🧶Kisah Keempat belas

25K 2.6K 196
                                    

DOKTER pribadi keluarga Jung sudah memeriksa keadaan Taeyong sekarang. Taeyong sudah diberikan obat oleh dokter, dia sedang tertidur karena efek obat yang baru saja dokter berikan. Ia merapikan peralatannya dan kini berjalan ke arah Haechan dan bibi Bongcha yang senantiasa berdiri untuk menunggu dokter selesai dengan urusannya.

"Dimana Jaehyun dan yang lainnya?" tanya dokter Kim pada Haechan dan bibi Bongcha.

"Itu dokter, jika jam segini. Mereka semua masih berada di luar rumah, dokter pasti paham." jawab bibi Bongcha yang tentu saja sudah dikenal oleh dokter Kim.

"Ini masalah serius, aku harus berbicara dengan salah satunya. Mungkin aku akan menelponnya nanti saja. Aku masih ada pasien lain di rumah sakit." ucapnya sambil memperhatikan jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. "Bi, aku permisi dulu." ucap dokter Kim kemudian pergi dari sana dengan menenteng tas miliknya.

Bibi Bongcha juga ikut keluar dari kamar pribadi milik Taeyong untuk mengantarkan dokter Kim sampai ke pintu utama. Sedangkan Haechan kini tengah memandang ke arah wajah Taeyong yang terlihat masih pucat. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Dia tidak tahu apa penyakit yang sedang dirasakan oleh majikannya ini, atau mertuanya. Haechan berjalan keluar ketika tiba-tiba saja dia melihat Mark datang dengan wajah khawatir yang terlihat sangat jelas.

"Mommy?" ucap Mark khawatir, ia duduk di pinggir tempat tidur Taeyong kemudian menempelkan punggung tangannya pada kening Taeyong. Mark menghela nafas panjang, ia bertemu dengan dokter Kim di pintu utama dan sempat berbicara dengan dokter Kim sebentar.

Ia sedikit terkejut mengetahui bahwa mommy nya memiliki gejala stroke ringan.

Di sisi lain, dengan inisiatif sendiri. Haechan pergi ke arah dapur untuk mengambilkan Mark satu gelas minuman, dia mungkin membutuhkan itu. Dengan langkah penuh kehati-hatian, Haechan membawa sebuah nampan kecil dengan satu gelas air putih di atasnya untuk dibawakan kepada Mark.

PRANGG

Nampan itu tiba-tiba terjatuh, dan tentu saja gelas yang berada di atasnya seketika pecah. Seseorang menepis tangan Haechan dengan kasar membuat nampan yang berada di tangannya seketika terjatuh ke atas lantai. Saat Haechan mengangkat wajahnya, ternyata orang yang menepis tangannya itu adalah Mark. Air mukanya terlihat penuh dengan kemarahan.

"YA! SIALAN! KENAPA KAU TIDAK MENGHUBUNGIKU DENGAN CEPAT! MOMMY KU DALAM KEADAAN BAHAYA, BRENGSEK!" Mark merenggut surai belakang Haechan membuat Haechan harus mendongak dengan rasa perih yang langsung dia rasakan di belakang kepalanya.

"A-apa maksudmu hyung?" Haechan memegang tangan Mark yang berada di belakang kepalanya mencoba memberi isyarat pada Mark untuk melepaskannya, tapi. Bukannya terlepas, tarikan itu semakin kencang.

"Tuan?!" bibi Bongcha datang dengan keterkejutan karena melihat kejadian yang di depannya ini, dia merasa khawatir melihat Haechan yang harus menahan sakit.

"Diam di sana bibi. Aku ingin memberikan pelajaran pada istriku ini." ucap Mark penuh penekanan. Ia kembali memandang ke arah wajah Haechan yang kini memejamkan matanya.

"Kenapa kau tidak menelponku dengan cepat sialan? Jika bibi Bongcha tidak mengabariku, aku tidak akan tahu mommy dalam keadaan sakit. Bukankah kau yang menemui mommy ku terlebih dahulu? Jika ada sesuatu harusnya kau dengan cepat menghubungiku, aku yang harus pertama tahu. Karena aku ini su-a-mi-mu." Mark melepaskan tangannya dengan kasar membuat tubuh Haechan sedikit terhuyung ke belakang.

"Bagaimana aku bisa menghubungimu hyung, aku tidak mempunyai telepon genggam bahkan nomormu aku tidak punya." ucap Haechan dengan pelan sekaligus menahan tangisnya.

"Alasan saja! Oww__atau kau terlalu asyik keluar bersama Jeno? Dimana anak keparat itu! Apa dia tidak tahu mommy nya sedang sakit?!" Mark mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan sang adik.

[06][pt. 1] Beautiful PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang