang masih tertidur pulas di dalam gendongannya, dibenarkannya sedikit posisi Haechan agar kepala itu bersandar pada dada miliknya.

"Nggg~ Jeno?" Haechan bergerak gelisah dalam gendongan Jeno tepat saat mereka baru saja masuk ke dalam, Haechan yang perlahan bangun mengucek matanya yang bulat dengan pelan.

"Mau turun?"

Haechan mengangguk.

Jeno akhirnya menurunkan Haechan dengan tetap memegang tubuhnya karena ia tahu bahwa kesadaran Haechan belum kembali sepenuhnya.

"Aku haus."

"Mau kuambilkan minum?"

Haechan kembali mengangguk.

"Kalau begitu tunggu di ruang tamu, aku akan mengambilkanmu air minum."

Haechan menggeleng.

"Kenapa?"

[06][pt. 1] Beautiful PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang